Validasi Model Prosedur Analisis 1. Identifikasi Model
1. Peningkatan harga gula tingkat petani sebesar 25 persen
HPP untuk komoditas gula kristal putih selalu mengalami revisi setiap tahunnya. Beberapa pertimbangan mengenai kenaikan HPP gula ini antara
lain disesuaikan dengan perhitungan biaya pokok produksi yang mengalami kenaikan dikarenakan biaya sewa lahan yang juga mengalami kenaikan.
Selain itu, kenaikan inflasi juga menjadi perhitungan dalam kenaikan HPP gula. Peningkatan harga gula tingkat petani disimulasikan sebesar 25 persen.
HPP gula pada tahun 2010 mengalami peningkatan dari sebelumnya sebesar Rp 5 350.00 menjadi Rp 6 350.00 atau sebesar 18.7 persen sedangkan Dewan
Gula Indonesia mengusulkan kenaikan harga gula tingkat petani sebesar 25 persen.
2. Peningkatan harga eceran tertinggi pupuk 33 persen
Tata niaga pupuk diatur oleh pemerintah mengingat peranannya yang esensial dalam produksi gula Indonesia. Dasar pertimbangan simulasi kebijakan
peningkatan harga eceran tertinggi HET pupuk adalah pernyataan pemerintah melalui Peraturan Menteri Pertanian Permentan No.32 Tahun 2010 yang
menaikkan harga eceran tertinggi HET untuk pupuk bersubsidi yang diaplikasikan di seluruh wilayah Indonesia dari harga sebelumnya Rp 1 200.00
per kilogram meningkat menjadi Rp 1 600.00 per kilogram atau sebesar 33.33 persen. Adapun tujuan kebijakan tersebut antara lain 1 menghindari
penggunaan pupuk urea berlebih guna meningkatkan produksi dan rendemen tebu, 2 mengurangi subsidi pupuk, dan 3 diharapkan dalam jangka
panjang petani dapat beralih menggunakan pupuk organik. 3.
Peningkatan luas areal perkebunan tebu Indonesia 20 persen Salah satu program revitalisasi industri gula yang dicanangkan pemerintah
untuk pencapaian swasembada gula adalah ekstensifikasi pertanian. Dukungan lahan pertanian yang dicanangkan oleh pemerintah untuk
tercapainya program tersebut adalah 350 ribu hektar. Namun, hingga saat ini target perluasan areal tersebut belum tercapai. Peningkatan luas areal tanam
tebu di Indonesia hingga tahun 2010 hanya mencapai 3.75 persen per tahunnya, sedangkan harapan pemerintah peluang ekstensifikasi lahan
perkebunan tebu untuk tahun 2011 bisa mencapai 20 persen.
4. Penurunan tarif impor 49 persen
Seiring dengan penerapan kebijakan ACFTA di Indonesia yang masih memperbolehkan penurunan tarif impor di Indonesia hingga 50 persen, maka
berdasarkan kebijakan sebelumnya ingin diketahui dampak penurunan tarif impor sebesar 49 persen. Simulasi kebijakan penurunan tarif ini didasarkan
atas Peraturan Menteri Keuangan No.83PMK.012005 yang pernah memberikan keringanan tarif bea masuk atas impor gula menjadi Rp 400.00
per kilogram dari sebelumnya Rp 790.00 per kilogram atau sebesar 49 persen. 5.
Penurunan kuota impor gula 50 persen Penurunan kuota impor ini didasarkan atas wacana pemerintah yang
mengusulkan untuk penurunan kuota impor gula sampai 50 persen. Pembatasan kuota impor tersebut diharapkan dapat memacu para petani tebu
untuk meningkatkan produksinya dan mengurangi rembesan gula kristal rafinasi ke pasar konsumsi.
4.3.4.2.Simulasi Peramalan Ex Ante Simulation
Simulasi peramalan digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ketiga yaitu meramalkan dampak kebijakan ekonomi di sektor pertanian dan perubahan
faktor eksternal terhadap keragaan industri gula nasional, kesejahteraan pelaku ekonomi gula di Indonesia, dan penerimaan pemerintah dengan membandingkan
pada 2 periode, yaitu sebelum diberlakukannya liberalisasi perdagangan gula ACFTA 2011-2014 dan pada saat liberalisasi perdagangan gula ACFTA 2015-
2020. Simulasi peramalan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu simulasi tunggal dan simulasi kombinasi. Adapun skenario simulasi tersebut
antara lain :
Skenario Simulasi Tunggal Kebijakan Ekonomi di Sektor Pertanian
1. Peningkatan harga gula tingkat petani sebesar 30 persen.
Peningkatan harga gula tingkat petani ini didasarkan atas keluhan petani melalui APTRI Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia yang menginginkan
kenaikan HPP gula sebesar 30 persen. Usulan HPP sebesar 30 persen yang diinginkan petani tersebut diperoleh dengan asumsi kenaikan biaya produksi
yang sebesar 30 persen yang terdiri dari biaya sewa lahan, sewa traktor, bibit,