RUPTL 2010 - 2019 113
Untuk itu kebijakan pemerintah mengenai penggunaan gas alam di dalam negeri sangat diperlukan guna meningkatkan efisiensi bauran energi secara
nasional. Pada dasarnya pembangkit-pembangkit berbahan bakar gas alam dioperasikan
untuk memikul beban menengah. Pasal-pasal perjanjian pada beberapa kontrak pasokan gas alam beberapa pembangkit dioperasikan untuk
berkontribusi mengisi beban dasar. Kendala dalam memperoleh pasokan gas yang cukup dan berkelanjutan telah
mendorong pemanfaatan batubara yang lebih banyak untuk pembangkit tenaga listrik, sehingga PLTU batubara di masa depan juga berperan sebagai pemikul
beban menengah dengan faktor kapasitas yang relatif rendah 50-70. Kondisi operasi semacam ini menuntut keluwesan pengoperasian PLTU yang
dapat dipenuhi oleh PLTU dengan teknologi supercritical.
6.2.3 Energi Baru dan Terbarukan
Mengacu kepada beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh berbagai pihak, antara lain oleh JICA bersama Direktorat Jenderal Mineral Batubara dan
Panasbumi pada tahun 2007 berjudul Master Plan Study for Geothermal Power Development in the Republic of Indonesia dan Hydro Power Potential Study
oleh PLN pada tahun 1982, potensi energi terbarukan untuk pembangkitan tenaga listrik cukup besar.
Menurut Master Plan Study panas bumi tersebut, potensi panas bumi Indonesia yang dapat dieksploitasi adalah 9.000 MW tersebar di 50 lapangan, dengan
potensi minimal sebesar 12.000 MW. Dalam RUPTL ini terdapat cukup banyak proyek PLTP yang akan dikembangkan, terutama di Sumatra, Jawa dan
Sulawesi Utara. Tahun proyek PLTP tersebut beroperasi tergantung pada kesiapannya, pada umumnya bervariasi antara tahun 2014 dan 2018, kecuali
pengembangan PLTP existing yang dapat diperluas dengan cepat. RUPTL ini juga memuat cukup banyak proyek-poyek PLTA, yaitu mencapai
sekitar 4.740 MW hingga tahun 2019. Sedangkan potensi tenaga air keseluruhan menurut studi Hydro Power tersebut
adalah 75.000 MW. Potensi biomasa juga sangat besar 49.810 MW, dan energi alternatif lainnya seperti tenaga matahari, angin, dan ombak juga
114 RUPTL 2010 - 2019
tersedia. Besarnya potensi dan pemanfaatan energi terbarukan dapat dilihat pada Tabel 6.3.
Kendala yang dihadapi dalam mengembangkan PLTP dan PLTA adalah kesulitan dana investasi dan kenyataan bahwa banyak dari potensi PLTP dan
PLTA berlokasi di hutan lindung dan bahkan hutan konservasi.
Tabel 6.3 Potensi dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan
Jenis Satuan
Potensi Developed
PLTP MW
27.140 827
3.047 PLTA
MW 75.000
4.125 5.500
PLT Surya GW
1.200 0.001
PLT Angin MW
9.290 1
0.006 Biomassa
MW 49.810
445 0.9
Biogas MW
680 Gambut
106 BoE 16.880
Tidal MW
240.000
6.2.4 Nuklir
Dalam RUPTL ini belum terdapat program pengembangan tenaga nuklir. Hal ini terjadi karena dalam proses optimisasi pemilihan kandidat pembangkit, ternyata
pembangkit listrik tenaga nuklir PLTN tidak dapat bersaing dengan jenis pembangkit lainnya, seperti PLTU batubara kelas 1.000 MW supercritical.
Kesulitan terbesar dalam perencanaan PLTN adalah tidak jelasnya biaya kapital dan biaya OM yang terkait dengan spent fuel disposal, dan biaya
decommisioning. Untuk biaya kapital misalnya, sebuah studi bersama antara PLN dan sebuah perusahaan listrik dari luar negeri mengindikasikan biaya
pembangunan PLTN sebesar 1.700kW EPC saja atau 2.300kW setelah memperhitungkan biaya bunga pinjaman selama konstruksi. Angka tersebut
kini dipandang terlalu rendah, karena menurut laporan mutakhir tahun 2009, biaya pembangunan PLTN pada beberapa negara telah mencapai US 3.500
hingga US 5.500 kW. Selain itu harga uranium dunia juga terus naik sejalan dengan kebangkitan
program tenaga nuklir pada banyak negara di dunia. Harga uranium yang pada tahun 2006 adalah sekitar US 30 per lb, saat ini telah mencapai US 130lb.
Kenaikan harga uranium ini sebetulnya tidak banyak mempengaruhi keekonomian PLTN mengingat beroperasinya PLTN hanya memerlukan