Masalah Mendesak Sistem Jawa Bali

RUPTL 2010 - 2019 39 Dalam perencanaan sistem jangka panjang yang pada hakekatnya adalah perencanaan investasi, aspek-aspek seperti kesulitan pendanaan, keterlambatan penyelesaian proyek project slippage dan kelangkaanketerbatasan sumber energi primer perlu juga diperhitungkan. Akibatnya besaran reserve margin yang diperlukan dalam perencanaan sistem pembangkit jangka panjang di Jawa-Bali ditetapkan lebih besar daripada sekedar memenuhi kriteria LOLP 0.274. Dengan alasan tersebut, reserve margin sistem Jawa Bali ditetapkan sebesar 35. Dengan argumen yang sama, reserve margin pada sistem-sistem di wilayah operasi Indonesia Timur dan Barat ditetapkan sekitar 40 dengan mengingat pula jumlah unit pembangkit yang lebih sedikit, derating yang prosentasenya lebih besar, dan ketidakpastian penyelesaian proyek pembangkit IPP yang lebih tinggi. Pembangkit energi terbarukan, khususnya panasbumi dan tenaga air, dalam proses optimisasi diperlakukan sebagai fixed system dipaksaditetapkan masuk sistem pada tahun-tahun yang sesuai dengan kesiapan proyek tersebut. Pada sistem Jawa Bali, kandidat pembangkit yang dipertimbangkan untuk rencana pengembangan adalah PLTU batubara supercritical 1,000 MW, PLTU batubara 600 MW 11 , PLTU batubara 300 MW, PLTGU gas 750 MW, PLTGU LNG 750 MW, PLTG minyak 200 MW, PLTP 55 MW dan PLTA pumped storage 250 MW 12 . Dalam optimasi sistem Jawa Bali, PLTA pumped storage baru dikompetisikan sebagai peaking unit mulai tahun 2014 karena mempertimbangkan masa konstruksinya yang membutuhkan waktu 6 tahun. Pada sistem Indonesia Timur dan Barat, kandidat pembangkit yang dipertimbangkan adalah PLTU batubara 200 MW, 100 MW, 50 MW dan kelas- kelas yang lebih kecil, serta kandidat PLTGU gas yang kelasnya tergantung pada ketersediaan pasokan yang ada. Rencana pengembangan kapasitas pembangkitan dibuat dengan memperhitungkan proyek-proyek yang sedang berjalan dan yang telah 11 Lebih diinginkan menggunakan teknologi supercritical. 12 Mengacu pada desain PLTA Pumped Storage Upper Cisokan. 40 RUPTL 2010 - 2019 committed 13 , baik proyek PLN maupun IPP, dan tidak memperhitungkan semua pembangkit sewa serta excess power. Selain itu beberapa pembangkit berbahanbakar minyak yang sudah tua, tidak efisien dan dapat digantikan perannya dengan PLTU batubara, direncanakan akan dihapuskan retired. Selanjutnya penambahan kapasitas pembangkit pemikul beban dasar diutamakan berupa pembangkit berbahan bakar batubara, dan pembangkit sumber energi terbarukan panas bumi dan tenaga air non-reservoir. Reserve margin yang tinggi untuk sistem di Indonesia Timur dan Barat hingga 109 pada sistem Kalseltengtim dan dengan jenis pembangkit yang didominasi oleh pembangkit beban dasar geothermal, PLTU batubara akan menyebabkan capacity factor pembangkit beban dasar menjadi relatif sangat rendah. Situasi tersebut hanya akan terjadi jika semua proyek PLN dan IPP yang ada di neraca daya benar-benar direalisasi. Namun pengalaman selama ini mengindikasikan tingkat keberhasilan pelaksanaan proyek-proyek IPP yang relatif rendah, yaitu sekitar 13 jika memperhitungkan semua proposal IPP, atau sekitar 30 jika hanya memperhitungkan mereka yang telah mempunyai PPA atau HOA. Untuk mengantisipasi hal demikian diperlukan adanya reserve margin yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan energidemand pada tahun-tahun mendatang. Dengan demikian neraca daya yang ada dalam RUPTL ini setiap tahun akan dikaji untuk menjadwal-ulang proyek-proyek pembangkit sesuai dengan perkembangan terakhir yang terjadi. Untuk kepentingan perhitungan proyeksi BPP jangka panjang, simulasi produksi dilakukan dengan menggunakan neraca daya yang telah dimodifikasi dengan mengeluarkan proyek-proyek pembangkit yang realisasinya diperkirakan tidak pasti. 13 Yang dimaksud dengan proyek committed adalah proyek PLN yang telah jelas alokasi pendanaannya, dan proyek IPP yang telah mempunyai Power Purchase Agreement PPA atau paling tidak telah ada Head of Agreement HOA. RUPTL 2010 - 2019 41 Sistem Kecil Tidak Interkoneksi Isolated Perencanaan pembangkitan pada sistem-sistem yang masih kecil dan belum interkoneksi isolated tidak menggunakan metoda probabilistik maupun optimisasi keekonomian, namun menggunakan metoda determinisitik. Pada metoda ini, perencanaan dibuat dengan kriteria N-1, yaitu cadangan minimum harus lebih besar dari 1 unit terbesar. Definisi cadangan disini adalah selisih antara daya mampu total pembangkit yang ada dan beban puncak. Life Extension dan Rehabilitasi Pembangkit Existing Suatu pembangkit tenaga listrik didesain untuk beroperasi secara ekonomis selama umur tekno-ekonomisnya life-time. Pada utility di negara-negara maju, sebuah pembangkit menjalani mid-life refurbishment untuk mempertahankan kapasitas, efisiensi, menjaga kesiapan dan keandalan mesin yang sesuai sifatnya harus dipelihara dan dilakukan penggantian parts yang aus. Kemudian, pada akhir umurnya sebuah pembangkit masih dapat diperpanjang umurnya life extension dengan melakukan rehabilitasirefurbishment pada komponen- komponen tertentu. RUPTL ini mencantumkan biaya investasi capex yang diperlukan untuk itu. Keputusan untuk melakukan life-extension atau menutupmenghentikan suatu pembangkit memerlukan kajian yang mencari solusi optimal antara opsi life extension dan membangun pembangkit baru.

