Impor gula mentah digunakan oleh pelaku-pelaku dalam industri gula kristal rafinasi di Indonesia untuk kemudian diolah menjadi gula kristal rafinasi.
Berdasarkan Tabel 9 seiring dengan bertambahnya jumlah pabrik gula kristal rafinasi maka permintaan akan impor gula mentah juga terus meningkat.
Peningkatan impor gula mentah terjadi sejak tahun 2007 yang dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Impor gula mentah tahun 2011 mencapai 2.268 juta
ton. Untuk memenuhi kebutuhan gula kristal rafinasi yang terus meningkat dari tahun ke tahun pemerintah juga melakukan impor langsung gula kristal rafinasi
untuk diserap oleh industri yang menggunakan bahan baku gula kristal rafinasi. Perkembangan impor gula kristal rafinasi menunjukkan tren penurunan seiring
dengan peningkatan pabrik gula kristal rafinasi. Hingga tahun 2011 impor langsung gula kristal rafinasi hanya 60.412 ribu ton.
5.3. Stok Gula Indonesia
Peningkatan impor gula yang terus meningkat dari tahun ke tahun karena ketidakmampuan industri gula dalam meningkatkan produksinya semakin
diperparah dengan tidak adanya peran BULOG dalam importasi gula Indonesia. Hal ini menyebabkan stok gula mengalami peningkatan setiap tahunnya. Stok
gula yang tercatat kini merupakan data stok gula yang terdapat pada perusahaan- perusahaan gula. Berikut ini adalah data yang menunjukkan perkembangan stok
gula di Indonesia tahun 2003-2011.
Tabel 10. Stok Awal Gula Kristal Putih dan Gula Kristal Rafinasi di
Indonesia Tahun 2003-2010 Tahun
Stok Awal Tahun ton Gula Kristal Putih
Gula Kristal Rafinasi
2003 391 701
75 000 2004
528 986 75 000
2005 397 219
75 000 2006
617 581 90 920
2007 446 142
121 052 2008
888 485 193 746
2009 947 926
256 369 2010
352 852 157 910
2011 876 102
153 868
Sumber: Dewan Gula Indonesia, 2012
Berdasarkan data pada Tabel 10 tampak bahwa pasokan gula yang tidak tersalurkan berfluktuasi setiap tahunnya. Menyikapi data tersebut, seharusnya
dengan tingkat stok gula kristal putih yang tinggi tersebut pemerintah tidak perlu melakukan atau mengurangi impor gula kristal putih pada tahun-tahun berikutnya.
Namun, berdasarkan data impor gula kristal putih pada Tabel 8 menunjukkan bahwa impor gula kristal putih tetap dilakukan oleh pemerintah. Hal ini
menunjukkan ketidakcermatan pemerintah dalam menghitung stok gula kristal putih yang membuat impor terus dilakukan. Terlebih lagi, data stok tersebut
belum termasuk gula selundupan atau ilegal dan rembesan gula kristal rafinasi yang beredar pada pasar konsumsi. Peningkatan stok gula kristal putih paling
besar terjadi pada tahun 2008 dan 2010. Pada tahun 2008 stok gula kristal putih meningkat sebesar 99.15 persen menjadi sebesar 888.48 ribu ton, sedangkan pada
tahun 2011 meningkat 148.28 persen atau sebesar 876.10 ribu ton. Stok gula kristal rafinasi cenderung lebih rendah dibandikan cadangan
gula kristal putih. Hal ini menunjukkan distribusi dan impor gula kristal rafinasi lebih efektif dibandingkan impor gula kristal putih. Gula kristal rafinasi diimpor
oleh beberapa produsen gula kristal rafinasi yang jumlahnya lebih sedikit dari produsen gula kristal putih. Gula kristal rafinasi mengalami peningkatan paling
besar tahun 2008 sebesar 60.05 persen atau sebesar 193.75 ribu ton dan meningkat kembali 32.32 persen atau sebesar 256.37 ribu ton pada tahun 2010. Sejak 2 tahun
terakhir stok gula kristal rafinasi menunjukkan tren penurunan. Perhitungan neraca gula yang tidak cermat inilah yang membuat impor gula dan produksi gula
yang sebenarnya mencukupi untuk kebutuhan nasional tidak terserap oleh pasar. Kelebihan stok gula kristal putih yang cukup besar dari tahun ke tahun diduga
disebabkan diluar musim giling stok gula kristal putih dikuasai oleh beberapa pedagang besar saja. Hal ini yang membuat pemerintah melakukan impor gula
untuk menjaga stabilitas harga gula didalam negeri. Penguatan peran BULOG tampaknya dibutuhkan sebagai lembaga yang berwenang mengatur impor gula
dan lembaga buffer stock untuk komoditas strategis seperti gula, sehingga perhitungan kekurangan pasokan gula dapat dilakukan secara cermat.