lebih dirasakan dampaknya bagi petani perkebunan tebu rakyat. Meningkatnya biaya produksi yang ditanggung petani akibat peningkatan harga pupuk selama
masa tanam menyebabkan penurunan produktivitas gula hablur.
Tabel 38. Dampak Peningkatan Harga Pupuk sebesar 33 Persen terhadap Permintaan dan Penawaran Gula di Indonesia Tahun 2004-2010
No. Variable Endogen
Satuan Nilai Dasar
Perubahan
1 Areal perkebunan besar negara Ha
83 826.5 0.038
2 Areal perkebunan besar swasta Ha
99 508.5 0.002
3 Areal perkebunan rakyat Ha
213 487 0.020
4 Produktivitas hablur negara TonHa
4.9324 0.606
5 Produktivitas hablur swasta TonHa
7.0486 0.001
6 Produktivitas hablur rakyat TonHa
5.5915 -4.228
7 Produksi GKP negara Ton
414 313 0.633
8 Produksi GKP swasta Ton
705 568 0.003
9 Produksi GKP rakyat Ton
1 197 796 -4.336
10 Produksi GKP Indonesia Ton
2 317 678 -2.126
11 Produksi gula Indonesia Ton
3 658 608 -1.347
12 Permintaan gula rumah tangga Ton
2 599 370 -0.035
13 Permintaan gula industri Ton
1 609 852 -0.004
14 Permintaan gula Indonesia Ton
4 209 223 -0.023
15 Penawaran gula Indonesia Ton
5 855 610 -0.740
16 Harga riil gula tingkat petani RpKg
4 880.7 0.104
17 Harga riil gula pedagang besar RpKg
5 279.4 0.061
18 Harga riil gula eceran RpKg
5 646.1 0.060
19 Harga riil impor gula Indonesia RpKg
4 424.4 0.023
20 Impor gula dari Thailand Ton
606 388 0.769
21 Impor gula dari China Ton
8 933.5 14.271
22 Impor gula Indonesia Ton
1 462 833 0.406
23 Ekspor gula Brazil Ton
19 535 931 0.002
24 Ekspor gula Thailand Ton
2 933 704 0.004
25 Impor gula India Ton
444 435 -0.097
26 Impor gula Amerika Serikat Ton
2 198 155 0.000
27 Impor gula China Ton
1 256 535 -0.014
28 Harga riil gula dunia USTon
415 0.048
29 Ekspor gula dunia Ton
46 622 553 0.001
30 Impor gula dunia Ton
44 691 177 0.012
Sumber : Data diolah, 2012
Selanjutnya kebijakan peningkatan harga pupuk sebesar 33 persen akan menyebabkan penurunan produksi gula Indonesia sebesar 1.347 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas dan produksi perkebunan besar negara dan swasta tidak mampu meningkatkan produksi gula Indonesia, karena
penurunan produktivitas dan produksi perkebunan rakyat lebih besar daripada peningkatan produksi dan produktivitas perkebunan besar negara dan swasta.
Penurunan produksi gula Indonesia menyebabkan penurunan penawaran gula Indonesia sebesar 0.740 persen. Selain itu, penurunan produksi gula Indonesia
juga menyebabkan impor gula Indonesia meningkat 0.406 persen. Presentase peningkatan impor gula paling besar berasal dari China sebesar 14.271 persen,
sedangkan dari Thailand hanya sebesar 0.769 persen. Peningkatan impor gula dunia ini selanjutnya akan meningkatkan impor gula dunia sebesar 0.012 persen
yang juga akan meningkatkan harga gula dunia sebesar 0.048 persen. Peningkatan harga gula dunia ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara besar big
country dalam perdagangan gula dunia. Penawaran gula Indonesia tidak
mengalami peningkatan sekalipun impor gula Indonesia meningkat, karena penurunan produksi gula Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan peningkatan
impor. Peningkatan harga gula dunia berdampak terhadap harga impor gula
Indonesia yang meningkat sebesar 0.023 persen. Selanjutnya, peningkatan harga impor gula Indonesia akan ditransmisikan pada harga gula eceran, sehingga harga
gula eceran mengalami peningkatan sebesar 0.060 persen. Peningkatan harga gula eceran ini menyebabkan permintaan gula rumah tangga turun sebesar 0.035
persen. Penurunan permintaan gula yang masih lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan harga eceran gula menunjukkan bahwa gula masih merupakan
kebutuhan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Peningkatan harga gula eceran juga akan ditransmisikan pada harga gula tingkat pedagang besar yang
mengalami peningkatan sebesar 0.061 persen. Peningkatan harga gula tingkat pedagang besar ini akan menyebabkan permintaan gula industri menurun sebesar
0.004 persen. Penurunan permintaan gula rumah tangga dan permintaan gula industri akan menurunkan permintaan gula Indonesia sebesar 0.023 persen.
Peningkatan harga gula pedagang besar akan menjadi insentif bagi perkebunan besar negara dan swasta dalam meningkatkan produksinya yang
ditunjukkan oleh peningkatan luas areal dan produktivitas. Luas areal perkebunan besar negara akan meningkat sebesar 0.038 persen dan perkebunan besar swasta
akan meningkat sebesar 0.002 persen. Peningkatan harga gula pedagang besar kemudian akan ditransmisikan pada harga gula tingkat petani yang juga
meningkat sebesar 0.104 persen. Peningkatan harga gula tingkat petani ini menjadi insentif bagi petani perkebunan rakyat dalam meningkatkan luas arealnya
sehingga meningkat sebesar 0.020 persen.
