42 RUPTL 2010 - 2019
disamping untuk mengatasi bottleneck, meningkatkan keandalan sistem, dan memenuhi kriteria mutu tegangan tertentu.
Untuk mendapatkan keandalan yang lebih baik pada jaringan 20 kV, busbar 20 kV direncanakan dengan kriteria N-1, hal ini berarti dalam suatu gardu induk
harus terdapat minimal 2 trafo GI. Apabila kriteria ini diberlakukan, penambahan kapasitas trafo diperlukan bila pembebanan trafo telah mencapai 70 untuk GI
dengan jumlah trafo 3 buah, atau pembebanan trafo mencapai 60 untuk GI dengan jumlah trafo 2 buah. Dengan mempertimbangkan bahwa pada
beberapa lokasi GI dapat dilakukan manuver jaringan 20 kV, maka kriteria keandalan ini hanya diterapkan pada jaringan dengan beban-beban yang kritis
dan tidak ada peluang untuk manuver jaringan. Kriteria yang pada umumnya diterapkan dalam RUPTL ini adalah kebutuhan
penambahan kapasitas trafo di suatu GI ditentukan pada saat pembebanan trafo mencapai 80 untuk sistem Jawa Bali dan 70 untuk sistem Indonesia
Timur dan Barat. Jumlah unit trafo yang dapat dipasang pada suatu GI dibatasi oleh ketersediaan
lahan, kapasitas transmisi dan jumlah penyulang keluar yang dapat ditampung oleh GI tersebut. Dengan kriteria tersebut suatu GI dapat mempunyai 3 atau
lebih unit trafo. Sebuah GI baru diperlukan jika GI-GI terdekat yang ada tidak dapat menampung pertumbuhan beban lagi karena keterbatasan tersebut.
Pengembangan GI baru juga dimaksudkan untuk mendapatkan tegangan yang baik di ujung jaringan tegangan menengah.
4.1.3 Perencanaan Distribusi
Perencanaan sistem distribusi dibuat dengan memperhatikan kriteria sebagai berikut:
• Membatasi panjang maksimum saluran distribusi JTM dan JTR untuk menjaga agar tegangan pelayanan sesuai standar SPLN 72:1987.
• Konfigurasi JTM untuk kota-kota besar dapat berupa topologi jaringan yang lebih andal seperti spindle, sementara konfigurasi untuk kawasan luar kota
minimal berupa saluran radial yang dapat dipasok dari 2 sumber. • Mengendalikan susut teknis jaringan distribusi pada tingkat yang optimal.
RUPTL 2010 - 2019 43
• Program listrik desa dilaksanakan dalam kerangka perencanaan sistem kelistrikan secara menyeluruh dan tidak memperburuk kinerja jaringan dan
biaya pokok produksi. Selain itu perencanaan sistem distribusi juga diarahkan untuk meningkatkan
kontinuitas pasokan kepada pelanggan menekan SAIDI dan SAIFI dengan upaya :
• Membangun SCADA Distribusi untuk ibukota propinsi dan kota-kota lain yang minimal dipasok oleh 2 Gardu Induk dan 15 feeder,
• Mengoptimalkan pemanfaatan recloser atau AVS yang terpasang di SUTM, dikoordinasikan dengan reclosing relay penyulang di GI. Memonitor
pengoperasian recloser atau AVS, dan menyempurnakan metode pemeliharaan-periodiknya.
Sasaran perencanaan sistem distribusi adalah menyediakan sarana pendistribusian tenaga listrik yang cukup, andal, berkualitas, efisien, dan susut
teknis wajar. Perencanaan kebutuhan fisik jaringan distribusi dikelompokkan dalam beberapa
jenis, yaitu : – Perluasan sistem distribusi untuk mengantisipasi pertumbuhan penjualan
energi listrik – Mempertahankan meningkatkan keandalan reliability dan kualitas
pelayanan tenaga listrik pada pelanggan power quality. – Menurunkan susut teknis jaringan
– Rehabilitasi jaringan tua. – Pengembangan dan perbaikan sarana pelayanan
Kebutuhan fisik yang diperlukan untuk perluasan sistem distribusi dalam rangka mengantisipasi pertumbuhan beban puncak sebagai akibat pertumbuhan
penjualan energi merupakan fungsi dari beberapa variabel yaitu antara lain : – Beban puncak di sisi tegangan menengah TM dan tegangan rendah TR,
– Luas area yang dilayani, – Distribusi beban tersebar merata, terkonsentrasi, dsb,
– Jatuh tegangan maksimum yang diperbolehkan pada jaringan, – Ukuran penampang konduktor yang dipergunakan,
44 RUPTL 2010 - 2019
– Fasilitas sistem distribusi terpasang jaringan tegangan menengahJTM, gardu distribusiGD, jaringan tegangan rendahJTR, automatic voltage
regulatorAVR dsb. Dengan didorongnya pengembangan energi terbarukan oleh pemerintah seperti
dimaksud dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 tahun 2009, maka pembangkit energi terbarukan sampai dengan 10 MW dapat tersambung
langsung ke jaringan distribusi. Penyambungan pembangkit tersebut harus memenuhi ketentuan Aturan Distribusi Distribution Code.
