Produktivitas Gula Hablur Indonesia

produktivitas gula hablur swasta untuk menyesuaikan diri kembali kepada tingkat keseimbangannya dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Produktivitas gula hablur rakyat dipengaruhi oleh rasio harga riil gula tingkat petani dengan harga riil pupuk, luas areal perkebunan rakyat t-1, upah riil pekerja perkebunan, dummy kredit ketahanan pangan dan energi, rendemen tebu, dan produktivitas gula hablur rakyat t-1. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 22 dapat dijelaskan bahwa produktivitas gula hablur rakyat hanya dipengaruhi secara nyata oleh rendemen tebu dan produktivitas gula hablur rakyat t-1. Tabel 22. Hasil Estimasi Persamaan Produktivitas Gula Hablur Rakyat YGHR Variabel Parameter Estimate Elastisitas Prob |T| Variabel Label SR LR Intercept -0.9461 0.2681 HGPUK 0.1448 0.086 0.269 0.2200 Rasio harga riil gula tingkat petani dengan harga riil pupuk LAPTR 0.0000003 0.011 0.035 0.4786 Luas areal perkebunan rakyat t-1 URBUN -0.000040 -0.086 -0.270 0.1937 Upah riil pekerja perkebunan DKKPE 0.6171 - - 0.1747 Dummy Kredit Ketahanan Pangan dan Energi REND 0.3278 0.437 1.369 0.0542 Rendemen tebu LYGHR 0.6807 0.0001 Produktivitas gula hablur rakyat t-1 Prob|F| : 0.0009 R 2 : 0.63075 Dw : 2.424 Dh : -1.853 Rasio harga riil gula tingkat petani dengan harga riil pupuk tidak berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula hablur rakyat. Hal tersebut menunjukkan bahwa rasio harga riil gula tingkat petani dengan harga riil pupuk tidak dapat menjadi tolak ukur peningkatan produktivitas gula hablur pada perkebunan rakyat. Demikian pula dengan luas areal perkebunan rakyat t-1 tidak berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula hablur. Peningkatan luas areal perkebunan rakyat juga tidak dapat menjadi tolak ukur bagi peningkatan produktivitas gula hablurnya. Upah riil pekerja perkebunan berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan produktivitas gula hablur rakyat. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan upah riil pekerja perkebunan membuat petani tebu mengurangi penggunaan input lainnya sehingga menurunkan produktivitas gula hablurnya. Dummy Kredit Ketahanan Pangan dan Energi merupakan bantuan kredit untuk usaha budidaya tebu yang diberikan kepada petani perkebunan rakyat utamanya untuk program bongkar ratoon dan rawat ratoon dalam upaya peningkatan produktivitas. Namun, Dummy Kredit Ketahanan Pangan dan Energi ini berpengaruh secara tidak nyata terhadap peningkatan produktivitas gula hablur rakyat. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi belum optimal dalam membantu petani perkebunan rakyat dalam meningkatkan produktivitasnya. Pada penyaluran kredit ketahanan pangan dan energi ini pemerintah perlu menyertainya dengan bimbingan dan pendampingan sehingga target kredit untuk peningkatan produktivitas gula hablur rakyat terealisasi sesuai dengan tujuannya. Sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan ketangguhan produksi tebu maka bantuan kredit tersebut dapat terus dilanjutkan dan menjangkau lebih banyak petani tebu lagi sehingga dapat menjadi kail bagi petani tebu untuk meningkatkan kesejahteraannya. Selanjutnya berdasarkan Tabel 22 dapat dijelaskan pula bahwa rendemen tebu berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula hablur. Respon produktivitas perkebunan rakyat terhadap rendemen tebu adalah inelastis dalam jangka pendek namun elastis pada jangka panjang. Peningkatan 1 persen rendemen tebu akan meningkatkan 0.437 persen gula hablur perkebunan rakyat pada jangka pendek dan 1.369 persen pada jangka panjang. Demikian pula dengan variabel produktivitas gula hablur rakyat tahun t-1 berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas gula hablur rakyat. Hal ini mengindikasikan bahwa ada tenggang waktu yang relatif lambat bagi produktivitas gula hablur rakyat untuk menyesuaikan diri dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi.

