RUPTL 2010 - 2019 111
Pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batubara di seluruh Indonesia dalam 10 tahun ke depan diperkirakan sebesar 32.659 MW. Sekitar 30 dari
kapasitas tersebut akan berupa pembangkit mulut tambang yang memanfaatkan batubara lignite yang sebagian besar berada di Sumatra.
Pembangkit berbahan bakar batubara dirancang untuk memikul beban dasar karena harga bahan bakar ini relatif paling rendah dibandingkan harga bahan
bakar fosil lainnya. Namun pembakaran batubara menghasilkan emisi karbon dioksida yang menimbulkan efek pemanasan global, disamping menghasilkan
polusi partikel dan bahan kimia yang dapat merusak lingkungan lokal. Dengan demikian pengembangan pembangkit listrik berbahanbakar batubara harus
memperhatikan dampak lingkungan yang ditimbulkannya. Penggunaan teknologi supercritical boiler adalah sangat dianjurkan karena menghasilkan
emisi yang lebih sedikit untuk setiap kWh listrik yang dihasilkannya, disamping penggunaan electrostatic precipitator dan flue gas desulphurization yang juga
sangat dianjurkan. Teknologi batubara bersih clean coal technology yang lebih maju, seperti IGCC integrated gassification combined cycle dan CCS carbon
capture storage belum direncanakan dalam RUPTL ini. Walaupun emisi CO
2
belum diperhitungkan secara internal di dalam model optimisasi pengembangan pembangkit, namun RUPTL 2010-2019 ini telah
merencanakan sejumlah besar proyek emisi rendahnol seperti PLTP dan hidro, disamping menggunakan pembangkit supercritical di sistem Jawa Bali.
Mengenai hal ini dapat dilihat kembali pada butir 4.6. Kendala utama yang dihadapi PLN mengenai batubara adalah security of
supply. Security of supply batubara sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah mengenai domestic market obligation DMO dan batasan harga
dalam negeri disamping kesiapan infrastruktur seperti jalan, jembatan, dermaga dan alat transportasi yang masih terbatas khususnya persiapan untuk proyek
percepatan 10.000 MW. Kenaikan harga minyak mentah dunia hingga US140barel pada semester 1 tahun 2008 telah mendorong kenaikan harga
batubara di pasar dunia yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah. Pada saat yang sama harga batubara berkualitas tinggi telah menembus angka
US 100 per ton, dan harga tinggi ini telah mendorong produsen batubara Indonesia untuk mengekspor batubaranya ke pasar dunia, terutama ke Cina
dan India. Masalah kesiapan infrastruktur memerlukan perhatian yang sungguh- sungguh dari semua pihak agar batubara yang tersedia di tambang dapat
sampai ke pembangkit sesuai rencana.
112 RUPTL 2010 - 2019
6.2.2. Gas Alam
Walaupun Indonesia tidak diperhitungkan sebagai pemilik cadangan gas terbesar dalam skala dunia, namun cadangan gas alam di Indonesia cukup
besar, yaitu diperkirakan 164,99 Tscf yang tersebar terutama di kepulauan Natuna Riau Kepulauan sebesar 53,06 Tscf , Sumatera Selatan 26,68 Tscf,
dan di Kalimantan Timur sebesar 21,49 Tscf serta Tangguh di Irian Jaya yang diperkirakan setara dengan cadangan di Natuna.