7.2.3. Peningkatan Luas Areal Perkebunan Tebu
Salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan program swasembada gula adalah melalui ekstensifikasi dengan pembukaan areal baru untuk tanaman
tebu. Dampak peningkatan luas areal perkebunan tebu sebesar 20 persen terhadap permintaan dan penawaran gula Indonesia disajikan pada Tabel 39. Dampak
langsung peningkatan 20 persen luas areal adalah peningkatan produksi gula kristal putih dari perkebunan besar negara sebesar 16.370 persen, perkebunan
besar swasta sebesar 26.666 persen dan perkebunan rakyat sebesar 29.036 persen. Namun demikian, secara keseluruhan produksi gula akan meningkat sebesar 8.276
persen akibat kebijakan ini. Peningkatan produksi gula Indonesia ini menyebabkan peningkatan
penawaran gula Indonesia sebesar 9.017 persen. Selain itu, peningkatan produksi juga menurunkan impor gula Indonesia dari Thailand dan China sebesar 9.463
persen dan 174.042 persen, sehingga total impor gula Indonesia mengalami penurunan sebesar 4.986 persen. Penurunan impor gula Indonesia ini akan
menurunkan impor gula dunia sebesar 0.143 persen. Hal ini mengingat Indonesia merupakan negara besar dalam perdagangan gula dunia. Lebih lanjut turunnya
impor gula dunia ini akan menyebabkan harga gula dunia juga mengalami penurunan sebesar 0.578 persen. Penurunan harga gula dunia ini akan
ditransmisikan ke harga gula eceran yang menurun 0.758 persen melalui penurunan harga impor gula sebesar 0.319 persen.
Tabel 39. Dampak Peningkatan Luas Areal Perkebunan Tebu 20 Persen terhadap Permintaan dan Penawaran Gula di Indonesia Tahun
2004-2010
No. Variable Endogen
Satuan Nilai Dasar
Perubahan
1 Areal perkebunan besar negara Ha
83 826.5 20.000
2 Areal perkebunan besar swasta Ha
99 508.5 20.000
3 Areal perkebunan rakyat Ha
213 487 20.000
4 Produktivitas hablur negara TonHa
4.9324 1.379
5 Produktivitas hablur swasta TonHa
7.0486 6.977
6 Produktivitas hablur rakyat TonHa
5.5915 0.372
7 Produksi GKP negara Ton
414 313 16.370
8 Produksi GKP swasta Ton
705 568 26.266
9 Produksi GKP rakyat Ton
1 197 796 29.036
10 Produksi GKP Indonesia Ton
2 317 678 25.929
11 Produksi gula Indonesia Ton
3 658 608 16.425
12 Permintaan gula rumah tangga Ton
2 599 370 0.455
13 Permintaan gula industri Ton
1 609 852 0.063
14 Permintaan gula Indonesia Ton
4 209 223 0.305
15 Penawaran gula Indonesia Ton
5 855 610 9.017
16 Harga riil gula tingkat petani RpKg
4 880.7 -1.088
17 Harga riil gula pedagang besar RpKg
5 279.4 -0.752
18 Harga riil gula eceran Indonesia RpKg
5 646.1 -0.758
19 Harga riil impor gula Indonesia RpKg
4 424.4 -0.319
20 Impor gula dari Thailand Ton
606 388 -9.463
21 Impor gula dari China Ton
8 933.5 -174.042
22 Impor gula Indonesia Ton
1 462 833 -4.986
23 Ekspor gula Brazil Ton
19 535 931 -0.033
24 Ekspor gula Thailand Ton
2 933 704 -0.058
25 Impor gula India Ton
444 435 1.323
26 Impor gula Amerika Serikat Ton
2 198 155 0.002
27 Impor gula China Ton
1 256 535 0.230
28 Harga riil gula dunia USTon
415 -0.578
29 Ekspor gula dunia Ton
46 622 553 -0.017
30 Impor gula dunia Ton
44 691 177 -0.143
Sumber : Data diolah, 2012
Penurunan harga gula eceran ini akan menyebabkan peningkatan permintaan gula rumah tangga sebesar 0.455 persen. Penurunan harga gula eceran
ini akan menyebabkan harga gula tingkat pedagang besar juga mengalami penurunan yang lebih besar yaitu sebesar 0.752 persen. Penurunan harga gula
tingkat pedagang besar akan meningkatkan permintaan gula industri sebesar 0.063 persen. Meningkatnya permintaan gula rumah tangga dan industri akan
meningkatkan permintaan gula Indonesia sebesar 0.305 persen. Penurunan harga gula tingkat pedagang besar akan menurunkan harga gula tingkat petani sebesar
1.088 persen.
7.2.4. Penurunan Tarif Impor Gula
Dampak penurunan tarif impor gula sebesar 49 persen terhadap permintaan dan penawaran gula Indonesia disajikan pada Tabel 40. Dampak
langsung penurunan tarif impor adalah peningkatan impor gula Indonesia dari masing-masing negara eksportir sehingga secara keseluruhan total impor gula
Indonesia mengalami peningkatan sebesar 8.104 persen. Impor gula Indonesia dari China meningkat sebesar 349.532 persen, sedangkan dari Thailand hanya
meningkat sebesar 14.400 persen. Namun demikian, volume impor gula dari Thailand masih lebih tinggi daripada volume impor gula dari China.
Peningkatan impor gula Indonesia ini akan meningkatkan impor gula dunia sebesar 0.234 persen sehingga meningkatkan harga gula dunia sebesar
0.916 persen. Hal ini semakin menguatkan bahwa Indonesia merupakan negara besar importir gula di dunia sebab penurunan dan peningkatan gula Indonesia
berpengaruh terhadap pasar gula dunia. Selain itu, peningkatan impor gula dunia juga akan menyebabkan peningkatan penawaran gula Indonesia sebesar 2.013
persen. Peningkatan penawaran gula ini akan menyebabkan harga gula eceran menurun sebesar 0.324 persen, sehingga peningkatan harga gula dunia yang
akan ditransmisikan pada pasar domestik melalui peningkatan harga impor gula Indonesia sebesar 0.058 persen tidak akan meningkatkan harga gula eceran.
Penurunan harga gula eceran menyebabkan permintaan gula rumah tangga meningkat sebesar 0.035 persen. Selanjutnya, penurunan harga gula eceran akan
menurunkan harga gula tingkat pedagang besar sebesar 0.057 persen. Penurunan
harga gula tingkat pedagang besar akan meningkatkan permintaan gula industri sebesar 0.006 persen.
