penawaran domestik ditambah kuota impor S
A
’, dimana kurva S
A
’ sejajar dengan jarak horizontal sebesar kuota yang ditetapkan. Dengan demikian terlihat
pembatasan impor akan menyebabkan peningkatan harga domestik di negara A dan harga dunia sehingga volume perdagangan menjadi berkurang.
Selanjutnya dengan adanya kebijakan pembatasan volume impor maka kebijakan ini akan berpengaruh pada besarnya kesejahteraan yang dapat diperoleh
baik oleh eksportir maupun importir. Perubahan kesejahteraan surplus dari Gambar 6 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Analisis Dampak Kebijakan Kuota Impor terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Negara Eksportir dan Importir
Indikator Negara Eksportir
Negara Importir
Surplus Konsumen -a+b+c+d
1 Surplus Produsen
a -1-2-3-4
Penerimaan Pemerintah b+e
- Kesejahteraan nasional bersih
-c+d+e -2-3-4
Kesejahteraan dunia bersih -c + d + 2 + 4
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa secara umum dampak dari pemberian kuota impor akan menurunkan kesejahteraan dunia. Secara keseluruhan
kebijakan kuota impor akan menyebabkan terjadinya penurunan kesejahteraan dunia sebesar daerah c + d + 2 + 4. Distorsi perdagangan internasional yang telah
dipaparkan dalam penelitian ini difokuskan pada kebijakan distorsi perdagangan di Indonesia sebagai negara pengimpor gula yaitu berupa pemberlakukan tarif impor
dan kuota impor.
IV. PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS
4.1. Jenis, Sumber, dan Pengolahan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dengan rentang waktu penelitian tahun 1981-2010. Periode dengan rentang waktu
yang panjang ini dilakukan dengan harapan agar dapat memberikan performance yang lebih memuaskan. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini
diperoleh dari instansi-instansi terkait dengan tema penulisan tesis ini seperti Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Kementerian Pertanian Republik
Indonesia, Direktorat Jenderal Perkebunan Republik Indonesia, Dewan Gula Indonesia DGI, dan Badan Pusat Statistik BPS. Untuk kelengkapan serta
penyesuaian data juga dilakukan pengumpulan data dari beberapa publikasi seperti Food Agricultural Organization FAO, World Bank WB, United States
Development of Agricultural USDA, dan International Monetary Fund IMF.
Sebelum dilakukan pengolahan data lebih lanjut, semua variabel dalam bentuk nominal diriilkan terlebih dahulu, termasuk untuk Produk Domestik Bruto PDB,
nilai tukar, dan suku bunga Bank Indonesia BI. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan program komputer yaitu SAS 9.1 for Windows.
4.2. Spesifikasi Model Perdagangan Gula Indonesia
Model merupakan suatu abstraksi atau penyederhanaan dari fenomena yang ada di dunia nyata. Melalui penyederhanaan ini idealnya yang
dimunculkan adalah komponen-komponen penting dari fenomena yang sesungguhnya diamati, sehingga kita dapat menduga secara akurat atau
mendekati kondisi dan perilaku fenomena tersebut. Salah satu model pendekatan kuantitatif yang sering digunakan untuk analisis masalah ekonomi adalah model
ekonometrika Hallam, 1990. Model ekonometrika adalah suatu model statistik yang menghubungkan variabel-variabel ekonomi dari suatu fenomena ekonomi
yang mencakup unsur stochastic yang terdiri dari satu atau lebih variabel penganggu Intriligator, 1978.
Gambar 7. Diagram Keterkaitan Variabel dalam Model Perdagangan Gula Indonesia
Keterangan : = variabel endogen = variabel eksogen = faktor konstanta SHS
54
SHS
Spesifikasi model ekonometrika disusun berdasarkan teori ekonomi, dan berbagai pengalaman empiris yang berhubungan dengan fenomena yang sedang
dipelajari. Koutsoyiannis 1977 menyatakan bahwa spesifikasi model meliputi penentuan mengenai 1 endogenous dan exogenous variable yang dimasukkan
dalam model, 2 harapan secara teori mengenai tanda dan besaran parameter estimasi dari setiap persamaan, dan 3 bentuk model matematis terkait dengan
jumlah persamaan, bentuk persamaan linear atau non linear, dan lain-lain. Model yang baik harus dapat memenuhi kriteria ekonomi theoritically meaningfull,
kriteria statistik yang dilihat dari suatu derajat ketepatan goodness of fit biasanya dengan melihat R
2
signifikan secara statistik dan kriteria ekonometrika yaitu apakah suatu estimasi model memiliki sifat unbias, konsistensi, kecukupan, dan
efisiensi. Salah satu hal yang sangat diperhatikan adalah tahapan spesifikasi model
yang diharapkan dapat benar-benar mendekati fenomena sesungguhnya. Berdasarkan tinjauan perkembangan perdagangan gula, relevansi dengan
penelitian terdahulu, dan kerangka teoritis, maka Model Perdagangan Gula Indonesia dispesifikasikan dalam bentuk persamaan simultan yang keterkaitan
antar variabelnya disajikan dalam Gambar 7.
4.2.1. Luas Areal Perkebunan Tebu Indonesia
Analisis respon luas areal perkebunan tebu dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan status pengusahaannya yaitu perkebunan besar negara, perkebunan
besar swasta, dan perkebunan rakyat. Luas areal perkebunan dipengaruhi oleh harga gula, dimana dalam penelitian ini dilakukan pembedaan terhadap harga gula
yang mempengaruhi perusahaan perkebunan rakyat dengan perusahaan perkebunan besar negara dan swasta. Perkebunan rakyat dipengaruhi oleh harga
gula tingkat petani yang merupakan harga lelang dari hasil penggilingan tebu, sedangkan perkebunan besar negara dan swasta dalam pemasarannya menjual
kepada distributor dan tidak berhubungan dengan petani, sehingga harga yang mempengaruhi adalah harga gula tingkat pedagang besar. Persamaan areal
perkebunan pada ketiga wilayah tersebut dirumuskan masing-masing sebagai berikut :