masyarakat atau gula kristal putih dan bukan untuk industri. Kegagalan target swasembada gula ini produksi gula nasional yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan nasional dan kurang ketertarikan investor dalam menanamkan modal di sektor perkebunan tebu di Indonesia. Bahkan saat ini target swasembada
dicanangkan oleh pemerintah tercapai pada tahun 2014.
2.4. Kebijakan Pergulaan di Negara-Negara Anggota ASEAN-China Free
Trade Area
Perkembangan ekonomi dunia saat ini telah mengarah pada keterbukaan hubungan ekonomi antar bangsa. Dewasa ini, dunia melihat ASEAN sebagai
kawasan yang strategis. ASEAN mampu membuktikan diri sebagai perhimpunan yang mampu menciptakan stabilitas di kawasannya serta mampu meningkatkan
kekuatan ekonominya. Salah satu mitra dagang terbesar ASEAN adalah China. Kesepakatan perdagangan yang tengah dijalankan oleh kedua pihak tersebut
tentunya hanya akan memberikan dampak negatif apabila kedua belah pihak tidak mampu melindungi produk dalam negerinya. Demikian halnya untuk komoditas
pertanian seperti gula yang juga menjadi bagian dari kesepakatan perdagangan bebas ASEAN-China. Masing-masing negara ASEAN yang memproduksi gula
dan China yang selain produsen juga pengimpor gula turut menerapkan kebijakannya untuk melindungi dan meningkatkan kapasitas produksi gula.
Thailand
Kebijakan industri gula di Thailand dijalankan oleh Thai Cane and Sugar Board
yang memiliki keanggotaan petani grower, pabrik gula miller dan pemerintah. Dalam berusahatani, para petani tebu di Thailand mendapat bantuan
kredit dari bank dengan bunga di bawah harga pasar. Besarnya kredit ini disesuaikan dengan nilai kontrak penyerahan tebu ke pabrik.
Hafsah 2003 menyatakan bahwa Thailand telah menetapkan kebijaksanaan pasar domestik dan impor gulanya dengan cara membagi produksi
gula domestik menjadi tiga kuota yaitu kuota A untuk pasar domestik, kuota B untuk ekspor, dan kuota C untuk kelebihan kuota A dan B. Dalam pelaksanaannya
jumlah kuota A ditetapkan oleh pemerintah Thailand, sedangkan kuota B untuk ekspor gula dilakukan oleh Thai Cane and Sugar Board. Penetapan harga tebu
petani dilakukan oleh pemerintah deengan menggunakan total penerimaan pabrik
gula dari kuota A dan kuota B sebagai dasar perhitungannya. Tidak hanya itu, harga gula domestik juga ditunjang oleh pengenaan tarif bea masuk impor sebesar
65 persen untuk volume impor dengan minimum akses sebesar 13 105 ton dan pemberlakuan tarif sebesar 104 persen untuk impor gula diatas minimum akses.
Filipina
Filipina merupakan salah satu contoh negara yang mempunyai kebijakan pembangunan gula nasional yang komprehensif, saling terkait dan konsisten satu
dengan yang lainnya baik di tingkat makro hingga mikro maupun nasional hingga daerah. Sama halnya dengan Indonesia, Filipina juga mencanangkan program
swasembada gula sehingga agribisnis gula tidak terlepas dari perhatian utama pemerintahnya. Pambudy, et al. 2005 menyatakan bahwa Filipina mempunyai
kemampuan untuk menciptakan lapangan kerja sebanyak 5 juta orang dalam agribisnis gula. Luas lahan tebu Filipina saat ini mencapai 368 ribu hektar dengan
produktivitas rata-rata yang baru mencapai 60 ton per hektar yang masih jauh lebih rendah dari produktivitas tebu di Thailand yang mencapai 180 ton per hektar.
Namun demikian, data hingga bulan Juni 2003 menunjukkan bahwa produksi gula di Filipina sudah mencapai 2.12 juta ton. Pencapaian jumlah produksi gula yang
cepat ini menjadikan target swasembada gula di Filipina tercapai pada tahun 2003, lebih cepat dari target yang dicanangkan yaitu tahun 2007.
Pemerintah Filipina membebankan tanggung jawab pergulaan pada Sugar Regulatory Administration
SRA yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Lembaga ini mempunyai kemampuan untuk mengikat semua institusi
yang terlibat dalam agribisnis gula di Filipina. Lembaga ini mempunyai mandat meningkatkan pertumbuhan dan pengembangan sektor industri gula nasional
dengan lebih meningkatkan partisipasi sektor swasta serta meningkatkan kesejahteraan para buruh gula www.sra.gov.ph.
Kebijakan umum yang diterapkan untuk melindungi industri gula di Filipina antara lain :
1. Free enterprise, yaitu baik penduduk lokal maupun asing dapat berpartisipasi
dalam perdagangan gula selama mempunyai kapabilitas keuangan dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah.
