Pak Koentono Pak Burhan dan Pak Begja
                                                                                79
imajinasi  dan  kewalahan  mengatasinya.  Kutipan  67  berikut  menggambarkan bagaimana  Pak  Sinaga  menghentikan  tuntunan  pengimajinasian  tentang  proses
pembusukan mayat karena tidak mampu lagi melanjutkannya lagi. 67
”Stop,  stop  Bante,  stop  semua…,”  akhirnya  Pak  Sinaga memerintahkan  Bante  Poernomo  menyetop  latihan  malam  itu
Suyono, 201: 176.
Gus  Mutaqqin  merupakan  simpatisan  paguyuban  yang  tinggal  di  lereng Merapi-Merbabu.  Ialah  yang  akan  mengurai  kitab  asli  Jawa  dari  zaman  Sultan
Agung  bernama  Kitab  Pangrucutan.  Ia  adalah  seorang  kiai  dengan  penampilan klimis. Berikut kutipan 68 yang menggambarkan Gus Mutaqqin.
68  Ia  adalah  seorang  kiai  yang  katanya  memiliki  sebuah  pesantren  kecil di  lereng  Gunung  Merapi-Merbabu.  Orangnya  sih  menurut  Jeanne
tidak  seperti  sosok  kiai.  Dalam  bayangan  Jeanne,  Gus  Mutaqqin orangnya  agak  sepuh,  berpeci,  berjanggut.  Tapi  ternyata  wajahnya
klimis.  Rapi.  Ia  tampak  sebagai  seorang  petugas  pelelangan  atau seorang analis kredit. Ia mengenakan hem abu-abu berbalut jas hitam
desa  yang  necis.  Walaupun  begitu,  pengetahunannya  tentang  kitab Pangrucutan cukup luas Suyono, 2014: 178-179.
Dalam  konteks  tertentu,  Gus  Mutaqqin  dapat  dikatakan  polos  atau  lebih tepatnya  lugas.  Ketika  melakukan  praktik  kitab  Pangrucutan,  dibutuhkan  seorang
volounteer  untuk  menjadi  mayat.  Salah  satu  syaratnya  ialah  zakar  dari  orang  yang bersedia  menjadi  mayat  tidak  boleh  dijepit  oleh  kedua  paha,  tetapi  dihadapkan  ke
atas.  Saat  itu  yang  menjadi  mayat  adalah  Suryo.  Terlambat  memperbaiki  posisi zakarnya,  Gus  Mutaqqin  tidak  sungkan  merogoh  sarung  Suryo  dan  membetulkan
sesuai yang diinginkan. Berikut kutipan 69 yang menggambarkan kejadian tersebut. 69  Yang  membuat  penglihatan  Jeanne  tak  percaya,  Saat  Suryo  bingung-
dan juga dirinya serta bapak-bapak itu-mengenai apa yang dimaui Gus
80
Mutaqqin,  kiai  itu  langsung  spontan  merogoh  sarung  Suryo  dan tampak  memegang  kemaluan  Suryo.  Ia  membenarkan  posisi  titit
Suryo supaya tidak menggelantung terjepit paha Suyono, 2014:  180- 181.
                