V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA
5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia
Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk menghasilkan gula hablur yang tinggi. Gula hablur
ini merupakan sukrosa yang dikristalkan, dimana dalam sistem produksi gula pembentukan gula terjadi di dalam proses metabolisme tanaman. Pabrik gula
sebenarnya hanya berfungsi sebagai alat ekstraksi untuk mengeluarkan nira dari batang tebu dan mengolahnya menjadi gula kristal. Perkembangan luas areal
perkebunan tebu dan produktivitas gula hablur di Indonesia dari tahun 2005-2011 dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tahun
Luas Areal ha Produktivitas tonha
PBN PBS
PR PBN
PBS PR
2005 80 383
89 924 211 479
5.27 6.95
5.64 2006
87 227 95 338
213 876 5.20
6.58 5.74
2007 81 655
96 657 249 487
5.20 7.08
6.07 2008
82 222 101 500
252 783 4.82
7.25 6.08
2009 74 185
105 549 243 219
4.81 7.90
5.46 2010
76 250 114 494
243 513 4.13
5.94 5.32
2011 79 302
114 554 280 067
5.89 8.25
6.24
Keterangan :
PBN : Perkebunan Besar Negara
PBS : Perkebunan Besar Swasta
PR : Perkebunan Rakyat
: Angka sementara Sumber : Ditjenbun 2011
Saat ini perkebunan rakyat mendominasi luas areal perkebunan tebu di Indonesia. Berdasarkan data dari tahun 2005-2011 terlihat bahwa perkebunan
rakyat memiliki luas areal yang terbesar dibandingkan luas areal perkebuan besar negara dan swasta. Pada tahun 2010 dari total areal perkebunan tebu nasional
seluas 434 257 ha, sekitar 243 513 ha 56.08 persen diusahakan oleh perkebunan rakyat, sedangkan 76 250 ha 17.56 persen diusahakan oleh perkebunan besar
negara dan sisanya 114 494 ha 26.37 persen diusahakan oleh perkebunan besar swasta. Pada periode 2005-2011 pertumbuhan luas areal perkebunan besar swasta
selalu mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan 4.48 persen per tahun,
sedangkan luas areal perkebunan rakyat mencapai 6.46 persen per tahun, sementara luas areal perkebunan besar negara hanya 0.37 persen per tahun. Luas
areal perkebunan rakyat mengalami penurunan pada tahun 2009. Hal ini dipicu oleh anjloknya harga gula pada periode tersebut sehingga menurunkan minat
petani untuk menanam tebu, sedangkan pada perkebunan besar negara, anomali cuaca yang tidak kondusif menyebabkan banyak tebu yang tidak berbunga
sehingga tanaman tebu banyak yang mati. Selain itu, terjadinya konflik hak guna usaha pada perkebunan besar negara VII Unit Usaha Cinta Manis Sumatera
Selatan yang berujung pada pembakaran luas areal perkebunan sehingga mengurangi luas areal perkebunan besar negara.
Apabila ditinjau dari sisi produktivitasnya, selama kurun waktu 2005-2011 rata-rata tingkat produktivitas gula hablur pada perkebunan besar swasta jauh
lebih tinggi dibandingkan pada perkebunan rakyat dan perkebunan besar negara. Produktivitas perkebunan rakyat dan negara cenderung mengalami penurunan,
sedangkan swasta mengalami peningkatan. Namun, pada tahun 2010 seluruh perkebunan mengalami penurunan produktivitas sebelum akhirnya kembali
mengalami peningkatan pada tahun 2011. Produktivitas perkebunan rakyat meningkat sebesar 6.24 ton per hektar, perkebunan besar negara meningkat 5.89
ton per hektar, sedangkan perkebunan besar swasta meningkat 8.25 ton per hektar. Produktivitas perkebunan besar swasta lebih baik karena lahan perkebunan
tebunya berstatus Hak Guna Usaha HGU yang didukung dengan pola manajemen budidaya tebu yang integratif dan dikelola dengan baik.
Dalam rangka mendukung target swasembada gula nasional pada 2014, pemerintah mencanangkan program revitalisasi dengan memperluas tanaman tebu
dan peningkatan produktivitas melalui penataan komposisi varietas, percepatan pembibitan dengan menerapkan metode colombia, rehabilitasi, dan revitalisasi
pabrik gula serta peningkatan efisiensi pabrik serta peningkatan kualitas hasil produksi Tim Nasional Revitalisasi Industri Gula, 2010. Target perluasan areal
tebu dalam rangka program revitalisasi adalah seluas 600 ribu hektar. Akan tetapi sampai saat ini masalah yang dihadapi oleh industri perkebunan tebu adalah masih
kurangnya areal perkebunan dalam rangka mendukung program tersebut.
