Larangan Sa’i dan Kebolehan

166 Ayat itu hanya menyebutkan ‘tidak ada dosa’ bila mengerjakan sa’i. Jadi kesan yang didapat adalah kalau kita mengerjakan sa’i, maka kita tidak berdosa. Kisah bahwa mengerjakan sa’i itu merupakan manasik haji orang-orang jahiliyah. Dahulu mereka melaksanakan ihram untuk berhala Manat, mereka juga melaksanakan sai antara bukit Shafaa dan Marwah. Ketika Allah menyebutkan thawaf di Ka’bah Baitullah tapi tidak menyebut sa’i antara bukit Shafaa dan Marwah dalam Al-Quran, mereka bertanya kepada kepada Rasulullah. Maka Allah SWT menurunkan ayat ini yang intinya tidak melarang atau memperbolehkan mereka melaksanakan sa’i. Dengan demikian, perintah melaksanakan sa’i datang setelah sebelumnya dianggap terlarang. Dalam ilmu ushul fiqih, bila ada suatu perintah datang setelah sebelumnya perintah itu jusrtu merupakan suatu larangan, maka hukumnya bukan wajib, melainkan hukumnya boleh. Dan bahwa sa’i itu digolongkan sebagai ibadah sunnah, dalilnya bagi mereka yang menyunnahkan adalah sebutan syiar-syiar Allah di dalam ayat ini. Syiar biasanya terkait dengan sunnah dan bukan kewajiban.

D. Syarat Sa’i

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam ibadah sa’i, yaitu :

a. Dikerjakan Setelah Thawaf

Ibadah sa’i hanya dikerjakan sebagai rangkaian ibadah thawaf di sekeliling ka’bah yang dikerjakan setelah thawaf. Dan tidak dibenarkan bila yang dilakukan sa’i terlebih dahulu. Mazhab Asy-syafi’iyah dan Al-Hanabilah mensyaratkan bahwa thawaf yang dilakukan adalah thawaf yang sifatnya rukun atau thawaf qudum kedatangan. Dan tidak boleh ada 167 pemisahan antara keduanya dengan ibadah yang lain, seperti wuquf di Arafah. Mazhab Al-Hanafiyah membolehkan didahului dengan thawaf walau pun hanya thawaf yang sifatnyanya sunnah bukan wajib. b. Tertib Yang dimaksud dengan tertib disini adalah ibadah sa’i dikerjakan dengan : 1 Dimulai dari Shafa menuju Marwah dihitung sebagai putaran yang pertama. 2 Dari Marwah menuju Shafa dihitung sebagai yang kedua. 3 Dari dari Shafa menuju Marwah dihitung sebagai putaran yang ketiga. 4 Dari Marwah menuju Shafa dihitung sebagai yang keempat. 5 Dari dari Shafa menuju Marwah dihitung sebagai putaran yang kelima. 6 Dari Marwah menuju Shafa dihitung sebagai yang keenam. 7 Dari dari Shafa menuju Marwah dihitung sebagai putaran yang ketujuh atau putaran yang terakhir. Dengan demikian, selesailah rangkaian ibadah sa’i.

E. Rukun Sa’i

Rukun sa’i adalah berjalan tujuh kali antara Shafa dan Marwah menurut jumhur ulama. Dasarnya adalah apa yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW bahwa beliau melaksanakan sa’i tujuh kali. Dan juga didsarkan atas apa yang telah menjadi ijma’ di antara seluruh umat Islam. Bila seseorang belum menjalankan ketujuh putaran itu, maka sa’i itu tidak sah. Dan bila dia telah meninggalkan tempat sa’i, maka dia harus kembali lagi mengerjakannya