Kebutuhan gas alam untuk pembangkitan tenaga listrik terkendala oleh adanya sumber-sumber gas alam Indonesia yang telah terikat dengan kontrak jangka
panjang dengan pembeli luar negeri, dan adanya kompetisi penggunaan gas untuk kepentingan di luar kelistrikan, seperti industri pupuk dan industri
petrokimia lainnya. Seperti halnya dengan batubara, harga gas alam juga terkait secara ketat
dengan harga minyak mentah, sehingga pada 2 tahun terakhir ini harga gas alam juga telah naik sangat tajam. Pada tahun 2005 harga gas alam di pasar
energi nasional adalah sekitar US 3mmbtu, namun pada semester 1 tahun 2008 harga gas alam telah naik menjadi US 6mmbtu dan setiap saat naik
terus sejalan dengan kenaikan harga minyak mentah. Kendala lain dari penggunaan gas alam untuk pembangkit listrik PLN adalah
belum siapnya pipa transmisi gas alam ataupun fasilitas pendukung dari sumber-sumbernya ke pusat pembangkit yang sebagian besar berlokasi di
pulau Jawa. Pada beberapa tahun terakhir ini pasokan gas kepada pembangkit PLN sangat
menurun dan pengembangan infrastruktur penyaluran gas dari sumur-sumur baru ke pembangkit PLN tidak ada. Sementara itu pembangkit PLN khususnya
PLTGU berada di lokasi yang sangat strategis, yaitu di pusat beban, dan peranannya tidak dapat digantikan oleh pembangkit di tempat lain karena
kendala transmisi. Situasi tersebut memaksa PLN untuk mencari LNG untuk digunakan pada pembangkit dimaksud walaupun harga LNG relatif tinggi. Pada
saat ini telah direncanakan 3 lokasi LNG floating receiving terminal yaitu di Medan untuk memasok PLTGU Belawan, di Jakarta untuk memasok PLTGU
Muara Karang dan Priok, serta di Grati untuk memasok PLTGU Grati.
RUPTL 2010 - 2019 113
Untuk itu kebijakan pemerintah mengenai penggunaan gas alam di dalam negeri sangat diperlukan guna meningkatkan efisiensi bauran energi secara
nasional. Pada dasarnya pembangkit-pembangkit berbahan bakar gas alam dioperasikan
untuk memikul beban menengah. Pasal-pasal perjanjian pada beberapa kontrak pasokan gas alam beberapa pembangkit dioperasikan untuk
berkontribusi mengisi beban dasar. Kendala dalam memperoleh pasokan gas yang cukup dan berkelanjutan telah
mendorong pemanfaatan batubara yang lebih banyak untuk pembangkit tenaga listrik, sehingga PLTU batubara di masa depan juga berperan sebagai pemikul
beban menengah dengan faktor kapasitas yang relatif rendah 50-70. Kondisi operasi semacam ini menuntut keluwesan pengoperasian PLTU yang
dapat dipenuhi oleh PLTU dengan teknologi supercritical.
6.2.3 Energi Baru dan Terbarukan
Mengacu kepada beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh berbagai pihak, antara lain oleh JICA bersama Direktorat Jenderal Mineral Batubara dan
Panasbumi pada tahun 2007 berjudul Master Plan Study for Geothermal Power Development in the Republic of Indonesia dan Hydro Power Potential Study
oleh PLN pada tahun 1982, potensi energi terbarukan untuk pembangkitan tenaga listrik cukup besar.
Menurut Master Plan Study panas bumi tersebut, potensi panas bumi Indonesia yang dapat dieksploitasi adalah 9.000 MW tersebar di 50 lapangan, dengan
potensi minimal sebesar 12.000 MW. Dalam RUPTL ini terdapat cukup banyak proyek PLTP yang akan dikembangkan, terutama di Sumatra, Jawa dan
Sulawesi Utara. Tahun proyek PLTP tersebut beroperasi tergantung pada kesiapannya, pada umumnya bervariasi antara tahun 2014 dan 2018, kecuali
pengembangan PLTP existing yang dapat diperluas dengan cepat. RUPTL ini juga memuat cukup banyak proyek-poyek PLTA, yaitu mencapai
sekitar 4.740 MW hingga tahun 2019. Sedangkan potensi tenaga air keseluruhan menurut studi Hydro Power tersebut
adalah 75.000 MW. Potensi biomasa juga sangat besar 49.810 MW, dan energi alternatif lainnya seperti tenaga matahari, angin, dan ombak juga