Penurunan Kuota Impor Gula

Berdasarkan Tabel 42 dapat diketahui bahwa simulasi peningkatan harga gula tingkat petani sebesar 25 persen mampu memberikan dampak peningkatan surplus produsen gula paling besar, yaitu sebesar Rp 1.518 triliun. Hal ini disebabkan kenaikan harga gula tingkat petani sebesar 25 persen menyebabkan kenaikan produksi yang besar, yaitu 2.879 persen. Namun jika dikaji lebih lanjut, pada simulasi peningkatan harga gula 25 persen terdapat trade off antara petani perkebunan rakyat dengan perusahaan perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta. Hal ini dikarenakan perkebunan besar negara dan swasta tidak dipengaruhi oleh harga gula tingkat petani melainkan harga gula tingkat pedagang besar, sehingga kenaikan harga gula tingkat petani bukan insentif bagi perkebunan besar negara dan swasta dalam memproduksi tebu. Ditinjau dari sisi konsumen, kebijakan ini juga memberikan peningkatan surplus konsumen gula yaitu sebesar Rp 30.773 miliar. Peningkatan surplus konsumen tersebut merupakan total dari peningkatan surplus konsumen gula rumah tangga sebesar Rp 19.503 miliar dan peningkatan surplus konsumen industri sebesar Rp 11.270 miliar. Hal ini dikarenakan pada kebijakan peningkatan harga gula tingkat petani 25 persen, harga gula eceran dan harga gula pedagang besar masing-masing mengalami penurunan sebesar 0.133 persen sehingga permintaan gula rumah tangga mengalami peningkatan sebesar 0.079 persen dan permintaan gula industri meningkat 0.011 persen. Peningkatan produksi juga mampu menurunkan impor gula Indonesia sebesar 0.872 persen sehingga penerimaan pemerintah dari tarif impor menurun sebesar Rp 16.796 miliar dan devisa impor pemerintah juga mengalami penurunan sebesar Rp 61.2 miliar. Namun, secara keseluruhan kebijakan ini masih memberikan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat net surplus yang tinggi, yaitu sebesar Rp 1.532 triliun. Kebijakan peningkatan harga pupuk 33 persen memberikan peningkatan surplus bagi produsen sebesar Rp 9.564 miliar. Namun, hal ini bukan terjadi karena efisiensi pupuk yang dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas melainkan karena penurunan produksi gula sebesar 1.347 persen yang mengakibatkan peningkatan impor gula Indonesia sebesar 0.406 persen sehingga meningkatkan harga gula dunia yang kemudian ditransmisikan pada peningkatan harga gula tingkat petani sebesar 0.104 persen dan harga gula tingkat pedagang besar sebesar 0.061 persen. Konsumen menderita kerugian dengan penurunan surplus sebesar Rp 13.988 miliar yang berasal dari penurunan surplus konsumen rumah tangga sebesar Rp 8.836 miliar dan konsumen industri sebesar Rp 5.151 miliar. Hal ini diakibatkan peningkatan harga gula eceran sebesar 0.060 persen dan harga gula tingkat pedagang besar sebesar 0.061 persen yang menyebabkan penurunan permintaan gula rumah tangga sebesar 0.035 persen dan permintaan gula industri sebesar 0.004 persen. Kebijakan ini juga menyebabkan impor gula Indonesia meningkat sehingga penerimaan pemerintah dari tarif impor meningkat sebesar Rp 7.703 miliar. Selain itu perubahan devisa impor pemerintah juga meningkat sebesar Rp 28.990 miliar. Secara keseluruhan, kebijakan ini menurunkan kesejahteraan masyarakat net surplus sebesar Rp 3.28 miliar. Kebijakan peningkatan luas areal 20 persen memberikan dampak penurunan surplus produsen paling besar yaitu sebesar Rp 118.642 miliar. Semua