Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

kemudian diarahkan untuk melakukan pembelian gula kristal rafinasi dari produk pabrik gula kristal rafinasi dalam negeri. Gula Kristal Putih Gula Pasir Gula kristal putih merupakan gula yang paling banyak digunakan untuk rumah tangga dan diproduksi oleh pabrik-pabrik gula di dekat perkebunan tebu dengan cara menggiling tebu dan melakukan proses pemutihan. Gula kristal putih dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu gula kristal putih ICUMSA 250, Gula kristal putih 2 dengan nilai ICUMSA 250-350, dan Gula kristal putih 3 dengan nilai ICUMSA 350-450. Semakin tinggi nilai ICUMSA maka warna gula akan semakin cokelat dan rasanya akan semakin manis. Tahapan proses memproduksi gula kristal putih antara lain tebu → gilingan → nira → evaporator → kristal → sentrifugal → sulfitasi → gula kristal putih gula pasir. Pelaku industri gula kristal putih didominasi oleh BUMN, yaitu PTPN dan RNI dengan jumlah sebanyak hampir 10 perusahaan yang tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera. Produksi gula kristal putih di dalam negeri sebagian besar berasal dari enam pelaku usaha saja, yaitu PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, RNI, Gunung Madu, dan Sugar Group. Secara keseluruhan pangsa produksi gula kristal putih dapat dilihat dalam gambar berikut : Sumber : Dewan Gula Indonesia, 2010 Gambar 1. Pangsa Produksi Gula Kristal Putih Perusahaan di Indonesia Tahun 2009 18.96 18.72 15.64 9.16 8.61 6.24 6.16 5.59 4.15 1.78 1.42 1.36 0.98 0.84 0.38 01 Sugar Grop 02 PTPN X 03 PTPN XI 04 PT Gula Madu Plant 05 PT RNI 06 PT Kebon Agung 07 PTPN IX 08 PTPN VII 09 PT RNI II 10 PT Pemuka Sakti Manis Indah 11 PT Madubaru 12 PTPN II 13 PTPN XIV 14 PT Gorontalo 15 PT Laju Perdana Indah 01 02 03 4 05 06 07 08 9 10 11 12 13 14 15 Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa PTPN X, PTPN XI, dan Sugar Group merupakan tiga pemain utama yang masing-masing pangsa produksinya di tahun 2009 yaitu 18.72 persen, 15.64 persen, dan 18.96 persen. Sugar Group merupakan satu-satunya perusahaan yang telah efisien dalam industri gula sehingga perusahaan ini mampu menjadi leader dalam industri gula kristal putih. Kemampuan industri gula swasta didukung oleh teknologi modern dan pola usaha integratif yang telah dijalankan, sehingga terbukti mampu memberikan daya saing yang tinggi.

2.3. Kebijakan Pemerintah terhadap Industri Pergulaan Indonesia

Industri gula merupakan salah satu industri perkebunan tertua dan terpenting Indonesia. Industri pergulaan di Indonesia dimulai pada tahun 1673 yaitu sejak berdirinya pabrik gula tebu pertama di Batavia. Sejarah menunjukkan bahwa Indonesia pernah mengalami era kejayaan industri gula pada tahun 1930 dimana jumlah pabrik gula yang beroperasi adalah 179 pabrik gula, produktivitas sekitar 14.8 persen dan rendemen mencapai 11.0 persen hingga 13.8 persen. Produksi puncak pernah mencapai sekitar 3 juta ton dan ekspor gula mencapai sekitar 2.4 juta ton. Hal ini didukung oleh kemudahan dalam memperoleh lahan yang subur, tenaga kerja murah, prioritas irigasi, dan disiplin dalam penerapan teknologi Sudana, 2000. Sepanjang sejarahnya, industri gula termasuk produk yang paling teregulasi diantara produk-produk lainnya. Industri gula merupakan salah satu yang tingkat distorsinya paling tinggi. Hal ini dikarenakan disamping gula termasuk dalam produk pokok yang bernilai strategis dalam kebutuhan masyarakat, struktur pasar gula oligopoli. Dikatakan ologopoli sebab sekalipun perkebunan tebu diusahakan oleh ribuan petani namun produksi gula hanya dihasilkan oleh puluhan pemain yaitu pabrik gula nasional yang bernaung dibawah pengusahaan negara maupun swasta. Sebagai komoditas yang strategis, pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan yang memiliki efek langsung maupun tidak langsung terhadap industri pergulaan nasional. Kebijakan yang diterapkan pemerintah tersebut tidak hanya berkaitan dengan input, produksi, dan pemasaran saja tetapi sudah mencakup dimensi yang cukup luas hingga pada kebijakan harga dan kebijakan impor. Kebijakan yang mempengaruhi pasang surut industri pergulaan nasional disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rezim Kebijakan Pergulaan Nasional Kebijakan Perihal Tujuan INPRES No. 9 Tahun 1975, 22 April 1975 Intensifikasi tebu TRI Peningkatan produksi gula serta peningkatan petani tebu Kepmen Perdagangan dan Koperasi No.122KpIII81, 12 Maret 1981 Tata niaga gula pasir dalam negeri Menjamin kelancaran pengadaan dan penyaluran gula pasir serta peningkatan pendapatan petani Kepmenkeu No. 342KMK.0111987 Penetapan harga gula pasir produksi dalam negeri dan impor Menjamin stabilitas harga, devisa, serta kesesuaian pendapatan petani dan pabrik UU No.121992 Budidaya tanaman Memberikan kebebasan kepada petani untuk menanam komoditas sesuai dengan prospek pasar Inpres No 5 Tahun 1997, 29 Desember 1997 Program pengembangan tebu rakyat Pemberian peranan pada pelaku bisnis dalam rangka perdagangan bebas Inpres No. 51998, 21 Januari 1998 Penghentian pelaksanaan Inpres No. 51997 Kebebasan pada petani untuk memilih komoditas sesuai dengan Inpres No. 121992 Kep Menperindag No. 25 MPPKep11998 Komoditas yang diatur tata niaga impornya Tata niaga impor gula untuk menjaga kelancaran arus barang dilakukan oleh importir produsen IP Kepmenperindag No. 505MPPKep101998 Perdagangan dan distribusi minyak goreng dan gula pasir Perdagangan dan distribusi gula pasir hasil produksi PT Perkebunan NusantaraPT Rajawali Nusantara Indonesia ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan Kepmenhtbun No. 282Kpts-IX1999, 7 Mei 1999 Penetapan harga provenue gula pasir produksi petani Menghindari kerugian petani dan mendorong peningkatan produksi