untuk raw sugar maupun white sugar dikarenakan meningkatnya produksi di sejumlah negara produsen utama yang potensial menambah stok dunia.
Pemberian fasilitas keringanan tarif ini berpotensi mendorong pabrik gula kristal rafinasi lebih memilih mengimpor gula mentah sehingga petani akan
kembali masuk dalam perangkap liberalisasi perdagangan gula yang sarat akan distorsi.
5. Kebijakan pemerintah dengan menetapkan harga patokan petani HPP dalam
era liberalisasi perdagangan yang kini dijalankan merupakan salah satu bentuk ketidakefisienan kebijakan. HPP gula ditujukan pemerintah untuk melindungi
kepentingan petani. Dimana apabila harga lelang berada dibawah HPP maka selisih harga akan dibayarkan pemerintah kepada petani yang disebut dana
talangan. Namun yang terjadi adalah harga lelang tidak pernah berada dibawah HPP gula sehingga harga dasar gula tersebut yang menjadi patokan pabrik gula
atau pedagang sebagai harga terendah KPPU, 2010. 6.
Lembaga keuangan atau perbankan belum optimal dalam mendukung Program Revitalisasi Industri gula Nasional yang direncanakan oleh
pemerintah untuk mencapai Swasembada Gula 2014. Petani masih mengalami kesulitan dalam mengakses kredit karena rumitnya persyaratan
yang harus dipenuhi petani untuk mendapatkan kredit. Sehingga, permasalahan modal masih menjadi problematika bagi petani tebu rakyat
untuk persiapan penanaman dan pemanenan tebu Tim Nasional Revitalisasi Industri Gula, 2009.
Untuk menyederhanakan permasalahan industri gula nasional yang begitu kompleks maka penelitian ini memerlukan seperangkat model ekonometrika yang
komprehensif sehingga mampu mengintegrasikan perubahan-perubahan internal maupun eksternal pada keterpaduan perdagangan komoditas gula serta
dampaknya terhadap kesejahteraan konsumen, produsen serta penerimaan pemerintah dalam skema liberalisasi perdagangan ACFTA.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji prospek perdagangan
gula Indonesia dalam kerangka implementasi perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China, sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis keragaan pasar gula Indonesia ditinjau dari sisi permintaan dan
penawaran gula serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. 2.
Mengevaluasi dampak kebijakan ekonomi di sektor pertanian terhadap kinerja industri gula Indonesia dan kesejahteraan pelaku ekonomi gula pada
era pra liberalisasi ACFTA 2004-2010. 3.
Meramalkan dampak kebijakan ekonomi di sektor pertanian dan faktor eksternal berkaitan dengan liberalisasi perdagangan gula dalam skema
ACFTA terhadap kinerja industri gula dan kesejahteraan pelaku ekonomi gula pada periode 2011-2014 dan 2015-2020.
Adapun manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan dan
merumuskan strategi industri gula domestik dalam implementasi kerangka perjanjian pasar bebas ASEAN-China.
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji prospek perdagangan gula Indonesia pada era liberalisasi perdagangan gula ACFTA dan dampak kebijakan
ekonomi di sektor pertanian dan faktor eksternal terhadap kinerja industri gula dan kesejahteraan pelaku ekonomi gula Indonesia. Oleh karena itu, ruang lingkup dan
keterbatasan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Penelitian ini dibatasi pada era liberalisasi perdagangan gula ACFTA tahun 2015 dan tercapainya target swasembada gula yang dilakukan pemerintah
melalui Program Revitalisasi Industri Gula Nasional, sehingga kebijakan- kebijakan yang dilakukan dalam penelitian ini berada dalam lingkup kedua
hal tersebut. 2.
Disagregasi pengusahaan perkebunan tebu dalam penelitian ini hanya dilakukan berdasarkan status pengusahaan perkebunan tebu yaitu perkebunan
besar negara, perkebunan besar swasta, dan perkebunan rakyat. Disagregasi berdasarkan provinsi ataupun kepulauan tidak dilakukan, sehingga kebijakan
pemerintah yang akan dievaluasi tidak sampai pada tingkat tersebut.
3. Penelitian ini tidak mengkaji pasar input usahatani tebu dan produk industri
tersiernya. 4.
Kajian ini tidak melakukan analisis secara detail mengenai proses dalam setiap subsistem produksi, tetapi melihat bagaimana kemampuan pabrik gula
dalam melakukan kegiatan produksi. 5.
Karena ketiadaan data time series produksi tebu, maka data produksi yang digunakan dalam penelitian ini sudah dalam wujud gula hablur, sehingga
produktivitas yang digunakan juga merupakan produktivitas gula hablur. 6.
Dalam penelitian ini baik Gula Kristal Putih GKP maupun Gula Kristal Rafinasi GKR dianggap sama atau homogen yang selanjutnya disebut
sebagai gula, sedangkan untuk gula mentah dilakukan konversi setara gula. 7.
Permintaan gula Indonesia hanya didisagregasi berdasarkan penggunanya yaitu konsumen rumah tangga dan industri. Untuk konsumen industri tidak
dibedakan berdasarkan penggunaan bahan bakunya, baik yang menggunakan gula kristal putih, gula kristal rafinasi maupun gula mentah dianggap sama.
8. Data impor gula yang digunakan merupakan data resmi. Data impor gula
yang tidak resmi, ilegal, dan tidak tercatat seperti penyelundupan tidak diakomodir dalam penelitian ini.
9. Data harga impor gula yang digunakan dalam penelitian ini tidak dibeda-
bedakan berdasarkan asal negara impornya. Data harga impor gula yang digunakan adalah data harga impor gula Indonesia.
10. Simulasi kebijakan yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari 1
simulasi tunggal yang mencakup kebijakan ekonomi di sektor pertanian dan perubahan faktor eksternal, dan 2 simulasi kombinasi yang mencakup
keduanya. 11.
Simulasi kebijakan tarif impor yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan sesuai dengan skema penghapusan dan penurunan tarif yang telah disepakati
pemerintah dalam kerangka ACFTA, sehingga tidak dilakukan simulasi tarif diluar perjanjian tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA