Laut Cina Selatan Kuil di Dasar Laut

105 hidup. Itulah mengapa mencapai kuil ketiga merupakan kerinduan dari mereka. Dengan segala upaya, mereka bertekad untuk mengetahui isi kuil ketiga. 107 Semoga engkau bisa masuk ke kuil ketiga. Semoga engkau bisa mencapai alam tantrayana itu. Kalau bisa masuk, jangan lupa doakan kami, Jeanne Suyono, 2014: 606.” Untuk mencapai representasi keagungan tertinggi itu memang tidaklah mudah. Banyak hal yang harus ditinggalkan. Bahkan orang-orang yang dicintai. Dalam novel KdDL, digambarkan bagaimana Jeanne dikejutkan dengan kehadiran ayah, suami, dan anaknya bernama Meyra. Mereka jelas menentang Jeanne agar tidak terus berupaya memasuki kuil ketiga. Secara manusiawi, tentunya nasehat orang tua dan larangan orang-orang yang dicintai menjadi hal yang paling sulit untuk diabaikan, demikian juga Jeanne. Namun, kehadiran keluarganya tersebut justru tidak menggetarkan hari Jeanne. Ia tetap menjalankan niatnya yang selama ini terus menggerogoti hatinya. Dengan mengabaikan kehadiran dan nasihat orang-orang terdekatnya, Jeanne tetap memasuki kuil ketiga. Berikut tergambar dalam kutipan 108 dan 109 godaan yang menghambat niat Jeanne memasuki kuil ketiga. 108 “Jeanne, jangan masuk ke kuil Champa itu. Nduk, jangan menjadi pelacur kuil….” Sang Ayah menatap tajam dirinya Suyono, 2014: 607. 109 “Ya, Itu sebuah sekte dari Syiwa-Budhis yang menganggap jalan pencerahan bisa dilakukan pada saat ini juga. Tak perlu reinkarnasi berkali-kali. Aku percaya bubuk yang diisap atau dihirup oleh pandita yang tubuh dan jiwa mereka telah dipersiapkan memotong kelairan kembali yang berulang-ulang. Bubuk ini disedot menggunakan pipa panjang atau dihirup langsung dari hidung. Aku yakin kuil ketiga yang belum kita lihat itu adalah kuil terinti tempat pendeta melakukan ritual mengisap bubuk semacam ini..Suyono, 2014: 573.” 106 Sebagaimana digambarkan dalam kutipan 108, Kuil di Dasar Laut merupakan kuil milik bangsa Champa, milik bangsa Phu Tram dan Mualim Satu. Kuil di Dasar Laut menjadi semacam pengingat bahwa pemberontakkan yang dilakukan oleh pasukan Sabil, Demak dibantu oleh Suku Champa, suku yang kononnya bersahabat dekat dengan orang-orang Champa untuk menjatuhkan kerajaan Majapahit. Dapat dikatakan bahwa suku Champa rupanya berpura-pura bersahabat dengan orang-orang Jawa zaman dulu untuk merebut hati orang Jawa sebelum akhirnya menyerang. Itulah mengapa Jeanne sebagai salah satu orang Jawa yang dikenal oleh Mualim Satu dan Phu Tram menjadi satu-satunya yang bisa mencapai kuil ketiga. Untuk melihat peristiwa di masa lalu yang belum banyak diketahui orang hingga saat ini. Di akhir cerita, kuil ketiga ternyata merupakan bangunan kerajaan yang dulu tidak dapat disaksikan oleh Jeanne dengan kasatmata. Inilah yang menghubungkan peran suku Champa dengan kejatuhan kerajaan Majapahit 7 di masa lalu. 110Astaga, bukankah itu Alas Ketonggo di Ngawi, dekat Madiun? Jeanne tak percaya. Bagaimana mungkin hutan ini bisa menyambung dengan kuil ketiga? Ia mengucek-ngucek matanya. Mirip ya mirip. Ya, tidak salah lagi. Ia ingat betul bagaimana juru kunci bernama Saleh Pandan membimbing rombogan Pak Sinaga menapaktilasi perjalanan Sawito Kartowibowo memasuki 7 Alas Ketonggo ini dikatakan memiliki hubungan dengan kejatuhan kerajaan Majapahit oleh karena di tempat ini, Prabu Brawijaya V – raja terakhir kerajaan Majapahit melepas semua atribut kebesarannya sebelum melanjutkan perjalan ke Gunung Lawu. Atribut kebesaran tersebut kemudian menghilang di tempat itu. Kala itu ia sedang dalam pelarian dari kejaran para pasukan Sabil, Demak Junaidi, 2015. Atribut kebesaran inilah yang direpresentasikan dalam novel KdDL sebagai takhta kerajaan tak kasatmata yang dicari oleh Pak Sinaga dan kawan-kawan. Di Alas Ketonggo ini pula dikatakan terdapat sebuah pintu gerbang gaib dan kerajaan gaib. 107 Hutan Ketonggo. Rombongan mencari lokasi pendapa istana tak terlihat bernama Manik Kumolo. Lokasi itu dipercaya menjadi tempat penyimpanan takhta istana Suyono, 2014: 609. Novel KdDL sebenarnya banyak menggambarkan sebuah perang kekuatan spiritual antara mistikus Soeharto dan anggota paguyuban. Perang tersebut dalam studi ini selanjutnya akan disebut dengan perlawanan metafisik. Bentuk perlawanan ini tidak kasatmata. Tidak banyak orang yang tahu kalau sebenarnya ada sebuah pertempuran sengit di udara yang menggempur satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, perlawanan ini dapat dikatakan sebagai sebuah perlawanan bawah tanah atas benteng metafisik Soeharto. Frasa Kuil di Dasar Laut sebenarnya juga sekaligus dapat dikatakan merujuk pada perjuagan tersebut. Frasa dasar laut memiliki konotasi yang sama dengan bawah tanah. Pada pemaknaan sebelumnya, Kuil di Dasar Laut merepresentasikan sebuah keagungan dan kesempurnaan. Kesempurnaan dan keagungan tersebut menjadi sebuah cita-cita yang juga diharapkan oleh anggota paguyuban atas pemerintahaan dan kondisi sosial-politik Indonesia. Mereka telah mencapai titik kulminasi untuk mendiamkan pengganyangan- pengganyangan yang dilakukan oleh Soeharto. Sudah saatnya mereka menumbangkannya dan memberikan kesempatan kepada orang lain agar dapat menciptakan sebuah kondisi sosial dan politik Indonesia yang lebih baik atau mungkin mendekati yang sempurna. Kuil di Dasar Laut menjadi sebuah cita-cita sekaligus jiwa dari keseluruhan cerita novel KdDL. 108

