Soedjono Hoemardani Phhoung Intelektual Hegemonic

144 Perjuangan yang mereka jalani banyak terinspirasi dari apa yang telah dilakukan oleh Pak Sawito Kartowibowo dan sahabatnya Mr, Soedjono. Selain semua tokoh di atas, ada pula Phu Tram dan Mualim Satu. Kedua tokoh inilah yang melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Vietnam yang banyak mendiskriminasikan kebudayaan bangsa mereka-bangsa Champa. Selain itu ada juga MdDSSG yang menjadi bagian dari masyarakat Timor-Timor dalam menuntut keadilan kepada Orde Baru. Berikut ini gambaran mengenai latar belakang mereka.

3.2.2.2.1 Pak Sinaga

Pak Sinaga merupakan pemimpin pergerakan paguyuban dalam aksi menantang lapiran metafisik Soeharto. Sebagaimana yang digambarkan dalam kutipan 42, Pak Sinaga telah dipercaya oleh seluruh anggota paguyuban sejak mereka merencanakan sebuah aksi setelah selama ini hanya melakukan dialog dan diskusi dengan berbagai kalangan mengenai keadaan dan strategi menantang legitimasi Soeharto. Sejak hari itu, Pak Sinaga seperti dipercaya resmi bapak-bapak memimpin gerakan. Pak Sinaga terlihat siap menerima tanggung jawab. Masa-masa diskusi yang panjang dan dan melelahkan telah selesai. Masa-masa aksi sudah saatnya dimulai. Pak Sinaga adalah anggota paguyuban yang paling sepuh. Ia bekas seorang manajer. Ia juga banyak bergaul dengan kalangan tentara. Ia mengetahui banyak tempat petilasan Suyono, 2014: 247-Kutipan 42.

3.2.2.2.2 Pak Darsono

Pak Darsono merupakan mantan orang kuat di dinas pekerjaan umum. Ia pernah menangani pembangunan waduk di seluruh Jawa. Untuk itu, Pak Darsono 145 juga pernah menjadi bagian organik dari pemerintahan Soeharto. Ia memutuskan untuk tergabung dengan paguyuban setelah pensiun dari jabatannya. Di dalam paguyuban, ia dan yang lainnya melakukan rencana melawan Soeharto. Dalam sebuah perjalanan mengambil bunga wijayakusuma di Pulau Biru Majeti, Cilacap, Pak Darsono menjadi salah satu orang yang paling berani mengambil tanggung jawab. Kutipan 45 mengambarkan keberanian Pak Darsono untuk melawan Soeharto meskipun mesti menggorbankan nyawanya. “Saya siap. Saya akan menemani Pak Djayeng. Saya ingin menghirup aroma bunga itu di tempat asalnya. Saya ingin mencium kelopaknya. Kalaupun bunga itu belum mekar, saya ingin sujud di tanahnya. Saya ingin bunga itu tak jatuh ke tangan-tangan orang serakah kekuasaan. Demi kebaikan negera ini, saya siap menunaikan misi ini. Saya siap menyeberangi bukit ini dengan perahu sekecil apa pun. Saya hanya meminta agar Pak Notodirodjo dan Pak Soetomo jangan memberitahukan rencana kami kepada perewangan-perewangan Pak Harto. Kalaupun mereka tahu, biar mereka tahu dengan sendiri. Kami bukan takut terbunuh. Kami tak ingin saling santet- menyantet,” kata Pak Dasono dari depan pintu Suyono, 2014: 288-Kutipan 45.

3.2.2.2.3 Pak Djayeng

Pak Djayeng pernah menguasai peti-peti kemas di pelabuhan. Dari profesinya ini, Pak Djayeng masuk dalam sebuah sistem perekonomian besar. Urusan perekonomian tersebut tentunya akan selalu berhubungan dengan berbagai regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah. Ia pun menjadi bagian dari pemerintah yang terikat oleh sebuah sistem yang dibangun. Setelah bergabung di paguyuban, Pak Djayeng juga menjadi salah satu orang yang paling berani. Bersama temannya Pak Darsono, ia