Wilayah Operasi Indonesia Barat

RUPTL 2010 - 2019 79 Analisis sensitivitas dilakukan dengan membuat 4 cases di luar base case 24 untuk sistem Jawa Bali, karena sistem ini merupakan sistem terbesar di Indonesia dan analisis yang diperoleh dapat menggambarkan situasi di wilayah- wilayah lainnya. Perubahan harga bahan bakar dalam analisis sensitivitas diberikan pada Tabel 4.28. Tabel 4.28 Variasi Harga Bahan Bakar Dalam Analisis Sensitivitas Case Harga Crude Oil USbarel Coal USton Gas USmmbtu LNG USmmbtu Base Case 75 70 6 10 Case 1 130 70 6 10 Case 2 75 50 6 10 Case 3 75 100 6 10 Case 4 75 70 7 10 Tabel 4.29 Hasil Analisis Sensitivitas Terhadap Perubahan Harga Bahan Bakar No Case Study Satuan Base Case Case 1 Case 2 Case 3 Case 4 1 Harga bahan bakar Crude Oil USDbarrel 75 130 75 75 75 Batubara USDton 70 70 50 100 70 Gas USDmmbtu 6 6 6 6 7 LNG USDmmbtu 10 10 10 10 10 2 Objective Function Juta USD 58.063 58.090 55.542 65.338 59.550 100 100 96 113 103 3 Penambahan Kapasitas PLTU MW 24.800 24.800 28.800 16.800 29.800 PLTGU MW 6.750 6.750 3.000 15.000 3.000 PLTG MW 1.800 1.800 1.600 1.600 600 Jumlah MW 33.350 33.350 33.400 33.400 33.400 Case 1 dimaksudkan untuk memahami dampak kenaikan harga minyak mentah terhadap rencana pengembangan sistem, Case 2 untuk melihat dampak penurunan harga batubara, Case 3 untuk melihat pengaruh kenaikan harga batubara, dan Case 4 untuk memahami dampak kenaikan harga gas. Hasil simulasi pada Case 1 menunjukkan bahwa kenaikan harga minyak menjadi US130 tidak mengubah konfigurasi pembangkit jenis, kapasitas dan 24 Base case adalah case yang diadopsi dalam RUPTL 2010 – 2019 ini. 80 RUPTL 2010 - 2019 jadwal, dan hanya sedikit menaikkan nilai objective function biaya sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.26. Hal ini dapat dimengerti karena porsi pemakaian BBM memang sangat kecil, yaitu hanya 1 dari fuel mix pada tahun 2019, dengan demikian RUPTL ini tidak sensitif terhadap perubahan harga minyak. Sementara penurunan harga batubara dari 75 menjadi 50 pada Case 2 akan menambah kapasitas PLTU batubara dari 24.800 MW base case menjadi 28.800 MW Case 2, dengan mengambil alih pembangkit berbahan bakar gas PLTGU. Hal ini menunjukkan bahwa RUPTL ini sangat sensitif terhadap penurunan harga batubara. Namun banyaknya PLTU batubara akan menyebabkan pembangkit yang seharusnya memikul beban dasar menjadi beroperasi dengan CF yang rendah karena sebagian daripadanya akan mengambil peran combined cycle sebagai pemikul beban medium. Sebaliknya jika harga batubara naik dari 75 menjadi 100 Case 3, maka kapasitas PLTU batubara hanya akan menurun dari 24.800 MW base case menjadi 16.800 MW dan peranannya digantikan dengan pembangkit berbahan bakar gas. Apabila harga gas naik sedikit dari 6 menjadi 7 Case 4, maka kapasitas pembangkit batubara akan naik tajam dari 24.800 MW base case menjadi 29.800 MW. Hal ini menunjukkan bahwa RUPTL sangat sensitif terhadap kenaikan harga gas. Harga gas sebesar 6 merupakan harga tertinggi dimana combined cycle plants masih dapat bersaing dengan kandidat pembangkit lainnya. Apabila harga gas lebih tinggi dari 6, maka combined cycle tidak dapat bersaing secara ekonomi dengan PLTU pada harga batubara 70, dan peranan pembangkit medium unit akan diambil oleh PLTU batubara.

4.7 PROYEKSI EMISI CO2

Proses perencanaan sistem pada RUPTL 2010-2019, sebagaimana dapat dilihat pada butir 2.2 mengenai kebijakan pengembangan kapasitas pembangkit dan butir 4.1 mengenai kriteria perencanaan pembangkit, belum memperhitungkan biaya emisi CO 2 sebagai salah satu variabel biaya. Namun demikian, RUPTL ini tidak mengabaikan aspek emisi CO 2 . Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kandidat PLTP dan PLTA yang ditetapkan masuk dalam sistem kelistrikan walaupun mereka bukan merupakan solusi biaya terendah. Penggunaan teknologi boiler supercritical di pulau Jawa juga membuktikan RUPTL 2010 - 2019 81 bahwa PLN peduli dengan upaya mengurangi emisi CO 2 dari pembangkitan tenaga listrik. Banyaknya emisi dihitung dari jumlah bahan bakar yang digunakan dan dikonversi menjadi emisi CO 2 dalam ton CO 2 dengan menggunakan faktor pengali emission factor yang diterbitkan oleh IPCC 25 . 4.7.1 Baseline Emisi CO 2 Tanpa Intervensi Kebijakan Pemerintah Murni Least Cost Pengembangan pembangkitan yang semata-mata berdasarkan prinsip least- cost tanpa mempertimbangkan intervensi kebijakan pemerintah seperti pengembangan PLTP dan energi terbarukan lainnya akan menghasilkan rencana pengembangan pembangkit yang sangat didominasi oleh PLTU batubara. Rencana pengembangan ini selanjutnya disebut sebagai baseline. Sistem Jawa Bali Gambar 4.8 menunjukkan jumlah emisi CO 2 yang akan dihasilkan oleh skenario baseline untuk sistem Jawa Bali. Gambar 4.8 Proyeksi Komposisi Pembangkit dan Jumlah Emisi CO 2 Sistem Jawa Bali Skenario Baseline Pengembangan pembangkit dengan skenario baseline untuk sistem Jawa Bali akan menghasilkan penambahan PLTU batubara konvensional sebesar 25 IPCC Intergovernmental Panel on Climate Change, 2006 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. ‐ 25.0 50.0 75.0 100.0 125.0 150.0 175.0 200.0 225.0 250.0 ‐ 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000 2010 2012 2014 2016 2018 2020 MW million tCO2 COAL OIL GAS GEOTHERMAL HYDRO NUCLEAR EMISI