2.3.1.11 Laos

Laos merupakan negara tujuan Suryo dalam perjalanannya melakukan riset pembuatan buku atas biaya Kementrian Pariwisata. Percetakannya mendapat job dari Kementrian membuat buku mengenai candi-candi di Asia Tenggara. Ia mengunjungi beberapa tempat di Laos, salah satunya Luang Prabang. Di Laos ini pula, Suryo bertemu dengan seseorang bernama Souvvana. 111 Cerita patung Budha emas yang penuh diisi oleh roh-roh hutan itu diperoleh Suryo secara tak sengaja dari seorang “bangsawan” Laos. Selama tiga hari berturut-turut, selepas menguntit iring- iringan biksu mengemis yang berjalan dari Wat Xieng Thong, Suryo selalu beristirahat di sebuah kafe pastri di Jalan Sakkharine. Pagi sekali, pukul 5 – saat langit masih gelap – kafe itu sudah buka. Kafe dengan cita rasa kolonial Perancis itu menyajikan menu-menu kue croissant dan baguette yang baru keluar dari oven. Suryo suka duduk di situ memesan kaa feh nom hawn atau kopi susu panas dan croissant hangat yang disusupi keju. Pagi sekitar pukul 7, Luang Prabang demikian tenang. Udara pagi segar dan bersih. Suryo menyeruputnya kopinya sembari mengudap makanan manis menyaksikan biksu anak- anak di seberang jalan menyapu halaman Suyono, 2014: 322.