Tabel 40. Dampak Penurunan Tarif Impor Gula 49 Persen terhadap Permintaan dan Penawaran Gula di Indonesia Tahun 2004-2010
No. Variable Endogen
Satuan Nilai Dasar
Perubahan
1 Areal perkebunan besar negara Ha
83 826.5 -0.039
2 Areal perkebunan besar swasta Ha
99 508.5 -0.001
3 Areal perkebunan rakyat Ha
213 487 -0.013
4 Produktivitas hablur negara TonHa
4.9324 -0.047
5 Produktivitas hablur swasta TonHa
7.0486 0.000
6 Produktivitas hablur rakyat TonHa
5.5915 -0.011
7 Produksi GKP negara Ton
414 313 -0.085
8 Produksi GKP swasta Ton
705 568 -0.001
9 Produksi GKP rakyat Ton
1 197 796 -0.024
10 Produksi GKP Indonesia Ton
2 317 678 -0.028
11 Produksi gula Indonesia Ton
3 658 608 -0.018
12 Permintaan gula rumah tangga Ton
2 599 370 0.035
13 Permintaan gula industri Ton
1 609 852 0.006
14 Permintaan gula Indonesia Ton
4 209 223 0.024
15 Penawaran gula Indonesia Ton
5 855 610 2.013
16 Harga riil gula tingkat petani RpKg
4 880.7 -0.061
17 Harga riil gula pedagang besar RpKg
5 279.4 -0.057
18 Harga riil gula eceran Indonesia RpKg
5 646.1 -0.058
19 Harga riil impor gula Indonesia RpKg
4 424.4 0.513
20 Impor gula dari Thailand Ton
606 388 14.400
21 Impor gula dari China Ton
8 933.5 349.532
22 Impor gula Indonesia Ton
1 462 833 8.104
23 Ekspor gula Brazil Ton
19 535 931 0.052
24 Ekspor gula Thailand Ton
2 933 704 0.093
25 Impor gula India Ton
444 435 -2.124
26 Impor gula Amerika Serikat Ton
2 198 155 -0.004
27 Impor gula China Ton
1 256 535 -0.367
28 Harga riil gula dunia USTon
415 0.916
29 Ekspor gula dunia Ton
46 622 553 0.028
30 Impor gula dunia Ton
44 691 177 0.234
Sumber : Data diolah, 2012
Peningkatan permintaan gula rumah tangga dan industri akan meningkatkan permintaan gula Indonesia sebesar 0.024 persen. Penurunan harga
gula tingkat pedagang besar kemudian akan ditransmisikan pada harga gula tingkat petani sehingga harga gula tingkat petani menurun sebesar 0.061 persen.
Penurunan harga gula tingkat petani dan pedagang besar ini merupakan disinsentif bagi pengusaha perkebunan tebu baik negara, swasta maupun rakyat yang akan
direspon dengan penurunan luas areal perkebunan tebu sebesar 0.039 persen pada perkebunan besar negara, 0.001 persen pada perkebunan besar swasta, dan 0.013
persen pada perkebunan rakyat. Lebih lanjut, penurunan areal ini menyebabkan penurunan produktivitas gula sehingga menurunkan produksi gula Indonesia
sebesar 0.018 persen. Namun demikian, sekalipun produksi gula Indonesia mengalami penurunan tidak membuat penawaran gula Indonesia mengalami
penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa gula impor mendominasi penawaran gula Indonesia.
7.2.5. Penurunan Kuota Impor Gula
Upaya peningkatan produksi gula nasional yang bertujuan untuk mencapai swasembada gula didukung oleh pemerintah dengan mengurangi kuota impor gula
sebesar 50 persen dari kuota yang telah ditetapkan oleh sebelumnya. Pembatasan kuota impor ini diharapkan dapat memacu para petani tebu untuk meningkatkan
produksinya. Adapun dampak penurunan kuota impor gula sebesar 50 persen dapat dilihat pada Tabel 41.
Penurunan kuota impor gula Indonesia sebesar 50 persen menurunkan impor gula dunia sebesar 1.407 persen. Penurunan impor gula dunia menyebabkan
penurunan harga gula dunia sebesar 5.542 persen. Hal ini menunjukkan Indonesia merupakan negara besar dalam impor gula, karena perubahan impor gula dalam
negeri mampu mempengaruhi harga gula dunia. Penurunan harga gula dunia selanjutnya akan menurunkan harga impor gula Indonesia sebesar 3.087 persen.
Penurunan harga impor gula tidak membuat harga gula eceran mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan kebijakan penurunanan kuota impor menyebabkan
penawaran gula Indonesia menurun sebesar 12.128 persen.
