KEBIJAKAN PENGEMBANGAN LISTRIK PERDESAAN

RUPTL 2010 - 2019 21 relatif kecil 6 sehingga penjualan dikendalikanditekan, penerapan program ‘Daya Max Plus’ DMP, tarif multiguna dan program demand side management DSM 7 , serta partisipasi pembiayaan penyambungan. Selain itu adanya krisis finansial global yang mulai melanda pada triwulan ketiga 2008 hingga akhir tahun 2009 mengakibatkan penjualan tenaga listrik tahun 2009 hanya tumbuh 3,31. Keterbatasan kemampuan PLN dalam membangun jaringan transmisi, gardu induk, trafo dan sistem distribusi juga berkontribusi pada rendahnya penjualan. Penjualan tenaga listrik di Sumatera tumbuh tinggi, yaitu rata-rata 8,7 per tahun, tidak seimbang dengan penambahan kapasitas pembangkit yang hanya tumbuh rata-rata 3,3 per tahun sehingga di banyak daerah terjadi krisis daya yang kronis dan penjualan harus ditahan. Penjualan tenaga listrik di Kalimantan tumbuh rata-rata 7,3 per tahun, sedangkan penambahan kapasitas pembangkit rata-rata hanya 1 pertahun, sehingga di banyak daerah terjadi krisis daya dan penjualan ditahan. Penjualan tenaga listrik di Sulawesi tumbuh rata-rata 8,1 per tahun, sementara penambahan kapasitas pembangkit rata-rata hanya 2,4 per tahun, hal ini telah mengakibatkan krisis kelistrikan yang cukup parah khususnya di Sulawesi Selatan. Penjualan tenaga listrik di Indonesia Bagian Timur tumbuh paling tinggi, rata- rata 10,4 per tahun, tidak seimbang dengan penambahan kapasitas pembangkit yang hanya tumbuh rata-rata 2,1 pertahun. Hal ini mengakibatkan krisis kelistrikan yang parah di banyak daerah dan penjualan ditahan. Pertumbuhan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Indonesia Timur diperkirakan masih berpotensi untuk meningkat jauh lebih tinggi karena daftar tunggu yang tinggi akibat keterbatasan sisi pasokan dan rasio elektrifikasi yang masih rendah. Sedangkan pertumbuhan di Jawa diperkirakan akan pulih kembali dari dampak krisis keuangan global mulai tahun 2010. 6 Yaitu sekitar 3.000 MW antara tahun 2005 – 2009 atau rata-rata 600 MW per tahun. 7 Program DSM yang berjalan cukup baik adalah kontrak “Sinergi” di Jawa Barat, dimana konsumen besar diperkenankan menggunakan listrik lebih di luar beban puncak, namun harus mengurangi pemakaian listrik pada saat beban puncak. 22 RUPTL 2010 - 2019

3.1.1 Jumlah Pelanggan

Realisasi jumlah pelanggan selama tahun 2005 – 2009 mengalami peningkatan dari 34,4 juta menjadi 41,0 juta atau bertambah rata-rata 1,12 juta tiap tahunnya. Penambahan pelanggan terbesar masih terjadi pada sektor rumah tangga, yaitu rata-rata 0,98 juta per tahun, diikuti sektor bisnis dengan rata-rata 67 ribu pelanggan per tahun, sektor publik rata-rata 95 ribu pelanggan per tahun dan terakhir sektor industri rata-rata 270 pelanggan per tahun. Tabel 3.2 menunjukkan perkembangan jumlah pelanggan PLN menurut sektor pelanggan dalam lima tahun terakhir. Tabel 3.2 Perkembangan Jumlah Pelanggan [Ribu Unit] Jenis pelanggan 2005 2006 2007 2008 2009 Rumah tangga 32.025,7 32.954,5 34.508,1 35.835,5 36.897,0 Bisnis 1.436,1 1.633,1 1.585,1 1.687,3 1.770,4 Publik 1.856,7 1.856,7 1.977,6 2.104,5 2.329,3 Industri 46,3 46,2 46,6 47,3 47,6 total 35.364,8 36.490,5 38.117,4 39.674,6 41.044,4

3.1.2 Rasio Elektrifikasi

Rasio elektrifikasi didefinisikan sebagai jumlah rumah tangga yang sudah berlistrik dibagi dengan jumlah rumah tangga yang ada. Perkembangan rasio elektrifikasi secara nasional dari tahun ke tahun mengalami kenaikan, yaitu dari 58,3 pada tahun 2005 menjadi 65,0 pada tahun 2009. Pada periode tersebut kenaikan rasio elektrifikasi pada wilayah-wilayah Jawa- Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan pulau lainnya diperlihatkan pada Tabel 3.3 berikut ini. Tabel 3.3 Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah 2005 2006 2007 2008 2009 Indonesia 58,3 59,0 60,8 62,3 65.0 Jawa-Bali 63,1 63,9 66,3 68,0 69,8 Sumatra 55,8 57,2 56,8 60,2 63,5 Kalimantan 54,5 54,7 54,5 53,9 55,1 Sulawesi 53,0 53,2 53,6 54,1 54,4 Indonesia Bag Timur 30,1 30,6 30,6 30,6 31,8