Masalah Mendesak Wilayah Operasi Indonesia Barat dan Indonesia Timur

RUPTL 2010 - 2019 37 - SUTET terkait dengan pembangkit PLTU IPP Tanjung Jati B unit 34, 2 x 660 MW, yaitu SUTET Tanjung Jati – Tx. Ungaran 2012, Tx. Ungaran – Pemalang - Mandirancan 2014, dan Mandirancan – Indramayu - Cibatu 2015. - SUTET terkait dengan pembangkit PLTU IPP Paiton Expansion 1x800MW, yaitu SUTET Paiton – Grati sirkit 3 2012 dan mempercepat penyelesaian SUTET Grati – Surabaya Selatan 2010. - SUTT terkait dengan pembangkit PLTU IPP Cirebon 1x660 MW, yaitu SUTT Sunyaragi - PLTU Cirebon - Brebes – Kebasen 2011. • Mempercepat pembangunan transmisi terkait program percepatan 10.000 MW pendanaan, ROW, dll. • Pengadaan trafo tersebar untuk mengatasi overload trafo GI sebanyak 100 x 60 MVA. • Pembangunan pumped storage Upper Cisokan berkapasitas 4x250 MW, direncanakan selesai tahun 2014, akan mengurangi penggunaan BBM saat puncak setelah selesainya PLTU Percepatan 10.000 MW. • Mengupayakan pasokan gas untuk pembangkit PLTGU tipe Frame F re- powering Muara Karang 740 MW dan re-powering Tanjung Priok 740 MW. • Pembangunan PLTU jenis supercritical kelas 1.000 MW, akan memperbaiki bauran energi dan mengurangi dampak terhadap lingkungan hidup. 38 RUPTL 2010 - 2019

BAB IV RENCANA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK 2010 – 2019

4.1 KRITERIA PERENCANAAN

4.1.1 Perencanaan Pembangkit

Sistem Interkoneksi Perencanaan sistem pembangkit bertujuan untuk mendapatkan konfigurasi pengembangan pembangkit yang memberikan nilai NPV total biaya penyediaan listrik termurah least cost dalam suatu kurun waktu periode perencanaan, dan memenuhi kriteria keandalan tertentu. Konfigurasi termurah diperoleh melalui proses optimasi suatu objective function yang mencakup NPV dari biaya kapital, biaya bahan bakar, biaya operasi dan pemeliharaan dan biaya energy not served. Selain itu diperhitungkan juga nilai sisa salvage value dari pembangkit yang terpilih pada tahun akhir perioda studi. Simulasi dan optimisasi dilakukan dengan menggunakan model yang disebut WASP Wien Automatic System Planning. Kriteria keandalan yang dipergunakan adalah Loss of Load Probability LOLP lebih kecil dari 0.274, atau ekivalen dengan 1 haritahun. Hal ini berarti kemungkinanprobabilitas terjadinya beban puncak melampaui kapasitas pembangkit yang tersedia adalah lebih kecil dari 0.274. Perhitungan kapasitas pembangkit dengan kriteria LOLP menghasilkan reserve margin tertentu yang nilainya tergantung pada tingkat ketersediaan availability setiap unit pembangkit, jumlah unit, ukuran unit, dan jenis unit 9 . Pada sistem Jawa Bali, kriteria LOLP 0.274 adalah setara dengan reserve margin 25-30 dengan basis daya mampu netto. Apabila dinyatakan dengan daya terpasang, maka reserve margin yang dibutuhkan adalah sekitar 35 10 . 9 Unit hidro yang outputnya sangat dipengaruhi oleh variasi musim mempunyai nilai EAF equivalent availability factor yang berdampak besar pada LOLP dan ketercukupan energi. 10 Dengan asumsi derating pembangkit sekitar 5. RUPTL 2010 - 2019 39 Dalam perencanaan sistem jangka panjang yang pada hakekatnya adalah perencanaan investasi, aspek-aspek seperti kesulitan pendanaan, keterlambatan penyelesaian proyek project slippage dan kelangkaanketerbatasan sumber energi primer perlu juga diperhitungkan. Akibatnya besaran reserve margin yang diperlukan dalam perencanaan sistem pembangkit jangka panjang di Jawa-Bali ditetapkan lebih besar daripada sekedar memenuhi kriteria LOLP 0.274. Dengan alasan tersebut, reserve margin sistem Jawa Bali ditetapkan sebesar 35. Dengan argumen yang sama, reserve margin pada sistem-sistem di wilayah operasi Indonesia Timur dan Barat ditetapkan sekitar 40 dengan mengingat pula jumlah unit pembangkit yang lebih sedikit, derating yang prosentasenya lebih besar, dan ketidakpastian penyelesaian proyek pembangkit IPP yang lebih tinggi. Pembangkit energi terbarukan, khususnya panasbumi dan tenaga air, dalam proses optimisasi diperlakukan sebagai fixed system dipaksaditetapkan masuk sistem pada tahun-tahun yang sesuai dengan kesiapan proyek tersebut. Pada sistem Jawa Bali, kandidat pembangkit yang dipertimbangkan untuk rencana pengembangan adalah PLTU batubara supercritical 1,000 MW, PLTU batubara 600 MW 11 , PLTU batubara 300 MW, PLTGU gas 750 MW, PLTGU LNG 750 MW, PLTG minyak 200 MW, PLTP 55 MW dan PLTA pumped storage 250 MW 12 . Dalam optimasi sistem Jawa Bali, PLTA pumped storage baru dikompetisikan sebagai peaking unit mulai tahun 2014 karena mempertimbangkan masa konstruksinya yang membutuhkan waktu 6 tahun. Pada sistem Indonesia Timur dan Barat, kandidat pembangkit yang dipertimbangkan adalah PLTU batubara 200 MW, 100 MW, 50 MW dan kelas- kelas yang lebih kecil, serta kandidat PLTGU gas yang kelasnya tergantung pada ketersediaan pasokan yang ada. Rencana pengembangan kapasitas pembangkitan dibuat dengan memperhitungkan proyek-proyek yang sedang berjalan dan yang telah 11 Lebih diinginkan menggunakan teknologi supercritical. 12 Mengacu pada desain PLTA Pumped Storage Upper Cisokan.