Tabel 41. Dampak Penurunan Kuota Impor Gula 50 Persen terhadap Permintaan dan Penawaran Gula di Indonesia Tahun 2004-2010
No. Variable Endogen
Satuan Nilai Dasar
Perubahan
1 Areal perkebunan besar negara Ha
83 826.5 0.231
2 Areal perkebunan besar swasta Ha
99 508.5 0.007
3 Areal perkebunan rakyat Ha
213 487 0.075
4 Produktivitas hablur negara TonHa
4.9324 0.286
5 Produktivitas hablur swasta TonHa
7.0486 0.004
6 Produktivitas hablur rakyat TonHa
5.5915 0.068
7 Produksi GKP negara Ton
414 313 0.509
8 Produksi GKP swasta Ton
705 568 0.008
9 Produksi GKP rakyat Ton
1 197 796 0.142
10 Produksi GKP Indonesia Ton
2 317 678 0.167
11 Produksi gula Indonesia Ton
3 658 608 0.106
12 Permintaan gula rumah tangga Ton
2 599 370 -0.210
13 Permintaan gula industri Ton
1 609 852 -0.034
14 Permintaan gula Indonesia Ton
4 209 223 -0.142
15 Penawaran gula Indonesia Ton
5 855 610 -12.128
16 Harga riil gula tingkat petani RpKg
4 880.7 0.369
17 Harga riil gula pedagang besar RpKg
5 279.4 0.343
18 Harga riil gula eceran Indonesia RpKg
5 646.1 0.344
19 Harga riil impor gula Indonesia RpKg
4 424.4 -3.087
20 Impor gula dari Thailand Ton
606 388 0.437
21 Impor gula dari China Ton
8 933.5 -0.629
22 Impor gula Indonesia Ton
1 462 833 -50.000
23 Ekspor gula Brazil Ton
19 535 931 -0.314
24 Ekspor gula Thailand Ton
2 933 704 -0.562
25 Impor gula India Ton
444 435 12.780
26 Impor gula Amerika Serikat Ton
2 198 155 0.025
27 Impor gula China Ton
1 256 535 2.218
28 Harga riil gula dunia USTon
415 -5.542
29 Ekspor gula dunia Ton
46 622 553 -0.167
30 Impor gula dunia Ton
44 691 177 -1.407
Sumber : Data diolah, 2012
Penurunan penawaran gula selanjutnya menyebabkan harga gula eceran meningkat sebesar 0.344 persen. Peningkatan harga gula eceran akan direspon
dengan penurunan permintaan gula rumah tangga sebesar 0.210 persen. Penurunan permintaan gula rumah tangga lebih kecil dibandingkan dengan
penurunan harga gula ecerannya. Hal ini menunjukkan bahwa gula merupakan kebutuhan pokok bagi sebagian penduduk Indonesia. Penurunan harga gula eceran
akan ditransmisikan lebih lanjut pada harga gula tingkat pedagang besar yang akan meningkat sebesar 0.343 persen. Peningkatan harga gula tingkat pedagang
besar ini akan menyebabkan permintaan gula industri mengalami penurunan sebesar 0.034 persen. Penurunan permintaan gula rumah tangga dan industri akan
menurunkan permintaan gula Indonesia sebesar 0.142 persen. Harga gula tingkat petani juga akan terdorong naik seiring dengan
peningkatan harga gula tingkat pedagang besar. Harga gula tingkat petani akan meningkat sebesar 0.369 persen. Peningkatan ini akan menjadi insentif bagi petani
dalam meningkatkan produksi tebu yang ditunjukkan oleh peningkatan luas areal dan produktivitas baik pada perkebunan besar negara, swasta, dan rakyat.
Produksi gula kristal putih perkebunan besar negara meningkat sebesar 0.286 persen, perkebunan besar swasta meningkat sebesar 0.004 persen dan perkebunan
rakyat meningkat 0.064 persen. Secara keseluruhan produksi gula Indonesia akan meningkat sebesar 0.167 persen. Sekalipun produksi gula Indonesia mengalami
peningkatan namun besarnya peningkatan produksi gula Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan penurunan impor gula Indonesia, sehingga
penawaran gula Indonesia masih mengalami penurunan.
7.3. Dampak Kebijakan Ekonomi di Sektor Pertanian terhadap
Kesejahteraan Pelaku Ekonomi Gula Indonesia Tahun 2004-2010
Kompilasi dari dampak kebijakan ekonomi di sektor pertanian terhadap kesejahteraan pelaku ekonomi gula dan penerimaan devisa Indonesia tahun 2004-
2010 ditunjukkan pada Tabel 42. Adapun kebijakan ekonomi di sektor pertanian yang disimulasikan yaitu peningkatan harga gula petani sebesar 25 persen,
peningkatan harga pupuk 33 persen, penurunan tarif impor gula 49 persen, peningkatan luas areal perkebunan tebu sebesar 20 persen, dan penurunan kuota
impor gula 50 persen.
Tabel 42. Evaluasi Dampak Berbagai Alternatif Kebijakan Ekonomi di Sektor Pertanian Periode 2004-2010
Rp miliar
No. Komponen
Alternatif Kebijakan S1
S2 S3
S4 S5
1 Perubahan Surplus Produsen Indonesia
1 518.455 9.564
-118.642 -6.952
41.865
a. Perusahaan perkebunan besar negara
-2.897 1.330
-17.795 -1.242
7.518
b. Perusahaan perkebunan besar swasta
-4.939 2.258
-28.011 -2.117
12.771
c. Perusahaan perkebunan rakyat
1 526.291 5.976
-72.837 -3.593
21.576
2 Perubahan Surplus Konsumen Indonesia
30.773 -13.988
175.438 13.409
-79.508
a. Konsumen Rumah Tangga
19.503 -8.836
111.506 8.579
-50.375
b. Konsumen Industri
11.270 -5.151
63.931 4.830
-29.133
3 Perubahan Penerimaan Pemerintah dari Tarif Impor
-16.796 7.703
-94.097 -781.937
-53.967
a. Impor Gula dari Thailand
-12.50 6.10
-71.40 -293.20
-18.80
b. Impor Gula dari China
-3.30 1.60
-18.70 14.86
-0.27
c. Impor Gula dari Negara Lain
-1.00 0.00
-4.00 -503.60
-34.90
4 Net Surplus Indonesia
1 532.43 3.28
-37.30 -775.48
-91.61
5 Perubahan Devisa Impor
-61.200 28.990
-348.470 563.430
-198.000
a. Impor Gula dari Thailand
-47.00 22.00
-266.00 404.00
-70.00
b. Impor Gula dari China
-12.20 5.99
-69.47 139.43
-1.00
c. Impor Gula dari Negara Lain
-2.00 1.00
-13.00 20.00
-127.00
Keterangan : 1.
Peningkatan harga gula tingkat petani 25 persen 2.
Peningkatan harga pupuk 33 persen 3.
Peningkatan luas areal perkebunan tebu 20 persen 4.
Penurunan tarif impor gula 49 persen 5.
