KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN

22 RUPTL 2010 - 2019

3.1.1 Jumlah Pelanggan

Realisasi jumlah pelanggan selama tahun 2005 – 2009 mengalami peningkatan dari 34,4 juta menjadi 41,0 juta atau bertambah rata-rata 1,12 juta tiap tahunnya. Penambahan pelanggan terbesar masih terjadi pada sektor rumah tangga, yaitu rata-rata 0,98 juta per tahun, diikuti sektor bisnis dengan rata-rata 67 ribu pelanggan per tahun, sektor publik rata-rata 95 ribu pelanggan per tahun dan terakhir sektor industri rata-rata 270 pelanggan per tahun. Tabel 3.2 menunjukkan perkembangan jumlah pelanggan PLN menurut sektor pelanggan dalam lima tahun terakhir. Tabel 3.2 Perkembangan Jumlah Pelanggan [Ribu Unit] Jenis pelanggan 2005 2006 2007 2008 2009 Rumah tangga 32.025,7 32.954,5 34.508,1 35.835,5 36.897,0 Bisnis 1.436,1 1.633,1 1.585,1 1.687,3 1.770,4 Publik 1.856,7 1.856,7 1.977,6 2.104,5 2.329,3 Industri 46,3 46,2 46,6 47,3 47,6 total 35.364,8 36.490,5 38.117,4 39.674,6 41.044,4

3.1.2 Rasio Elektrifikasi

Rasio elektrifikasi didefinisikan sebagai jumlah rumah tangga yang sudah berlistrik dibagi dengan jumlah rumah tangga yang ada. Perkembangan rasio elektrifikasi secara nasional dari tahun ke tahun mengalami kenaikan, yaitu dari 58,3 pada tahun 2005 menjadi 65,0 pada tahun 2009. Pada periode tersebut kenaikan rasio elektrifikasi pada wilayah-wilayah Jawa- Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan pulau lainnya diperlihatkan pada Tabel 3.3 berikut ini. Tabel 3.3 Perkembangan Rasio Elektrifikasi Wilayah 2005 2006 2007 2008 2009 Indonesia 58,3 59,0 60,8 62,3 65.0 Jawa-Bali 63,1 63,9 66,3 68,0 69,8 Sumatra 55,8 57,2 56,8 60,2 63,5 Kalimantan 54,5 54,7 54,5 53,9 55,1 Sulawesi 53,0 53,2 53,6 54,1 54,4 Indonesia Bag Timur 30,1 30,6 30,6 30,6 31,8 RUPTL 2010 - 2019 23 Pada tabel tersebut terlihat bahwa terjadi pertumbuhan rasio elektrifikasi yang tidak merata pada masing-masing daerah, dengan rincian sebagai berikut : • Jawa Bali dan Sumatera : rasio elektrifikasi mengalami pertumbuhan paling tinggi, yaitu sekitar 1,1 per tahun, • Kalimantan : rasio elektrifikasi mengalami penurunan dalam dua tahun terakhir, disebabkan oleh keterbatasan pembangkitan yang tidak sebanding dengan pertambahan jumlah rumah tangga. • Sulawesi : rasio elektrifikasi mengalami pertumbuhan relatif rendah, hanya 0,5 per tahun disebabkan keterbatasan kemampuan pembangkit, meskipun sebagian pemerintah daerah sudah memberikan bantuan penyediaan pembangkit dan jaringan distribusi. • Indonesia bagian timur : rasio elektrifikasi mengalami pertumbuhan sangat rendah, hanya 0,1 per tahun. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan pembangkit, atau karena pemanfaatan sumber energi terbarukan masih terbatas dan jauh dari pemukiman penduduk.

3.1.3 Pertumbuhan Beban Puncak

Pertumbuhan beban puncak sistem Jawa Bali dalam 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.4. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa beban puncak tumbuh relatif rendah, yaitu rata-rata 3,9, dengan load factor yang terus meningkat, hal ini dicerminkan juga oleh pertumbuhan energi yang relatif tinggi, yaitu rata-rata 5,4 lihat tabel 3.1. Perbaikan load factor terjadi karena adanya kebijakan pembatasan penggunaan daya pada saat beban puncak pada konsumen besar dan penerapan tarif multiguna untuk mengendalikan pelanggan baru. Tabel 3.4 Pertumbuhan Beban Puncak Sistem Jawa Bali 2005 – 2009 Deskripsi Satuan 2005 2006 2007 2008 2009 Kapasitas MW 19.466 22.126 22.236 22.296 22.906 Daya Mampu Beban Puncak Bruto MW MW 15.741 15.359 17.960 15.954 20.309 16.840 20.369 16.892 21.784 17.671 Beban Puncak Netto MW 14.821 15.396 16.251 16.301 17,211 Pertumbuhan 2,9 3,9 5,6 0,3 5,6 Faktor Beban 75 75 76 78,7 77,7 24 RUPTL 2010 - 2019 Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, sistem kelistrikan di luar Jawa-Bali mengalami pertumbuhan beban puncak rata-rata 10,0 dengan pertumbuhan tertinggi terjadi di Sumatera, yaitu 11,3. Sedangkan sistem Kalimantan hanya tumbuh rata-rata 6, karena pertumbuhan beban masih terkendala oleh keterbatasan pasokan dari pembangkit yang ada.

3.2 KONDISI SISTEM PEMBANGKITAN

Pada tahun 2009 kapasitas terpasang pembangkit PLN dan IPP di Indonesia sebesar 30.320 MW yang terdiri dari 22.906 MW di sistem Jawa-Bali dan kapasitas terpasang untuk Wilayah Operasi Indonesia Barat dan Indonesia Timur sebesar 7.414 MW. Wilayah Operasi Indonesia Barat dan Indonesia Timur Kapasitas terpasang pembangkit milik PLN dan IPP yang tersebar di sistem Indonesia Barat dan Indonesia Timur pada saat ini adalah 7.414 MW dengan perincian ditunjukkan pada Tabel 3.5. Kapasitas pembangkit tersebut sudah termasuk IPP dengan kapasitas 612 MW. Dengan daya terpasang sebesar itu, daya mampu pembangkit hanya sekitar 5.560 MW atau 75 dari kapasitas terpasang. Hal ini disebabkan oleh karena sistem pembangkitan tersebut masih didominasi oleh PLTD sebesar 2.627 MW sekitar 35, dan sekitar 1.600 MW PLTD tersebut telah berusia lebih dari 10 tahun. Beban puncak sistem kelistrikan Indonesia Barat dan Indonesia Timur, diperkirakan akan mencapai sekitar 6.398 MW pada tahun 2009. Jika beban puncak dibandingkan dengan daya mampu pembangkit pada saat ini dengan mempertimbangkan cadangan sebesar 30, maka diperkirakan akan terjadi kekurangan sekitar 1.600 MW. Untuk menanggulangi kekurangan pembangkit tersebut, hampir seluruh unit usaha PLN telah melakukan sewa pembangkit dari pihak swasta atau memperoleh bantuan dari pemerintah daerah setempat. Sewa pembangkit dan pembelian excess power oleh PLN Wilayah Operasi Indonesia Barat dan Indonesia Timur telah mencapai 1.067 MW pada tahun 2009 dengan perincian seperti ditampilkan pada Tabel 3.6.