6.2.3. Permintaan Gula Indonesia

6.2.3.1.Permintaan Gula Rumah Tangga Hasil estimasi permintaan gula Indonesia untuk konsumsi dapat dilihat pada Tabel 23. Permintaan gula rumah tangga dipengaruhi oleh harga riil gula eceran, rasio harga riil gula merah, harga riil kopi, pertumbuhan PDB riil Indonesia, populasi penduduk Indonesia dan permintaan gula rumah tangga t-1. Permintaan gula rumah tangga dipengaruhi secara nyata oleh harga riil gula eceran, pertumbuhan PDB riil Indonesia, populasi penduduk Indonesia, dan permintaan gula rumah tangga t-1. Tabel 23. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Gula Rumah Tangga DGRT Variabel Parameter Estimate Elastisitas Prob|T| Variabel Label SR LR Intercept 224 009.4 0.3776 HRGE -185.862 -0.464 -0.752 0.0287 Harga riil gula eceran RHRGM 37 639.88 0.018 0.029 0.4498 Rasio harga riil gula merah HRKO -2.49354 -0.037 -0.061 0.2763 Harga riil kopi LJPDBR 522 469.5 0.019 0.031 0.1283 Pertumbuhan PDB riil Indonesia POPINA 0.010401 0.982 1.590 0.0235 Populasi penduduk Indonesia LDGRT 0.382462 0.0657 Permintaan gula rumah tangga t-1 Prob|F| : .0001 R 2 : 0.8334 Dw : 2.002 Dh : - Harga eceran gula berpengaruh secara nyata terhadap permintaan gula rumah tangga. Konsumen gula rumah tangga akan cenderung mengurangi konsumsi gula ketika harga gula mengalami kenaikan. Namun, respon permintaan gula terhadap peningkatan harga riil gula eceran adalah inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dikarenakan gula merupakan salah sumber pemanis utama yang digunakan oleh mayoritas penduduk Indonesia. Kenaikan 1 persen harga riil gula eceran hanya akan mengurangi 0.464 persen dalam jangka pendek dan 0.752 persen dalam jangka panjang permintaan gula rumah tangga. Permintaan gula dipengaruhi secara tidak nyata oleh rasio harga riil gula merah. Kenaikan perubahan harga riil gula merah tidak akan membuat konsumen meningkatkan permintaan gula. Gula merah merupakan salah satu komoditas substitusi gula. Hal ini ditunjukkan oleh nilai elastisitas yang bernilai positif 0.018 dalam jangka pendek dan 0.029 dalam jangka panjang. Namun demikian, permintaan gula tidak responsif terhadap perubahan rasio harga gula merah. Sekalipun gula merah merupakan komoditas substitusi, namun gula merah tidak mempunyai ikatan yang erat dengan gula. Harga riil kopi memberikan pengaruh secara tidak nyata terhadap permintaan gula rumah rangga. Kenaikan harga riil kopi tidak akan membuat konsumen menurunkan permintaan gula. Kopi merupakan salah satu komoditas komplementer gula. Hal ini ditunjukkan oleh elastistias harga kopi yang bernilai negatif yaitu 0.037 persen pada jangka pendek dan 0.061 dalam jangka panjang. Pertumbuhan GDP riil Indonesia berpengaruh secara nyata terhadap permintaan gula rumah tangga. Namun respon permintaan gula terhadap GDP riil Indonesia adalah inelastis. Kenaikan 1 persen pertumbuhan GDP riil Indonesia hanya akan meningkatkan 0.019 persen permintaan gula dalam jangka pendek dan 0.031 persen dalam jangka panjang. Populasi penduduk Indonesia berpengaruh secara nyata terhadap permintaan gula rumah rangga. Peningkatan jumlah penduduk akan meningkatkan permintaan akan gula rumah tangga. Respon yang ditunjukkan oleh permintaan gula rumah tangga terhadap perubahan jumlah penduduk adalah inelastis dalam jangka pendek namun elastis pada jangka panjang. Kenaikan 1 persen jumlah penduduk Indonesia akan meningkatkan 0.982 persen permintaan gula rumah tangga dalam jangka pendek dan 1.590 persen dalam jangka panjang. Permintaan gula rumah tangga tahun t-1 berpengaruh secara nyata terhadap permintaan gula rumah tangga tahun t. Hal ini mengindikasikan bahwa ada tenggang waktu yang relatif lambat bagi permintaan gula Indonesia untuk menyesuaikan diri dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. 6.2.3.2.Permintaan Gula Industri Hasil estimasi permintaan gula industri dapat dilihat pada Tabel 24. Permintaan gula industri dipengaruhi oleh harga riil gula tingkat pedagang besar t-1, harga riil komposit produk makanan dan minuman, pertumbuhan industri makanan dan minuman, PDB riil sektor makanan dan minuman, dan permintaan gula Indonesia t-1. Permintaan gula industri hanya dipengaruhi secara nyata oleh harga riil komposit produk makanan dan minuman, PDB riil sektor makanan dan minuman, serta permintaan gula industri t-1. Harga riil gula tingkat pedagang besar t-1 berpengaruh secara secara tidak nyata terhadap permintaan gula industri. Hal ini dikarenakan gula menjadi bahan baku yang sangat esensial bagi industri makanan dan minuman maupun olahannya, sehingga peningkatan harga riil gula tingkat pedagang besar tidak akan langsung direspon dengan penurunan permintaan gula oleh industri makanan dan minuman. Sebagai produk industri makanan dan minuman yang paling banyak diekspor confectionary sugar permen gula berpengaruh secara nyata terhadap permintaan gula industri. Kenaikan harga riil komposit produk makanan dan minuman ini akan membuat konsumen industri meningkatkan permintaan mereka terhadap gula. Tabel 24. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Gula Industri DGIN Variabel Parameter Estimate Elastisitas Prob |T| Variabel Label SR LR Intercept -396 625 0.2089 LHRGPB -12.4975 -0.067 -0.280 0.4332 Harga riil gula pedagang besar t-1 HRKIN 34 560.46 0.266 1.109 0.0984 Harga riil komposit produk makanan dan minuman LJJIM 148 787.7 0.008 0.034 0.3365 Pertumbuhan industri makanan dan minuman L2PDBIN 1.292485 0.532 2.213 0.0351 PDB riil sektor makanan dan minuman t-2 LDGIN 0.759753 0.0002 Permintaan gula industri t-1 Prob|F| : .0001 R 2 : 0.9003 Dw : 3.015 Dh : - Pertumbuhan jumlah industri makanan dan minuman berpengaruh secara tidak nyata terhadap permintaan gula industri. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan permintaan gula industri tidak semata-mata disebabkan oleh peningkatan jumlah industri makanan dan minuman di Indonesia. Selain itu pula, diduga sejak beberapa dekade terakhir industri makanan dan minuman tidak hanya menggunakan gula sebagai perasa manis, adanya tambahan fruktosa sebagai penguat rasa manis mulai banyak digunakan pula oleh industri gula. PDB riil sektor makanan dan minuman tahun t-2 berpengaruh secara nyata terhadap permintaan gula. Bahkan respon permintaan gula terhadap PDB sektor makanan dan minuman tahun t-2 adalah inelastis pada jangka pendek namun sangat elastis pada jangka panjang. Peningkatan 1 persen PDB riil sektor makanan dan minuman tahun t-2 akan meningkatkan permintaan gula industri sebesar 0.532 persen dalam jangka pendek dan 2.213 persen dalam jangka panjang. Demikian pula dengan permintaan gula industri tahun t-1 yang berpengaruh secara nyata terhadap permintaan gula industri tahun t. Hal ini mengindikasikan bahwa ada tenggang waktu yang relatif lambat bagi permintaan gula industri untuk menyesuaikan diri dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi.