A. Luang Prabang

Luang Prabang merupakan salah satu tempat yang dikunjungi oleh Suryo saat di Laos. Di tempat inilah ia mengerti mengenai cerita patung Prabang Budha dari temannya Souvvana. Tempat ini menjadi salah satu tempat di Laos yang melihat perpaduan paham komunisme dan Budha. 112 Di Luang Prabang inilah Suryo sempat berpikir bahwa komunisme dan Buddha sejatinya adalah dua pemikiran yang cocok Suyono, 2014: 327. 109

B. Kafe Pastri

Kafe ini merupakan tempat beristirahat Suryo selepas menguntit iring-iringan biksu mengemis yang berjalan dari Wat Xieng Thong. Lokasi kafe ini di jalan Sakkharine, Luang Prabang. Setiap pagi pukul 5, kafe ini sudah buka. Kafe dengan cita rasa kolonial Perancis itu menyajikan menu-menu kue croissant dan baguette yang baru keluar dari oven. Di tempat inilah Suryo bertemu dengan pemiliki kafe yang kemudian dikenal Suryo sebagai Souvvana. Berikut ini digambarkan dalam kutipan 113 mengenai kejadian selama Suryo berada di kafe pastri. 113 Tak dinyana selama tiga hari ia mampir di kafe itu ada seseorang yang terus-menerus mengamati keberadaannya Suyono, 2014: 322.

2.3.1.12 Kamboja

Kamboja merupakan tujuan perjalanan Jeanne setelah ia mengalami masalah rumah tangganya dengan mas Tubagus. Ia sebenarnya ingin bertemu dengan saudarinya bernama Linda di Vietnam. Namun, sebelum bertemu dengan sahabat masa kecilnya itu, ia masih bersantai-santai dengan mengunjungi beberapa tempat di Kamboja, salah satunya Siem Reap.

A. Siem Reap

Siem Reap menjadi salah satu tempat yang dikunjungi oleh Jeanne di Kamboja. Di tempat ini juga ia bertemu dengan Suryo mantan kekasihnya setelah sekian tahun berpisah. Kedatangan Suryo ke Siem Reap juga merupakan agenda perjalanannya setelah dari Laos. Di Siem Reap, Suryo menginap di Banyan Leaf 110 Hotel. Tujuan kedatangan Suryo di Siem Reap sebenarnya untuk mendokumentasikan phalus-phalus purba. Namun, pikirannya berubah setelah melihat paras batu Jayawarman VII. Di Siem Reap, Jeanne mengunjungi situs Angkor Wat yang di dalam sekaligus terdapat beberapa candi. 114 Sepuluh hari ia tinggal di Siem Reap. Ia ingin bermalas-malasan di kota candi ini. Namun keputusannya berleha-leha di Siem Reap ternyata membuat dia berpapasan dengan Suryo, mantan kekasihnya yang aneh sebelum ia menikah dengan Mas Tubagus Suyono, 2014: 16-17.

B. Angkor Wat

Angkor Wat menjadi salah satu tempat rekomended yang perlu dikunjungi orang saat berkunjung di Kamboja. Dalam perjalanannya, Jeanne juga mengunjungi tempat ini. Tempat ini membuat Jeanne kagum sekaligus takut. Ia kembali bertemu dengan jiwa-jiwa para bapak paguyuban. 115 Dan di saat berada di ruang. tengah Angkor, ia terkesi ma……Kota kawasan candi –candi Siem Riep ini di mana-mana diresapi kisah pencarian amrita Suyono,2014: 6. 116 Jeanne ketakutan dengan penglihatannya. Adakah bapak-bapak itu disiksa? Dianiaya oleh orang-orang tak dikenal? Kuatkah bapak-bapak itu menahan gebukan dan sayatan? Ataukah bapak- bapak itu mati kemudian? Ia langsung meninggalkan Angkor Suyono, 2014: 10.