2. Gula yang diproduksi didalam negeri diprioritaskan untuk memenuhi
kebutuhan domestik dan prioritas berikutnya untuk memenuhi kuota ekspor gula ke Amerika Serikat
3. Impor gula diusahakan dalam bentuk raw sugar agar dapat memberikan
keuntungan padarefiners. Impor gula harus dididasarkan atas Executive Order yang diterbitkan oleh Presiden atas rekomendasi Departemen Pertanian untuk
kemudian ditenderkan diantara traders. Selain kebijakan umum, pemerintah Filipina juga melakukan proteksi
terhadap pasar pergulaan nasionalnya dengan menjaga harga pasar domestik relatif tinggi melalui kebijakan tarif bea impor. Upaya lain yang telah dilakukan
oleh pemerintah Filipina adalah dengan menetapkan minimum akses sebesar 150 ribu ton dengan tarif 50 persen dan sebesar 80 persen untuk impor gula atas
minimun akses. Sedangkan untuk impor gula di negara ASEAN pemerintah memberlakukan tarif preferensi sebesar 65 persen Hafsah, 2003.
China
Industri gula China memiliki sejarah panjang dan telah mengalami perubahan yang signifikan dalam beberapa tahun ini. Industri gula China telah
tumbuh lebih dari 300 persen sejak reformasi ekonomi dimulai pada tahun 2004. Pertumbuhan industri pergulaan di China disertai dengan berbagai tekanan baik
internal maupun eksternal yang telah mengakibatkan restrukturisasi mesin dan peralatan pabrik gula yang signifikan di dalam negeri. Pemerintah China berupaya
untuk mengejar pengembangan industri gula melalui serangkaian kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan surplus produsen dan petani, peningkatan kualitas
produk gula dan perlindungan yang besar bagi lingkungan. Manajemen teknologi yang kreatif dan inovatif menjadi sarana utama pencapaian pengembangan
industri gula China Zhu, et al. 2007. Perkembangan konsumsi yang lebih tinggi daripada produksi membuat
China saat ini menjadi salah satu konsumen gula terbesar di dunia. Sekalipun China merupakan negara importir, namun pemerintah China juga memberikan
kebijakan proteksi dan promosi untuk industri pergulaannya. Dalam merumuskan kebijakannya pemerintah China melibatkan State Development and Reform
Commission SDRC yang bertanggung jawab membuat perencanaan
pembangunan industri gula jangka panjang, State Economic and Trade Commision
SETC yang bertanggung jawab terhadap pengendalian produksi, kementerian pertanian yang bertanggung jawab langsung terhadap pengaturan
lahan tebu, Kementerian perdagangan yang mengatur ekspor dan impor gula, serta China Sugar Association
yang membantu pemerintah dalam melaksanakan pengendalian kebijakan makro dan masukan bagi pengembangan industri gula.
Adapun serangkaian kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah China dalam mendukung industri pergulaannya antara lain Pambudy, et al. 2005 :
1. Menerapkan sistem tanggung jawab produksi keluarga di wilayah pedesaan
yang membangkitkan antusiasme para petani tebu untuk meningkatkan produksi.
2. Memberikan insentif berupa pangan kepada petani tebu untuk menjamin
kecukupan pangan dan menjaga agar tetap menanam tebu. 3.
Memberikan subsidi berupa pembangunan irigasi pada lahan-lahan yang ditanami tebu dan pembukaan lahan kering dataran tinggi untuk dijadikan
lahan tebu. 4.
Melepaskan seluruh kendali pembelian dan kontrak penjualan gula pada mekanisme pasar.
5. Menerapkan pajak pendapatan yang cukup tinggi terhadap pabrik gula
sebesar 33 persen dan PPN sebesar 17 persen. 6.
Menerapkan kebijakan proteksi dengan menerapkan kuota impor pada tahun 2003 sebesar 1.85 juta ton, dan tahun 2004 sebesar 1.94 juta ton dengan tarif
sebesar 30 persen untuk gula putih dan 20 persen untuk gula mentah. Impor diatas kuota yang telah ditetapkan dikenakan tarif impor sebesar 76 persen.
Pemerintah China juga tengah menerapkan konsep pembangunan keberlanjutan untuk industri gula. Li, et al. 2006 menjelaskan konsep
pembangunan berkelanjutan industri gula China dilakukan sedemikian rupa sehingga produksi berada dalam kondisi yang seimbang dengan untuk input
sumberdaya yang terbarukan seperti energi. Dorongan ini dilakukan dengan menekankan pada pengurangan dampak negatif lingkungan yang signifikan terkait
dengan produksi gula di China dan seluruh dunia. Sebagai bagian dari tujuan jangka panjangnya, pemerintah China juga akan melakukan penekanan pada
pemanfaatan produk hilir yang selama ini hanya dikenal sebagai limbah. Sehingga, arah industri gula di China akan melalui proses produksi yang dikenal
dengan 3P atau “Planting-Processing-Production Cycle”.
2.5. Tinjauan Studi Terdahulu