4.1.2 Perencanaan Transmisi

Perencanaan transmisi dibuat dengan menggunakan kriteria keandalan N-1, baik statis maupun dinamis. Kriteria N-1 statis mensyaratkan apabila suatu sirkit transmisi padam, baik karena mengalami gangguan maupun dalam pemeliharaan, maka sirkit-sirkit transmisi yang tersisa harus mampu menyalurkan keseluruhan arus beban, sehingga kontinuitas penyaluran tenaga listrik terjaga. Kriteria N-1 dinamis mensyaratkan apabila terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa yang diikuti oleh hilangnya satu sirkit transmisi maka tidak menyebabkan kehilangan ikatan sinkron antara suatu kelompok generator dan kelompok generator lainnya. Penambahan kapasitas transmisi direncanakan untuk memperoleh keseimbangan antara kapasitas pembangkitan dan kebutuhan beban, 42 RUPTL 2010 - 2019 disamping untuk mengatasi bottleneck, meningkatkan keandalan sistem, dan memenuhi kriteria mutu tegangan tertentu. Untuk mendapatkan keandalan yang lebih baik pada jaringan 20 kV, busbar 20 kV direncanakan dengan kriteria N-1, hal ini berarti dalam suatu gardu induk harus terdapat minimal 2 trafo GI. Apabila kriteria ini diberlakukan, penambahan kapasitas trafo diperlukan bila pembebanan trafo telah mencapai 70 untuk GI dengan jumlah trafo 3 buah, atau pembebanan trafo mencapai 60 untuk GI dengan jumlah trafo 2 buah. Dengan mempertimbangkan bahwa pada beberapa lokasi GI dapat dilakukan manuver jaringan 20 kV, maka kriteria keandalan ini hanya diterapkan pada jaringan dengan beban-beban yang kritis dan tidak ada peluang untuk manuver jaringan. Kriteria yang pada umumnya diterapkan dalam RUPTL ini adalah kebutuhan penambahan kapasitas trafo di suatu GI ditentukan pada saat pembebanan trafo mencapai 80 untuk sistem Jawa Bali dan 70 untuk sistem Indonesia Timur dan Barat. Jumlah unit trafo yang dapat dipasang pada suatu GI dibatasi oleh ketersediaan lahan, kapasitas transmisi dan jumlah penyulang keluar yang dapat ditampung oleh GI tersebut. Dengan kriteria tersebut suatu GI dapat mempunyai 3 atau lebih unit trafo. Sebuah GI baru diperlukan jika GI-GI terdekat yang ada tidak dapat menampung pertumbuhan beban lagi karena keterbatasan tersebut. Pengembangan GI baru juga dimaksudkan untuk mendapatkan tegangan yang baik di ujung jaringan tegangan menengah.

4.1.3 Perencanaan Distribusi

Perencanaan sistem distribusi dibuat dengan memperhatikan kriteria sebagai berikut: • Membatasi panjang maksimum saluran distribusi JTM dan JTR untuk menjaga agar tegangan pelayanan sesuai standar SPLN 72:1987. • Konfigurasi JTM untuk kota-kota besar dapat berupa topologi jaringan yang lebih andal seperti spindle, sementara konfigurasi untuk kawasan luar kota minimal berupa saluran radial yang dapat dipasok dari 2 sumber. • Mengendalikan susut teknis jaringan distribusi pada tingkat yang optimal.