masa lalu. Harga output komoditas pertanian tidak dapat dipastikan pada saat produk tersebut ditanam. Dengan kata lain, petani harus mengambil keputusan
produksi berdasarkan perkiraan atas produknya tahun lalu. Hal ini mengacu pada adanya bedakala lag diantara dua periode, yaitu saat menanam dan memanen.
Respon petani setelah bedakala sebagai dampak perubahan pada harga-harga input dan produk serta kebijakan pemerintah.
Jika peningkatan harga diperkirakan oleh petani akan berlangsung terus pada periode berikutnya, maka petani akan merubah komposisi sumber daya pada
masa tanam mendatang, sehingga pengaruh kenaikan harga tersebut baru akan terlihat pada periode tanam berikutnya. Apabila kemungkinan adanya ekspektasi
demikian dapat diterima maka hubungan-hubungan yang spesifik diantara harga harapan dengan harga di masa lalu dapat dibuat. Sehingga model dapat
dikembangkan menjadi dinamik yang dirintis oleh Nerlove melalui persamaan parsial. Nerlove 1958 menjelaskan bahwa petani pada setiap periode produksi
akan merevisi dugaan mereka terhadap apa yang mereka anggap sebagai proporsi yang normal terhadap perbedaan yang terjadi dengan yang sebelumnya dianggap
normal. Atau petani juga akan menyesuaikan perkiraan harga dimasa mendatang dalam bentuk proporsi dari selisih antara perkiraan dengan kenyataannya.
3.4. Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Perdagangan Gula
Proses pembentukan harga gula dunia dalam perdagangan internasional ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan dunia. Akan tetapi, karena
setiap negara eksportir dan importir mempunyai kepentingan yang berbeda-beda maka pemerintah melakukan intervensinya terhadap perdagangan gula. Intervensi
pemerintah ini diperlukan baik untuk mengatur mekanisme perdagangan gula internasional maupun melindungi pelaku ekonomi gula dalam negeri. Beberapa
kebijakan yang terkait dengan kinerja pasar gula antara lain kebijakan tarif impor, suku bunga, harga pokok pembelian, subsidi sarana produksi, suku bunga, dan
lain-lain. Namun, yang akan dijelaskan dalam penelitian ini hanyalah dampak kebijakan harga pokok pembelian dan kebijakan tarif impor sesuai dengan
fenomena yang terjadi sekarang.
3.4.1. Kebijakan Harga Eceran Tertinggi Pupuk
Pupuk sebagai salah satu sarana produksi pertanian mempunyai peran yang cukup penting dalam peningkatan produktivitas pertanian. Oleh karena itu,
pemerintah menerapkan kebijakan harga eceran tertinggi HET pupuk untuk melindungi petani sebagai konsumen pupuk agar dapat membeli pupuk sesuai
kebutuhannya dengan harga yang lebih murah yang berada di bawah harga keseimbangan. Dampak kebijakan HET pupuk terhadap surplus konsumen dan
surplus produsen dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 3. Dampak Kebijakan Harga Eceran Tertinggi Pupuk
Apabila pemerintah melakukan intervensi dengan menetapkan harga eceran tertinggi HET maka akan mengakibatkan jumlah yang diproduksi
menjadi sebesar Q
1
dan jumlah yang diminta oleh konsumen sebesar Q
2
. Keadaan ini terjadi sebagai akibat dari respon konsumen yang meningkat jika harga pupuk
turun, sehingga kebijakan ini akan efektif jika pemerintah memenuhi kelebihan permintaan excess demand yaitu sebesar Q
2
– Q
1
sehingga besarnya pengeluaran pemerintah sebesar Q
1
BCQ
2
Kebijakan HET pupuk ini akan berdampak pada perubahan surplus konsumen dan produsen. Sebelum adanya kebijakan HET pupuk surplus
konsumen sebesar P FE dan surplus produsen P
EA, sedangkan setelah adanya kebijakan HET pupuk surplus konsumen sebesar P
1
CF dan surplus produsen sebesar P
1
BA. Kebijakan HET pupuk ini menambah surplus konsumen sebesar P
ECP
1
dan mengurangi surplus produsen sebesar P ECP
1
. Harga
P
Jumlah
S
D A
E P
1
Q
1
Q Q
2
HET B
C F