6.2.4. Harga Gula Indonesia

6.2.4.1.Harga Riil Gula Tingkat Petani HRGP Hasil estimasi harga riil gula tingkat petani yang ditunjukkan oleh Tabel 25 dapat dijelaskan bahwa harga riil gula tingkat petani dipengaruhi secara positif oleh harga riil gula tingkat pedagang besar, dummy kebijakan Harga Patokan Petani HPP, tren waktu, dan harga riil gula tingkat petani tahun t-1. Adapun variabel rasio produksi gula tahun t dengan tahun t-1 berpengaruh secara negatif terhadap harga riil gula tingkat petani. Variabel yang berpengaruh secara nyata terhadap harga riil gula tingkat petani adalah harga riil gula tingkat pedagang besar, rasio produksi gula Indonesia tahun t terhadap tahun t-1, dan harga riil gula tingkat petani t-1. Tabel 25. Hasil Estimasi Persamaan Harga Riil Gula Tingkat Petani HRGP Variabel Parameter Estimate Elastisitas Prob |T| Variabel Label SR LR Intercept -16.5646 0.4897 HRGPB 0.881358 0.97174 1.1346 .0001 Harga riil gula tingkat pedagang besar RQGINA -557.12 -0.1304 -0.1522 0.0672 Rasio produksi gula Indonesia tahun t terhadap tahun t-1 DHPP 105.1625 - - 0.2056 Dummy Kebijakan HPP T 3.70296 0.01369 0.0160 0.2723 Tren waktu LHRGP 0.1435 0.0111 Harga riil gula tingkat petani t-1 Prob|F| : .0001 R 2 : 0.93707 Dw : 2.153 Dh : -0.426 Harga riil gula tingkat pedagang besar berpengaruh secara nyata terhadap harga riil gula tingkat petani. Peningkatan harga riil gula di tingkat pedagang besar akan meningkatkan harga riil gula di tingkat petani. Hal ini diduga karena adanya transmisi harga yang besar antara harga riil gula tingkat pedagang besar dengan harga riil gula tingkat petani. Respon harga riil gula tingkat petani terhadap harga riil gula tingkat pedagang besar adalah inelastis dalam jangka pendek namun elastis pada jangka panjang. Peningkatan harga riil gula tingkat pedagang besar sebesar 1 persen akan meningkatkan harga riil gula tingkat petani dalam jangka pendek sebesar 0.972 persen dan 1.135 persen dalam jangka panjang. Rasio produksi gula Indonesia tahun t dengan tahun sebelumnya berpengaruh secara nyata terhadap harga riil gula tingkat petani. Peningkatan