Penurunan kuota impor gula 50 persen Sumber : Data diolah, 2012
146
Berdasarkan Tabel 42 dapat diketahui bahwa simulasi peningkatan harga gula tingkat petani sebesar 25 persen mampu memberikan dampak peningkatan
surplus produsen gula paling besar, yaitu sebesar Rp
1.518
triliun. Hal ini disebabkan kenaikan harga gula tingkat petani sebesar 25 persen menyebabkan
kenaikan produksi yang besar, yaitu 2.879 persen. Namun jika dikaji lebih lanjut, pada simulasi peningkatan harga gula 25 persen terdapat trade off antara petani
perkebunan rakyat dengan perusahaan perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta. Hal ini dikarenakan perkebunan besar negara dan swasta tidak
dipengaruhi oleh harga gula tingkat petani melainkan harga gula tingkat pedagang besar, sehingga kenaikan harga gula tingkat petani bukan insentif bagi perkebunan
besar negara dan swasta dalam memproduksi tebu. Ditinjau dari sisi konsumen, kebijakan ini juga memberikan peningkatan
surplus konsumen gula yaitu sebesar Rp 30.773 miliar. Peningkatan surplus
konsumen tersebut merupakan total dari peningkatan surplus konsumen gula rumah tangga sebesar Rp 19.503 miliar dan peningkatan surplus konsumen
industri sebesar Rp 11.270 miliar. Hal ini dikarenakan pada kebijakan peningkatan harga gula tingkat petani 25 persen, harga gula eceran dan harga gula
pedagang besar masing-masing mengalami penurunan sebesar 0.133 persen sehingga permintaan gula rumah tangga mengalami peningkatan sebesar 0.079
persen dan permintaan gula industri meningkat 0.011 persen. Peningkatan produksi juga mampu menurunkan impor gula Indonesia sebesar 0.872 persen
sehingga penerimaan pemerintah dari tarif impor menurun sebesar Rp 16.796 miliar dan devisa impor pemerintah juga mengalami penurunan sebesar Rp 61.2
miliar. Namun, secara keseluruhan kebijakan ini masih memberikan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat net surplus yang tinggi, yaitu sebesar Rp 1.532
triliun. Kebijakan peningkatan harga pupuk 33 persen memberikan peningkatan
surplus bagi produsen sebesar Rp 9.564 miliar. Namun, hal ini bukan terjadi karena efisiensi pupuk yang dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk
meningkatkan produktivitas melainkan karena penurunan produksi gula sebesar 1.347 persen yang mengakibatkan peningkatan impor gula Indonesia sebesar
0.406 persen sehingga meningkatkan harga gula dunia yang kemudian
ditransmisikan pada peningkatan harga gula tingkat petani sebesar 0.104 persen dan harga gula tingkat pedagang besar sebesar 0.061 persen. Konsumen menderita
kerugian dengan penurunan surplus sebesar Rp 13.988 miliar yang berasal dari penurunan surplus konsumen rumah tangga sebesar Rp 8.836 miliar dan
konsumen industri sebesar Rp 5.151 miliar. Hal ini diakibatkan peningkatan harga gula eceran sebesar 0.060 persen dan harga gula tingkat pedagang besar sebesar
0.061 persen yang menyebabkan penurunan permintaan gula rumah tangga sebesar 0.035 persen dan permintaan gula industri sebesar 0.004 persen.
Kebijakan ini juga menyebabkan impor gula Indonesia meningkat sehingga penerimaan pemerintah dari tarif impor meningkat sebesar Rp 7.703 miliar. Selain
itu perubahan devisa impor pemerintah juga meningkat sebesar Rp 28.990 miliar. Secara keseluruhan, kebijakan ini menurunkan kesejahteraan masyarakat net
surplus sebesar Rp 3.28 miliar.
Kebijakan peningkatan luas areal 20 persen memberikan dampak penurunan surplus produsen paling besar yaitu sebesar Rp 118.642 miliar. Semua
produsen perkebunan tebu mengalami penurunan surplus masing-masing Rp 17.795 miliar, Rp 28.011 miliar, Rp 72.837 miliar untuk perkebunan besar
negara, swasta, dan rakyat. Hal ini dikarenakan pada kebijakan peningkatan luas areal harga riil gula tingkat petani dan pedagang besar mengalami penurunan
masing-masing sebesar 1.088 persen dan 0.752 persen. Sedangkan disisi lain, kebijakan ini meningkatkan surplus konsumen sebesar Rp 175.438 miliar pada
konsumen rumah tangga dan Rp 111.506 miliar pada konsumen industri. Peningkatan ini dikarenakan harga gula eceran dan harga gula tingkat pedagang
besar mengalami penurunan sebesar 0.758 persen dan 0.752 persen sehingga konsumen rumah tangga meningkatkan permintaannya sebesar 0.455 persen dan
konsumen industri meningkatkan permintaannya sebesar 0.063 persen. Dari sisi impor, peningkatan produksi gula karena peningkatan luas areal menyebabkan
impor gula Indonesia mengalami penurunan sebesar 4.986 persen sehingga penerimaan pemerintah dari tarif juga turut mengalami penurunan sebesar
Rp 94.097 miliar. Devisa impor negara juga mengalami penurunan sebesar Rp 348.470 miliar. Namun demikian, secara menyeluruh kebijakan ini
memberikan penurunan kesejahteraan bagi masyarakat net surplus sebesar Rp 37.30 miliar.