4.2 ASUMSI DALAM PRAKIRAAN KEBUTUHAN TENAGA LISTRIK
Merujuk pada Pasal 28 dan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, PLN selaku Pemegang Ijin Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik untuk Umum wajib menyediakan tenaga listrik secara terus- menerus, dalam jumlah yang cukup dan dengan mutu dan keandalan yang
baik. Dengan demikian PLN harus mampu melayani kebutuhan tenaga listrik saat ini maupun di masa yang akan datang agar PLN dapat memenuhi
kewajiban yang diminta oleh Undang-Undang tersebut. Sebagai langkah awal PLN harus dapat memperkirakan kebutuhan tenaga listrik paling tidak hingga
10 tahun ke depan. Kebutuhan tenaga listrik pada suatu daerah didorong oleh tiga faktor utama,
yaitu pertumbuhan ekonomi, program elektrifikasi dan pengalihan captive power ke jaringan PLN.
Pertumbuhan ekonomi dalam pengertian yang sederhana adalah proses meningkatkan output barang dan jasa. Proses tersebut memerlukan tenaga
listrik sebagai salah satu input untuk menunjangnya, disamping input-input barang dan jasa lainnya. Disamping itu hasil dari pertumbuhan ekonomi adalah
peningkatan pendapatan masyarakat yang mendorong peningkatan permintaan barang-barang peralatan listrik seperti radio, TV, AC, lemari es dan lainnya.
Akibatnya permintaan tenaga listrik akan meningkat. Faktor kedua adalah program elektrifikasi. Walaupun peningkatan rasio
elektrifikasi bukan menjadi tugas PLN, namun karena PLN wajib menyediakan tenaga listrik pada wilayah usahanya secara terus-menerus dengan mutu dan
keandalan yang baik, maka PLN perlu melistriki semua masyarakat yang ada dalam wilayah usahanya. Hal ini secara langsung akan menjaga eksistensi
RUPTL 2010 - 2019 45
wilayah usaha PLN dan sekaligus meningkatkan rasio elektrifikasi di Indonesia, khususnya pada daerah-daerah yang telah menjadi wilayah usaha PLN.
PLN dalam RUPTL ini berencana untuk menambah pelanggan baru yang besar, yaitu rata-rata 2,6 juta per tahun, sehingga rasio elektrifikasi akan
mencapai 91 pada tahun 2019. Penambahan pelanggan baru tersebut tidak hanya mencakup mereka yang berada di wilayah usaha PLN saat ini tetapi juga
mencakup mereka yang berada di luar wilayah usaha. Faktor ketiga yang menjadi pendorong pertumbuhan permintaan tenaga listrik
PLN adalah pengalihan dari captive power penggunaan pembangkit sendiri berbahan bakar minyak menjadi pelanggan PLN. Captive power ini timbul
sebagai akibat dari ketidakmampuan PLN memenuhi permintaan pelanggan di suatu daerah, terutama pelanggan industri dan bisnis. Bilamana kemampuan
PLN untuk melayani di daerah tersebut telah meningkat, maka captive power ini dengan berbagai pertimbangannya akan beralih menjadi pelanggan PLN.
Pengalihan captive power ke PLN juga didorong oleh tingginya harga BBM untuk membangkitkan tenaga listrik milik konsumen industri bisnis, sementara
harga jual listrik PLN relatif lebih murah. Faktor ketiga ini sangat bergantung kepada kemampuan pasokan PLN di suatu daerahsistem kelistrikan dan
skema bisnis jual beli listrik PLN dengan captive power, jadi tidak berlaku umum.
Secara umum, kondisi sistem kelistrikan PLN saat ini belum memungkinkan melayani pengalihan dari captive power menjadi pelanggan PLN.
Mengingat kondisi tersebut Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan melalui Peraturan Menteri ESDM nomor 31 tahun 2009 yang mewajibkan PLN membeli
listrik dari pembangkit listrik yang menggunakan energi terbarukan serta excess power sampai dengan 10 MW dalam rangka melayani kebutuhan pelanggan
dan masyarakat. Faktor lain yang bisa mempengaruhi pertumbuhan kebutuhan listrik adalah
kemampuan finansial perusahaan untuk melakukan investasi dalam rangka melayani kebutuhan pelanggan dan masyarakat untuk mendapatkan pasokan
listrik yang cukup dan andal. Penyambungan pelanggan baru tergantung dari ketersediaan pendanaan.