PROGRAM MITIGASI RISIKO ANALISIS RISIKO RUPTL 2010-2019

123 LAMPIRAN A1 SISTEM INTERKONEKSI SUMATERA A1.1 Proyeksi Kebutuhan Tenaga Listrik Produksi listrik pada sistem Sumatera diperkirakan meningkat rata-rata 10,9 per tahun antara tahun 2010 dan 2019, yaitu meningkat dari 21.533 GWh pada tahun 2010 menjadi 54.807 GWh pada tahun 2019. Sekitar 43 dari produksi tersebut adalah untuk memenuhi demand di sistem Sumatera bagian utara Sumbagut dan selebihnya nya untuk Sumatera bagian Selatan Sumbagsel. Faktor beban diperkirakan antara 65.4 sampai 66.9. Beban puncak sistem Sumatera pada tahun 2010 adalah 3.743 MW dan akan tumbuh rata-rata 10.7 per tahun, sehingga menjadi 9.355 MW pada tahun 2019. Proyeksi kebutuhan listrik sistem Sumatera tahun 2010 – 2019 ditunjukkan pada Lampiran A1.1. A1.2 Neraca Daya Sistem interkoneksi masih lemah Walaupun telah dibangun transmisi 150 kV Baganbatu – Rantauprapat yang menghubungkan sistem Sumbagut dan Sumbagselteng, namun kedua sistem tersebut pada dasarnya secara elektris masih terpisah. Kedua sistem ini belum dapat dioperasikan sebagai satu sistem interkoneksi karena terkendala oleh masalah stabilitas, yaitu adanya osilasi inter-area pada frekuensi rendah dengan damping sangat rendah antara kelompok generator di Sumbagut dan kelompok generator di Sumbagselteng. Interkoneksi kedua sistem melalui transmisi 275 kV Payakumbuh – Padangsidempuan pada tahun 2012 diharapkan akan dapat mewujudkan sistem interkoneksi Sumatra 1 . Dengan beroperasinya interkoneksi Sumatra, maka sistem Sumbagsel yang memiliki sumber energi primer yang banyak dan murah akan dapat memasok sebagian kebutuhan sistem Sumbagut, walaupun besarnya daya yang dapat ditransfer akan dibatasi oleh limit stabilitas sistem interkoneksi.. 1 Untuk memastikan hal tersebut diperlukan studi small signal stability. 124 Rencana reserve margin tinggi Neraca daya sistem interkoneksi Sumatra direncanakan dengan reserve margin yang tinggi, yaitu mencapai 62 pada tahun 2014 apabila semua proyek pembangkit berjalan dan selesai tepat waktu. Apabila keadaan tersebut benar- benar terjadi maka sistem Sumatra akan mengalami over supply. Namun melihat pengalaman PLN selama ini, tingkat keberhasilan proyek IPP sangat rendah, yaitu hanya sekitar 16. Bahkan banyak proyek pembangkit PLN juga mengalami keterlambatan, termasuk proyek PLN dalam program percepatan tahap 1. Lebih dari itu, dalam RUPTL 2010-2019 ini direncanakan banyak sekali pembangkit panas bumi PLTP yang mencapai 1.595 MW untuk selesai hanya dalam waktu 5 tahun, termasuk PLTP yang masih green field bahkan WKP-nya belum ditender. Proyek PLTP yang diperkirakan dapat selesai pada tahun 2014 adalah PLTP yang WKP-nya telah dimiliki oleh Pertamina. Dari perjelasan diatas dapat dimengerti bahwa perencanaan reserve margin yang tinggi hingga 62 dimaksudkan semata-mata untuk memberikan kepastian yang lebih tinggi kepada masyarakat Sumatra yang telah lama menderita kekurangan listrik bahwa listrik akan tersedia cukup di Sumatra. Penamaan proyek PLTU IPP Proyek-proyek IPP yang belum financial closing, kecuali PLTP, tidak disebut nama lokasinya secara spesifik, namun hanya disebutkan kawasan daerah dimana proyek tersebut berada. Hal ini dimaksudkan agar PLN dapat menawarkan proyek IPP kepada pengembang melalui tender kompetitif. Status beberapa IPP saat ini dalam RUPTL 2010 – 2019 adalah sebagai berikut: PLTU Sumut 2 adalah PLTU Kuala Tanjung; PLTU Sumbar 1 adalah PLTU Kambang; PLTU Sumsel 2 adalah PLTU Keban Agung; PLTU Sumsel 5 adalah PLTU Bayung Lencir; PLTU Sumsel 6 adalah PLTU Mulut Tambang Pendopo; PLTU Sumsel 7 adalah PLTU Sungai Lilin; PLTU Riau Mulut Tambang adalah PLTU Cirenti. Proyek-proyek strategis 1. Proyek PLTU Percepatan Tahap I PLTU Meulaboh, PLTU Pangkalan Susu, PLTU Sumbar Pesisir, PLTU Tarahan dan PLTA Asahan III, merupakan proyek yang sangat strategis karena selain proyek-proyek ini akan dapat mengatasi defisit pasokan daya yang saat ini terjadi juga sekaligus akan mengurangi pemakaian BBM dari pembangkit-pembangkit yang eksisting.