Kebijakan penurunan tarif impor gula 49 persen menyebabkan penurunan surplus produsen sebesar Rp 6.952 miliar dengan penurunan surplus paling besar
diderita oleh petani perkebunan rakyat sebesar Rp 3.593 miliar, sedangkan perkebunan besar negara hanya menurun Rp 1.242 miliar dan perkebunan swasta
menurun Rp 2.117 miliar. Hal ini dikarenakan penurunan harga gula tingkat petani yang sebesar 0.061 persen dan harga gula tingkat pedagang besar yang
sebesar 0.057 persen menyebabkan penurunan produksi gula perkebunan besar negara 0.085 persen, perkebunan besar swasta 0.001 persen, dan perkebunan
rakyat 0.024 persen. Sebaliknya, surplus konsumen mengalami peningkatan sebesar Rp 13.409 miliar yang berasal dari peningkatan surplus konsumen rumah
tangga sebesar Rp 8.579 miliar dan surplus konsumen industri sebesar Rp 4.830 miliar. Peningkatan surplus konsumen tersebut diakibatkan oleh penurunan harga
gula eceran sebesar 0.058 persen dan harga gula tingkat pedagang besar 0.057 persen yang menyebabkan konsumen rumah tangga meningkatkan permintaannya
sebesar 0.035 persen dan konsumen industri meningkatkan permintaannya sebesar 0.006 persen.
Peningkatan impor pada kebijakan penurunan tarif impor sebesar 49 persen ini menyebabkan penurunan penerimaan pemerintah dari tarif impor
sebesar Rp 781.937 miliar. Dengan penurunan penerimaan pemerintah dari tarif paling besar berasal dari Thailand sebesar Rp 293.20 miliar, sedangkan dari China
mengalami peningkatan sebesar Rp 14.86 miliar. Namun demikian, devisa negara dari impor masih mengalami peningkatan, bahkan paling besar diantara kebijakan
lainnya yaitu sebesar Rp 563.430 miliar. Secara keseluruhan kebijakan penurunan tarif impor gula 49 persen ini menurunkan kesejahteraan masyarakat net surplus
sebesar Rp 775.48 miliar. Kebijakan penurunan kuota impor gula sebesar 50 persen memberikan
dampak peningkatan surplus produsen sebesar Rp 41.865 miliar karena adanya peningkatan produksi gula sebesar 0.106 persen dan peningkatan harga gula
tingkat petani serta pedagang besar masing-masing sebesar 0.369 persen dan 0.343 persen. Konsumen menderita kerugian sebesar Rp 79.508 miliar yang
berasal dari penurunan surplus konsumen rumah tangga sebesar Rp 50.375 miliar, dan penurunan surplus konsumen industri sebesar Rp 29.133 miliar. Penurunan
tersebut disebabkan oleh peningkatan harga eceran gula dan pedagang besar masing-masing sebesar 0.344 persen dan 0.343 persen sehingga menurunkan
permintaan gula rumah tangga sebesar 0.210 persen dan permintaan industri sebesar 0.034 persen. Penurunan kuota impor ini menyebabkan menurunnya
penerimaan pemerintah dari tarif impor sebesar Rp 53.967 miliar dan penurunan devisa impor yang paling besar yaitu Rp 198 miliar, sehingga secara keseluruhan
kebijakan ini telah menyebabkan penurunan kesejahteraan masyarakat net surplus
sebesar Rp 91.61 miliar.
VIII. PERAMALAN DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR PERTANIAN DAN PERUBAHAN FAKTOR
EKSTERNAL TAHUN 2011-2014 DAN 2015-2020
8.1. Peramalan Dampak Kebijakan terhadap Permintaan dan Penawaran
Gula di Indonesia
Peramalan dampak kebijakan terhadap permintaan dan penawaran gula di Indonesia dilakukan pada dua periode yaitu periode sebelum liberalisasi
perdagangan gula ACFTA dimplementasikan atau tahun 2011-2014 dan periode pada saat diimplementasikannya liberalisasi perdagangan gula ACFTA atau tahun
2015-2015. Skenario kebijakan yang dilakukan antara lain skenario simulasi tunggal kebijakan ekonomi di sektor pertanian dan perubahan faktor eksternal,
serta simulasi kombinasi kebijakan ekonomi di sektor pertanian. Simulasi tunggal kebijakan ekonomi di sektor pertanian terdiri dari 1
peningkatan harga gula petani 30 persen, 2 penguatan peran BULOG melalui peningkatan stok gula 20 persen 3 peningkatan areal panen tebu 30 persen, 4
swasembada absolut gula, 5 penghapusan tarif impor gula, 6 penurunan tarif impor gula 10 persen, 7 penurunan tarif impor gula 30 persen, 8 penurunan
tarif impor gula 50 persen. Simulasi tunggal perubahan faktor eksternal terdiri dari : 9 penurunan impor gula China 20 persen dan 10 peningkatan produksi gula
Brazil dan Thailand 20 persen. Simulasi kebijakan ekonomi di sektor pertanian difokuskan pada penurunan tarif impor yang merupakan bagian dari skema
perjanjian perdagangan bebas ACFTA. Adapun simulasi kombinasi yang dilakukan yaitu 11 simulasi kombinasi penurunan tarif impor 50 persen dan
pengurangan kuota impor gula 50 persen, 12 simulasi kombinasi penurunan tarif impor gula 30 persen, peningkatan harga gula tingkat petani 15 persen, dan
peningkatan luas areal perkebunan 30 persen, 13 simulasi kombinasi penurunan tarif impor gula 50 persen, peningkatan harga gula tingkat petani 30 persen,
pengurangan kuota impor gula 50 persen, dan peningkatan luas areal tebu 30 persen, dan 14 simulasi kombinasi penurunan tarif impor gula 50 persen,
peningkatan harga gula tingkat petani 30 persen, peningkatan luas areal tebu 30 persen, dan penguatan peran BULOG melalui peningkatan stok gula 20 persen.
8.1.1. Simulasi Tunggal Kebijakan Ekonomi di Sektor Pertanian
8.1.1.1. Peningkatan Harga Gula Tingkat Petani
Berdasarkan Tabel 43 dapat diketahui peramalan dampak peningkatan harga gula tingkat petani sebesar 30 persen. Baik pada periode 2011-2014 maupun
periode 2015-2020 skenario simulasi peningkatan harga gula tingkat petani sebesar 30 persen menyebabkan produksi gula Indonesia meningkat sebesar 3.005
persen 2011-2014 dan 2.883 persen 2015-2020.