5.2. Perkembangan Produksi, Konsumsi, Impor, dan Stok Gula Indonesia
5.2.1. Produksi Gula Kristal Putih dan Gula Kristal Rafinasi
Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat dan telah ditetapkan sebagai salah satu komoditas strategis sebagaimana yang tertuang
dalam Kepres No. 57 Tahun 2004. Indonesia pernah menjadi negara produsen gula terbesar kedua setelah Kuba yang mampu memasok kebutuhan gula negara-
negara lain. Namun, saat ini fakta tersebut telah berbalik, dan Indonesia menjadi salah satu negara pengimpor gula terbesar di dunia. Hal ini terjadi karena produksi
gula Indonesia tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Pabrik gula di Indonesia tidak hanya memproduksi gula kristal putih, tetapi sejak
tahun 2003 juga memproduksi gula kristal rafinasi. Gula kristal putih ditujukan untuk konsumsi rumah tangga, sedangkan gula kristal rafinasi untuk konsumsi
industri. Berikut ini adalah perkembangan produksi gula kristal putih dan rafinasi di Indonesia tahun 2003-2010.
Tabel 7. Perkembangan Produksi Gula Kristal Putih dan Gula Kristal
Rafinasi di Indonesia Tahun 2003-2010 Tahun
Produksi ton Gula Kristal Putih
Gula Kristal Rafinasi
2003 1 631 919
329 547 2004
2 051 643 439 990
2005 2 241 742
759 708 2006
2 307 027 1 100 228
2007 2 448 143
1 441 501 2008
2 668 428 1 256 435
2009 2 299 504
2 031 843 2010
2 214 488 2 356 805
2011 2 228 259
2 192 109
Sumber : Dewan Gula Indonesia, 2012
Produksi gula kristal putih merupakan produksi gula yang berbahan baku tebu petani, sedangkan produksi gula kristal rafinasi sebagian besar bahan
bakunya masih berupa gula mentah yang berasal dari impor. Berdasarkan Tabel 7 tampak bahwa produksi gula kristal putih Indonesia dari tahun 2003 hingga 2010
mengalami pertumbuhan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan produksi
gula kristal rafinasi yang baru berdiri sejak tahun 2003. Sejak awal berdirinya, hanya terdapat tiga pelaku usaha gula kristal rafinasi. Selama periode 2003-2005,
ketiga pelaku usaha tersebut mampu memasok kebutuhan gula kristal rafinasi untuk industri hingga 759.71 ribu ton per tahun. Kemudian pada 2006-2008,
pelaku usaha di industri gula kristal rafinasi ini bertambah menjadi tujuh pelaku usaha dengan total kemampuan pasokan meningkat jadi sekitar 1.1 juta ton hingga
1.4 juta ton per tahun. Pada 2009 hingga sekarang, total pelaku usaha dalam industri gula kristal rafinasi menjadi delapan, sehingga kemampuan pasokan
industri rafinasi mencapai lebih dari 2 juta ton per tahun. Pertumbuhan produksi gula kristal rafinasi paling tinggi adalah pada tahun 2009 yaitu tumbuh 61.71
persen menjadi 2.031 juta ton gula, sedangkan gula kristal putih, yang mayoritas diproduksi oleh pabrik gula BUMN dan swasta yang berjumlah 62 unit hanya
mampu berproduksi 2.228 juta ton pada tahun 2011. Produksi gula kristal putih bahkan tidak mampu tumbuh lebih dari 10
persen dalam setiap tahunnya. Pada tahun 2009 produksi gula kristal putih mengalami penurunan paling besar, yaitu 13.83 persen dari 2.668 juta ton pada
tahun 2008 menjadi hanya sebesar 2.299 juta ton pada tahun 2009. Bahkan pada tahun 2010 produksi gula kristal putih masih mengalami penurunan hingga
menyebabkan produksinya lebih rendah dibandingkan gula kristal rafinasi. Ketidakmampuan produksi gula kristal putih dalam meningkatkan laju
produksinya, disebabkan pabrik-pabrik gula yang memproduksi gula kristal putih tersebut mayoritas adalah pabrik-pabrik tua peninggalan pemerintah Hindia
Belanda yang dalam prosesnya kurang memenuhi standar sebagai produsen bahan pangan.
5.2.2. Konsumsi Gula Rumah Tangga dan Industri
Indonesia merupakan negara yang masih menganut dualisme gula, dimana di Indonesia konsumsi gula di Indonesia dibedakan berdasarkan penggunaannya,
yaitu konsumsi gula langsung atau rumah tangga dan konsumsi gula industri. Gula kristal putih adalah gula yang ditujukan untuk konsumen rumah tangga,
sedangkan gula kristal rafinasi tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi rumah tangga sehingga hanya sektor industri yang mempergunakan gula jenis ini. Sektor