RUPTL 2010 - 2019 19
Dari kebijakan tersebut PLN dalam RUPTL ini merencanakan pengembangan panas bumi yang sangat besar, pembangkit tenaga air skala besar, menengah
dan kecil serta EBT skala kecil tersebar berupa PLTS tenaga surya, PLTB tenaga angin, biomass, bio fuel, gasifikasi batubara energi baru. PLN juga
mendorong penelitian, pengembangan dan penerapan EBT lain seperti OTEC Ocean Thermal Energy Conversion, arus laut dan fuel cell.
20 RUPTL 2010 - 2019
BAB III KONDISI KELISTRIKAN SAAT INI
3.1 PENJUALAN TENAGA LISTRIK
Sebelum krisis ekonomi tahun 199798 penjualan tenaga listrik dalam beberapa tahun mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, rata-rata 13 per tahun.
Namun setelah krisis ekonomi, perkembangan penjualan tenaga listrik mengalami pertumbuhan relatif lebih rendah yaitu 7,3 dengan rincian seperti
terlihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Penjualan Tenaga Listrik PLN TWh
Wilayah 2005
2006 2007
2008 2009
Rata-rata Indonesia
106,09 111,48
119,97 127,63
133,11 Growth
6,88 5,08
7,62 6,38
4,30 6,1
Jawa - Bali 85,39
89,04 95,62
100,77 104,11
Growth 6,79
4,28 7,39
5,39 3,31
5,4 Sumatera
12,45 13,61
14,69 16,44
17,62 Growth
7,23 9,33
7,92 11,87
7,22 8,7
Kalimantan 3,48
3,64 3,92
4,24 4,65
Growth 6,61
4,59 7,63
8,15 9,56
7,3 Sulawesi
3,31 3,57
3,93 4,22
4,59 Growth
6,65 7,64
10,21 7,30
8,77 8,1
Indonesia Bagian Timur 1,45
1,61 1,81
1,96 2,15
Growth 10,57
10,81 12,27
8,33 9,91
10,4
Pada Tabel 3.1 dapat dilihat bahwa pertumbuhan penjualan di Jawa Bali relatif rendah, namun pertumbuhan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Indonesia
bagian timur tetap tinggi. Kecenderungan pertumbuhan penjualan yang rendah di Jawa Bali disebabkan
oleh karena pada periode 2005 – 2009 penambahan kapasitas pembangkit
RUPTL 2010 - 2019 21
relatif kecil
6
sehingga penjualan dikendalikanditekan, penerapan program ‘Daya Max Plus’ DMP, tarif multiguna dan program demand side management
DSM
7
, serta partisipasi pembiayaan penyambungan. Selain itu adanya krisis finansial global yang mulai melanda pada triwulan ketiga 2008 hingga akhir
tahun 2009 mengakibatkan penjualan tenaga listrik tahun 2009 hanya tumbuh 3,31. Keterbatasan kemampuan PLN dalam membangun jaringan transmisi,
gardu induk, trafo dan sistem distribusi juga berkontribusi pada rendahnya penjualan.
Penjualan tenaga listrik di Sumatera tumbuh tinggi, yaitu rata-rata 8,7 per tahun, tidak seimbang dengan penambahan kapasitas pembangkit yang hanya
tumbuh rata-rata 3,3 per tahun sehingga di banyak daerah terjadi krisis daya yang kronis dan penjualan harus ditahan.
Penjualan tenaga listrik di Kalimantan tumbuh rata-rata 7,3 per tahun, sedangkan penambahan kapasitas pembangkit rata-rata hanya 1 pertahun,
sehingga di banyak daerah terjadi krisis daya dan penjualan ditahan. Penjualan tenaga listrik di Sulawesi tumbuh rata-rata 8,1 per tahun,
sementara penambahan kapasitas pembangkit rata-rata hanya 2,4 per tahun, hal ini telah mengakibatkan krisis kelistrikan yang cukup parah khususnya di
Sulawesi Selatan. Penjualan tenaga listrik di Indonesia Bagian Timur tumbuh paling tinggi, rata-
rata 10,4 per tahun, tidak seimbang dengan penambahan kapasitas pembangkit yang hanya tumbuh rata-rata 2,1 pertahun. Hal ini
mengakibatkan krisis kelistrikan yang parah di banyak daerah dan penjualan ditahan.
Pertumbuhan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Indonesia Timur diperkirakan masih berpotensi untuk meningkat jauh lebih tinggi karena daftar
tunggu yang tinggi akibat keterbatasan sisi pasokan dan rasio elektrifikasi yang masih rendah. Sedangkan pertumbuhan di Jawa diperkirakan akan pulih
kembali dari dampak krisis keuangan global mulai tahun 2010.
6
Yaitu sekitar 3.000 MW antara tahun 2005 – 2009 atau rata-rata 600 MW per tahun.
7
Program DSM yang berjalan cukup baik adalah kontrak “Sinergi” di Jawa Barat, dimana konsumen besar diperkenankan menggunakan listrik lebih di luar beban puncak, namun
harus mengurangi pemakaian listrik pada saat beban puncak.