perdagangan. Pada prosesnya penurunan tarif di Indonesia dilakukan secara bertahap yaitu dari rata-rata 6 persen, 4 persen di tahun 2008 kemudian dari 4
persen ke 3 persen tahun 2009, dan memasuki tahun 2010 menjadi nol persen melalui Normal Track pada perdagangan ACFTA Pasaribu, 2010.
2.2. Profil Struktur Industri Gula Indonesia
Gula terdiri dari beberapa jenis yang dilihat dari tingkat keputihannya melalui standar ICUMSA Internatioal Commission for Uniform Methods of
Sugar Analysis . Semakin putih gula maka semakin kecil nilai ICUMSA dalam
skala internasional unit IU sebagai berikut :
Raw Sugar Gula Mentah
Raw sugar adalah gula mentah yang berbentuk kristal berwarna kecokelatan dengan bahan baku dari tebu. Gula mentah ini merupakan gula
setengah jadi dari pabrik-pabrik penggilingan tebu yang tidak mempunyai unit pemutihan. Jenis gula gula mentah ini yang paling banyak diimpor untuk diolah
menjadi gula kristal putih ataupun gula kristal rafinasi. Untuk menghasilkan gula mentah
diperlukan proses dari penilaian tebu → penggilingan → pemurnian nira → penguapan → pengkristalan merah gula mentah.
Refined Sugar Gula Kristal Rafinasi
Gula kristal rafinasi ini merupakan hasil olahan lebih lanjut dari gula mentah. Adapun tahapan produksi gula kristal rafinasi yaitu dari raw sugar
preparation affination → karbonasi → penyaringan → pertukaran ion →
evaporasi → sentrifugal → gula kristal rafinasi → pengemasan. Pemasaran gula kristal rafinasi dilakukan secara khusus oleh distributor gula khusus yang telah
mendapat persetujuan serta penunjukan dari pabrik gula kristal rafinasi yang disahkan oleh Departemen Perindustrian.
Pemenuhan gula kristal rafinasi dalam negeri sebelum tahun 2000 dilakukan melalui impor. Namun dengan ekspektasi harga yang terus meningkat
dan produksi dula dalam negeri yang menurun, pada tahun 2003-2005 mulai terdapat tiga pelaku usaha gula kristal rafinasi. Kemudian pada tahun 2006-2008
usaha industri gula kristal rafinasi bertambah menjadi 7 pelaku usaha, dan bertambah lagi di tahun 2009 menjadi 8 pelaku usaha yang mempu mempunyai
kemampuan pasokan industri rafinasi mencapai sekitar 2 juta ton per tahun. Berdasarkan data KPPU 2010 pelaku usaha dalam industri gula kristal rafinasi
antara lain : 1.
PT Angles Product, Bojonagara, Serang-Banten 2.
PT Jawamanis, Cilegon-Banten 3.
PT Sentra Usahatama Jaya, Cilegon-Banten 4.
PT Permata Dunia Sukses Utama, Cilacap-Jawa Tengah 5.
PT Dharmapala Usaha Sukses, Cilacap-Jawa Tengah 6.
PT Sugar Labinta 7.
PT Makassar Tene 8.
PT Duta Sugar International. Pelaku industri gula kristal rafinasi dalam negeri sepenuhnya mengimpor
gula mentah untuk kemudian diolah menjadi gula kristal rafinasi. Adanya peningkatan jumlah pabrik gula dalam negeri juga meningkatkan jumlah gula
mentah yang diimpor setiap tahunnya. Berikut ini adalah data peningkatan impor gula mentah untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri yang
membutuhkan gula kristal rafinasi.
Tabel 2. Jumlah Impor Gula Mentah di Indonesia Tahun 2003-2009
Tahun Perusahaan Rekomendasi ton Izin Impor ton
Jumlah ton
2003 5
394 070 398 070
350 582 2004
5 923 000
757 750 478 250
2005 5
1 226 000 999 100
808 200 2006
6 1 081 000
1 056 250 952 387
2007 6
1 492 450 1 447 700
1 255 522 2008
7 1 661 230
1 404 730 1 231 470
2009 8
1 670 000 1 670 000
1 670 000
Sumber : GAPMMI, 2010
Industri yang menjadi konsumen gula kristal rafinasi antara lain industri makanan, minuman, dan farmasi. Sejak tahun 2002 hingga September 2008
pemerintah memperbolehkan industri makanan dan minuman mengimpor sendiri gula kristal rafinasi. Namun seiring dengan berkembangnya industri gula kristal
rafinasi dalam negeri dan terus menurunnya harga dunia gula kristal rafinasi yang ternyata berimbas kepada petani gula, maka kemudian pada bulan September
2008 pemerintah membatasi impor gula kristal rafinasi yang dilakukan oleh industri makanan dan minuman. Industri makanan dan minuman tersebut
kemudian diarahkan untuk melakukan pembelian gula kristal rafinasi dari produk pabrik gula kristal rafinasi dalam negeri.
Gula Kristal Putih Gula Pasir
Gula kristal putih merupakan gula yang paling banyak digunakan untuk rumah tangga dan diproduksi oleh pabrik-pabrik gula di dekat perkebunan tebu
dengan cara menggiling tebu dan melakukan proses pemutihan. Gula kristal putih dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu gula kristal putih ICUMSA 250, Gula
kristal putih 2 dengan nilai ICUMSA 250-350, dan Gula kristal putih 3 dengan nilai ICUMSA 350-450. Semakin tinggi nilai ICUMSA maka warna gula akan
semakin cokelat dan rasanya akan semakin manis. Tahapan proses memproduksi gula kristal putih antara lain tebu
→ gilingan → nira → evaporator → kristal → sentrifugal
→ sulfitasi → gula kristal putih gula pasir. Pelaku industri gula kristal putih didominasi oleh BUMN, yaitu PTPN dan
RNI dengan jumlah sebanyak hampir 10 perusahaan yang tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera. Produksi gula kristal putih di dalam negeri sebagian besar berasal
dari enam pelaku usaha saja, yaitu PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, RNI, Gunung Madu, dan Sugar Group. Secara keseluruhan pangsa produksi gula kristal putih
dapat dilihat dalam gambar berikut :
Sumber : Dewan Gula Indonesia, 2010
Gambar 1. Pangsa Produksi Gula Kristal Putih Perusahaan di Indonesia Tahun 2009
18.96
18.72
15.64 9.16
8.61 6.24
6.16 5.59
4.15 1.78
1.42 1.36
0.98 0.84
0.38
01 Sugar Grop 02 PTPN X
03 PTPN XI 04 PT Gula Madu Plant
05 PT RNI 06 PT Kebon Agung
07 PTPN IX 08 PTPN VII
09 PT RNI II 10 PT Pemuka Sakti Manis Indah
11 PT Madubaru 12 PTPN II
13 PTPN XIV 14 PT Gorontalo
15 PT Laju Perdana Indah 01
02
03 4
05 06
07 08
9 10
11 12
13 14
15
Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui bahwa PTPN X, PTPN XI, dan Sugar Group merupakan tiga pemain utama yang masing-masing pangsa
produksinya di tahun 2009 yaitu 18.72 persen, 15.64 persen, dan 18.96 persen. Sugar Group merupakan satu-satunya perusahaan yang telah efisien dalam
industri gula sehingga perusahaan ini mampu menjadi leader dalam industri gula kristal putih. Kemampuan industri gula swasta didukung oleh teknologi modern
dan pola usaha integratif yang telah dijalankan, sehingga terbukti mampu memberikan daya saing yang tinggi.
2.3. Kebijakan Pemerintah terhadap Industri Pergulaan Indonesia