Tabel 43. Peramalan Dampak Peningkatan Harga Gula Tingkat Petani 30 Persen terhadap Permintaan dan Penawaran Gula Indonesia
No. Variable Endogen
Satuan Nilai Dasar
Perubahan BA
AA BA
AA
1. Areal perkebunan besar negara Ha
88 470.1 91 075
-0.090 -0.088
2. Areal perkebunan besar swasta Ha
126 693 147 670
-0.006 -0.003
3. Areal perkebunan rakyat Ha
238 617 234 361
5.464 6.337
4. Produktivitas hablur negara TonHa
4.3578 4.6109
-0.147 -0.132
5. Produktivitas hablur swasta TonHa
6.9627 7.6122
-0.003 -0.003
6. Produktivitas hablur rakyat TonHa
4.8519 4.1861
5.585 5.834
7. Produksi GKP negara Ton
386 788 421 185
-0.238 -0.220
8. Produksi GKP swasta Ton
885 552 1 128 436
-0.009 -0.006
9. Produksi GKP rakyat Ton
1 161 700 985 199 11.296
12.417 10. Produksi GKP Indonesia
Ton 2 434 040
2 534 821 5.350
4.787 11. Produksi gula Indonesia
Ton 4 332 967
4 209 037 3.005
2.883 12. Permintaan gula rumah tangga
Ton 2 637 506
2 918 284 0.086
0.078 13. Permintaan gula industri
Ton 2 763 026
2 954 823 0.004
0.005 14. Permintaan gula Indonesia
Ton 5 400 532
5 873 107 0.044
0.041 15. Penawaran gula Indonesia
Ton 6 801 666 6 762 361
1.685 1.578
16. Harga riil gula tingkat petani RpKg
5 402.4 5 663.1 30.000
30.000 17. Harga riil gula pedagang besar
RpKg 5 632.5
5 875 -0.149
-0.136 18. Harga riil gula eceran
RpKg 5 967.1
6 179.7 -0.154
-0.139 19. Harga riil impor gula Indonesia
RpKg 4 805.8
5 156 -0.048
-0.048 20. Impor gula dari Thailand
Ton 707 776
925 994 -1.733
-1.244 21. Impor gula dari China
Ton 10 195.2
26 056.9 -33.039 -12.047 22. Impor gula Indonesia
Ton 1 746 257
2 123 894 -0.895
-0.690 23. Ekspor gula Brazil
Ton 25 155 099 2 698 8620
-0.004 -0.004
24. Ekspor gula Thailand Ton
3 492 231 3 872 515
-0.009 -0.008
25. Impor gula India Ton
1 930 761 2 449 443
0.054 0.045
26. Impor gula Amerika Serikat Ton
1 990 763 1 806 342
0.001 0.001
27. Impor gula China Ton
2 632 508 2 385 513
0.013 0.020
28. Harga riil gula dunia USTon
407.3 407.3
-0.098 -0.123
29. Ekspor gula dunia Ton
53 615 282 56 434 941 -0.003
-0.003 30. Impor gula dunia
Ton 50 011 773 52 633 659
-0.028 -0.025
Keterangan : BA = Periode 2011
– 2014 AA
= Periode 2015 – 2020
Sumber : Data diolah, 2012
Peningkatan produksi tersebut merupakan implikasi dari meningkatnya luas areal perkebunan rakyat sebesar 5.464 persen 2011-2014 dan 6.337 persen
2015-2020. Perkebunan besar negara dan swasta tidak mengalami peningkatan dikarenakan perkebunan besar swasta tidak dipengaruhi langsung oleh harga gula
tingkat petani melainkan dipengaruhi oleh harga gula tingkat pedagang besar. Selanjutnya, peningkatan produksi gula ini akan menyebabkan penawaran gula
Indonesia meningkat 1.685 persen 2011-2014 dan 1.578 persen 2015-2020. Selain itu, peningkatan produksi gula juga akan menyebabkan impor gula
Indonesia mengalami penurunan sebesar 0.895 persen 2011-2014 dan 0.690 persen 2015-2020. Presentase penurunan impor gula paling tinggi baik sebelum
periode liberalisasi perdagangan gula ACFTA maupun pada periode liberalisasi ACFTA gula berasal dari China masing-masing sebesar 33.039 persen dan 12.047
persen, sedangkan dari Thailand menurun sebesar 1.733 persen 2011-2014 dan 1.244 persen 2015-2020. Penurunan impor gula Indonesia menyebabkan
berkurangnya volume impor gula dunia, sehingga impor gula dunia turun 0.028 persen 2011-2014 dan 0.025 persen 2015-2020. Penurunan volume impor gula
dunia ini menyebabkan harga riil gula dunia turun 0.098 persen 2011-2014 dan 0.123 persen 2015-2020. Turunnya harga gula dunia ini juga akan menyebabkan
harga riil impor gula Indonesia mengalami penurunan sebesar 0.048 persen baik pada periode 2011-2014 maupun pada periode 2015-2020.
Penurunan harga impor gula Indonesia menyebabkan harga gula eceran menurun sebesar 0.154 persen 2011-2014 dan 0.139 persen 2015-2020.
Turunnya harga gula eceran ini akan meningkatkan permintaan gula rumah tangga sebesar 0.086 persen 2011-2014 dan 0.078 persen 2015-2020. Harga gula
eceran yang mengalami penurunan mempengaruhi harga gula tingkat pedagang besar yang juga mengalami penurunan sebesar 0.149 persen 2011-2014 dan
0.136 persen 2015-2020. Penurunan harga gula tingkat pedagang besar akan meningkatkan permintaan gula industri sebesar 0.004 persen 2011-2014 dan
0.005 persen 2015-2020. Peningkatan permintaan gula rumah tangga dan industri akan meningkatkan permintaan gula Indonesia sebesar 0.044 persen
2011-2014 dan 0.041 persen 2015-2020. Penurunan harga gula tingkat pedagang besar ini akan menjadi disinsentif bagi perkebunan besar negara dan
swasta sehingga menurunkan produksi gula yang ditunjukkan oleh penurunan areal perkebunan dan produktivitas baik pada periode 2011-2014 maupun 2015-
2020. Apabila ditinjau dari sisi penawaran, sekalipun impor gula Indonesia mengalami penurunan, namun penawaran gula Indonesia masih mengalami
peningkatan dikarenakan peningkatan produksi gula pada kedua periode lebih tinggi daripada penurunan impor gulanya. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan
ini efektif untuk mengurangi kebijakan impor gula dan meningkatkan produksi gula Indonesia yang merupakan salah satu tujuan tercapainya swasembada gula.