C. Pnom Bakheng

Pnom Bakheng merupakan sebuah candi besar berbentuk piramida terpancung tempat banyak pengamen-pengamen tak berkaki bersimpuh di setapak keluar-masuk candi. Tempat ini menjadi tujuan kedua Jeanne setelah dari Angkor. Jikalau Angkor 111 cocok dikunjungi saat pagi untuk melihat keindahan sunrise, maka Pnom Bakheng cocok dikunjungi saat senja untuk melihat keindahan sunset. 117 Puncak Pnom Bakheng ternyata berupa hamparan datarang batu yang cukup luas Suyono, 2014: 11.

D. Preah Khan

Tempat ini dikunjungi oleh Jeanne di hari ketujuh berada di Siem Reap. Kondisi di tempat ini sangat sepi. Di tempat inilah Jeanne waswas bertemu dengan mantan kekasihnya. Berikut ini gambaran mengenai Preah Khan dalam kutipan 118. 118 Hari itu hari ketujuh di Siem Reap. Ia mengunjungi Preah Khan. Preah Khan sangat sepi. Inilah candi yang membuat perasaan Jeanne waswas kembali dihantui pertemuan dengan Suryo. Masa lalunya yang aneh dengan Suryo menyeruak lagi. Sesungguhnya dulu Preah Khan bukan sekadar candi, tapi sebuah ashram Budhis. Dari prasasti diketahui bangunan ini berdiri tahun 1191. Buku panduan yang dipegang Jeanne menerangkan, situs ini pada zamannya konon dihuni lebih dari 1.000 guru Budha Suyono, 2014: 17.

E. Banteay Srey

Banteay Srey merupakan salah satu candi di Siem Reap. Candi ini sering disebut sebagai candi perempuan. Candi ini bisa disebut kuil paling mungil di kompleks “kota” Angkor Wat. Skalanya bukan apa-apa dibanding candi lain. Betapa pun kecil, candi ini memiliki kekhasan. Gapura-gapura dan dinding-dindingnya dipenuhi ukir-ukiran yang rumit. Pintu masuknya seperti dihampari karpet penuh ornamen. Candi ini merupakan salah satu candi favorit Suryo karena tepat ini pernah disinggahi oleh intelektual kenamaan Perancis bernama Andre Malraux. Tempat ini 112 juga sekaligus menjadi lokasi latihan dan tempat mempersiapkan diri para perempuan pilihan untuk menari bagi raja Jayawarman dulu. 119 Informasi Phhoung membuat Suryo teliti memperhatikan Banteay Srey. Di Banteay Srey, ia berhenti cukup lama di depan sebuah pagar pembatas yang dipasang petugas candi. Pengunjung dilarang masuk ke dua bilik yang berada di tengah candi. Suryo berusaha mengira-ngira apakah hiasan dari bilik itu tempat relief-rilief dewata yang di tahun 1923 pernah dicongkel Andre Malraux. Suryo membayangkan di situlah sesungguhnya para penari berkumpul Malraux tahu Banteay Srey adalah kuil para penari. Dari berbagai penjuru, perempuan-perempuan pilihan akan disatukan di situ. Mereka dilatih menari, dilatih bersolek. Tempat relief dicongkel adalah paling inti Suyono, 2014: 380.

F. Bayon

Bayon juga meruapakan salah satu situs di Siem Reap. Di tempat ini terdapat patung Jayawarman VII. Di dekat sosok Jayawarman, juga terpahat relief-relief wanita penari. Menurut cerita, tempat ini menjadi wilayah para penari menghibur Jayawarman. Di Bayon ada bekas ruangan yang di sebut Hall of Apsara. Ruangan ini dipenuhi dengan pilar-pilar batu yang ditorehkan gambar-gambar apsara. Untuk sampai ke Bayon, Suryo berjalan kaki dari Banteay Srey menyusuri jalanan yang juga pernah ditempuh para penari kuil. 120 Peluh Suryo bercucuran begitu tiba di Bayon. Sudah lama ia tak berjalan kaki sejauh itu. Jantungnya lumayan berdekup cepat. Suryo beristirahat sebentar di kaki Bayon. Matanya agak berkunang-kunang. Begitu kekuatannya pulih, ia naik ke atas Bayon. Hari itu Suryo tak bergerak di depan wajah-wajah Jayawarman VII Suyono, 2014: 382.