produsen perkebunan tebu mengalami penurunan surplus masing-masing Rp 17.795 miliar, Rp 28.011 miliar, Rp 72.837 miliar untuk perkebunan besar negara, swasta, dan rakyat. Hal ini dikarenakan pada kebijakan peningkatan luas areal harga riil gula tingkat petani dan pedagang besar mengalami penurunan masing-masing sebesar 1.088 persen dan 0.752 persen. Sedangkan disisi lain, kebijakan ini meningkatkan surplus konsumen sebesar Rp 175.438 miliar pada konsumen rumah tangga dan Rp 111.506 miliar pada konsumen industri. Peningkatan ini dikarenakan harga gula eceran dan harga gula tingkat pedagang besar mengalami penurunan sebesar 0.758 persen dan 0.752 persen sehingga konsumen rumah tangga meningkatkan permintaannya sebesar 0.455 persen dan konsumen industri meningkatkan permintaannya sebesar 0.063 persen. Dari sisi impor, peningkatan produksi gula karena peningkatan luas areal menyebabkan impor gula Indonesia mengalami penurunan sebesar 4.986 persen sehingga penerimaan pemerintah dari tarif juga turut mengalami penurunan sebesar Rp 94.097 miliar. Devisa impor negara juga mengalami penurunan sebesar Rp 348.470 miliar. Namun demikian, secara menyeluruh kebijakan ini memberikan penurunan kesejahteraan bagi masyarakat net surplus sebesar Rp 37.30 miliar. Kebijakan penurunan tarif impor gula 49 persen menyebabkan penurunan surplus produsen sebesar Rp 6.952 miliar dengan penurunan surplus paling besar diderita oleh petani perkebunan rakyat sebesar Rp 3.593 miliar, sedangkan perkebunan besar negara hanya menurun Rp 1.242 miliar dan perkebunan swasta menurun Rp 2.117 miliar. Hal ini dikarenakan penurunan harga gula tingkat petani yang sebesar 0.061 persen dan harga gula tingkat pedagang besar yang sebesar 0.057 persen menyebabkan penurunan produksi gula perkebunan besar negara 0.085 persen, perkebunan besar swasta 0.001 persen, dan perkebunan rakyat 0.024 persen. Sebaliknya, surplus konsumen mengalami peningkatan sebesar Rp 13.409 miliar yang berasal dari peningkatan surplus konsumen rumah tangga sebesar Rp 8.579 miliar dan surplus konsumen industri sebesar Rp 4.830 miliar. Peningkatan surplus konsumen tersebut diakibatkan oleh penurunan harga gula eceran sebesar 0.058 persen dan harga gula tingkat pedagang besar 0.057 persen yang menyebabkan konsumen rumah tangga meningkatkan permintaannya sebesar 0.035 persen dan konsumen industri meningkatkan permintaannya sebesar 0.006 persen. Peningkatan impor pada kebijakan penurunan tarif impor sebesar 49 persen ini menyebabkan penurunan penerimaan pemerintah dari tarif impor sebesar Rp 781.937 miliar. Dengan penurunan penerimaan pemerintah dari tarif paling besar berasal dari Thailand sebesar Rp 293.20 miliar, sedangkan dari China mengalami peningkatan sebesar Rp 14.86 miliar. Namun demikian, devisa negara dari impor masih mengalami peningkatan, bahkan paling besar diantara kebijakan lainnya yaitu sebesar Rp 563.430 miliar. Secara keseluruhan kebijakan penurunan tarif impor gula 49 persen ini menurunkan kesejahteraan masyarakat net surplus sebesar Rp 775.48 miliar. Kebijakan penurunan kuota impor gula sebesar 50 persen memberikan dampak peningkatan surplus produsen sebesar Rp 41.865 miliar karena adanya peningkatan produksi gula sebesar 0.106 persen dan peningkatan harga gula tingkat petani serta pedagang besar masing-masing sebesar 0.369 persen dan 0.343 persen. Konsumen menderita kerugian sebesar Rp 79.508 miliar yang