8.1.1.2.Penguatan Peran BULOG
Simulasi kebijakan penguatan kembali peran BULOG didasarkan pada rencana pemerintah sejak tahun 2008 yang akan melakukan revitalisasi peran
BULOG. Hal ini dilakukan seiring terjadinya lonjakan harga minyak dan komoditas pangan baik pada tingkat global maupun nasional. Penguatan kembali
peran BULOG direpresentasikan melalui simulasi peningkatan stok gula 20 persen. Dampak kebijakan ini terhadap perubahan variabel endogen dalam Model
Perdagangan Gula Indonesia baik sebelum periode liberalisasi perdagangan gula ACFTA maupun pada era liberalisasi perdagangan gula ACFTA dapat dilihat
pada Tabel 44. Peningkatan stok gula secara langsung akan berdampak pada peningkatan
penawaran gula Indonesia sebesar 1.765 persen apabila diterapkan pada periode 2011-2014 dan 1.055 persen pada periode 2015-2020. Selain itu, kebijakan ini
juga menyebabkan penurunan impor gula Indonesia. Impor gula Indonesia menurun 1.279 persen pada periode 2011-2014 dan 0.636 persen pada periode
2015-2020. Tidak semua impor gula dari negara eksportir mengalami penurunan. Impor gula dari China mengalami peningkatan sebesar 0.592 persen pada periode
2011-2014 dan 0.117 persen pada periode 2015-2020. Sehingga diduga, penurunan impor gula yang berasal dari Thailand dan negara lain masih lebih
besar dibanding peningkatan impor gula dari China. Lebih lanjut, penurunan impor gula Indonesia menyebabkan penurunan impor gula dunia sebesar 0.041
persen pada periode 2011-2014 dan 0.023 persen 2015-2020.
Tabel 44. Peramalan Dampak Peningkatan Stok Gula Indonesia 20 Persen terhadap Permintaan dan Penawaran Gula Indonesia
No. Variable Endogen
Satuan Nilai Dasar
Perubahan BA
AA BA
AA
1. Areal perkebunan besar negara Ha
88 470.1 91 075
-0.104 -0.063
2. Areal perkebunan besar swasta Ha
126 693 147 670
-0.005 -0.002
3. Areal perkebunan rakyat Ha
238 617 234 361
-0.029 -0.019
4. Produktivitas hablur negara TonHa
4.3578 4.6109
-0.161 -0.091
5. Produktivitas hablur swasta TonHa
6.9627 7.6122
-0.003 -0.001
6. Produktivitas hablur rakyat TonHa
4.8519 4.1861
-0.031 -0.019
7. Produksi GKP negara Ton
386 788 421 185
-0.265 -0.155
8. Produksi GKP swasta Ton
885 552 1 128 436
-0.008 -0.003
9. Produksi GKP rakyat Ton
1 161 700 985 199
-0.060 -0.037
10. Produksi GKP Indonesia Ton
2 434 040 2 534 821
-0.074 -0.042
11. Produksi gula Indonesia Ton
4 332 967 4 209 037
-0.041 -0.025
12. Permintaan gula rumah tangga Ton
2 637 506 2 918 284
0.099 0.056
13. Permintaan gula industri Ton
2 763 026 2 954 823
0.006 0.004
14. Permintaan gula Indonesia Ton
5 400 532 5 873 107
0.052 0.030
15. Penawaran gula Indonesia Ton
6 801 666 6 762 361 1.765
1.055 16. Harga riil gula tingkat petani
RpKg 5 402.4
5 663.1 -0.168
-0.099 17. Harga riil gula pedagang besar
RpKg 5 632.5
5 875 -0.163
-0.094 18. Harga riil gula eceran
RpKg 5 967.1
6 179.7 -0.168
-0.095 19. Harga riil impor gula Indonesia
RpKg 4 805.8
5 156 -0.081
-0.048 20. Impor gula dari Thailand
Ton 707 776
925 994 -3.209
-1.463 21. Impor gula dari China
Ton 10 195.2
26 056.9 0.592
0.117 22. Impor gula Indonesia
Ton 1 746 257
2 123 894 -1.297
-0.636 23. Ekspor gula Brazil
Ton 25 155 099 2 698 8620
-0.007 -0.004
24. Ekspor gula Thailand Ton
3 492 231 3 872 515
-0.014 -0.008
25. Impor gula India Ton
1 930 761 2 449 443
0.086 0.044
26. Impor gula Amerika Serikat Ton
1 990 763 1 806 342
0.001 0.001
27. Impor gula China Ton
2 632 508 2 385 513
0.026 0.021
28. Harga riil gula dunia USTon
407.3 407.3
-0.172 -0.098
29. Ekspor gula dunia Ton
53 615 282 56 434 941 -0.004
-0.003 30. Impor gula dunia
Ton 50 011 773 52 633 659
-0.041 -0.023
Keterangan : BA = Periode 2011
– 2014 AA
= Periode 2015 – 2020
Sumber : Data diolah, 2012
Indonesia merupakan negara besar dalam perdagangan gula, sehingga penurunan impor gula dunia menurunkan harga gula dunia. Selanjutnya
penurunan harga gula dunia akan menurunkan harga impor gula Indonesia. Penurunan harga impor gula Indonesia menyebabkan harga gula eceran