Berjual-beli Larangan Sa’i dan Kebolehan

178

A. Pengertian

Yang dimaksud dengan wajib haji adalah segala pekerjaan yang menjadi kewajiban bagi jamaah haji untuk mengerjakannya. Dimana bila seseorang tidak mengerjakan wajib haji, dia berdosa tetapi tidak merusak ibadah hajinya. Wajib haji berbeda dengan rukun haji, dimana bila seseorang meninggalkan dengan sengaja atau tanpa sengaja, salah satu rukun di antara rukun-rukun haji, maka hajinya menjadi rusak dan tidak sah. Sedangkan bila yang ditinggalkan hanya wajib haji, maka hajinya tidak rusak, kecuali orang yang meninggalkan wajib haji itu berdosa bila meninggalkannya dengan sengaja. Adapun bila seseorang mendapatkan udzur syar’i, sehingga tidak mampu mengerjakan wajib haji, tentu hajinya sah dan dia tidak berdosa. Dan untuk itu ada konsekuensi yang harus ditanggungnya. B. Pembagian Secara umum kita dapat membagi praktek wajib haji ini menjadi dua macam. Pertama, yang termasuk kewajiban asli ibdah haji. Kedua, yang termasuk kewajiban ikutan dari kewajiban yang asli.

1. Kewajiban Asli

Yang termasuk ke dalam kewajiban haji yang asli di antaranya adalah bermalam mabit di Muzdalifah, melontar Jamarat, menggundulkan kepala halq atau mencukur sebagian rambut taqshir, bermalam mabit di Mina pada hari Tasyriq, serta tawaf wada’ perpisahan. 2. Kewajiban Ikutan Yang termasuk kewajiban ikutan bisa kita bagi berdasarkan kelompok, misalnya kewajiban-kewajiban yang terkait dengan ibadah ihram, seperti kewajiban-kewajiban pada saat mengerjakan masing-masing kewajiban itu, seperti 179 kewajiban-kewajiban pada saat wuquf, tawaf, sa’i, bermalam di Musdalifah, melempar jamarat, menyembelih hewan.

B. Mabit di Muzdalifah 1. Pengertian

Jumhur ulama sepakat memposisikan bermalam mabit di Muzdalifah adalah salah satu dari kewajiban haji dan bukan termasuk rukun haji. Bermalam di Muzdalifah pada malam tanggal 10 Dzulhijjah adalah termasuk rangkaian ibadah haji, setelah siangnya jamaah haji melakukan wuquf di Arafah dan kemudian bergerak menuju Mina. Di perjalanan, para jamaah haji akan melewati suatu tempat berupa padang pasir yang dikenal dengan sebutan Muzdalifah. Disanalah para jamaah haji diwajibkan untuk bermalam. Muzdalifah terkadang juga disebut dengan istilah Masy’aril Haram ماﺮﺤﻟا ﺮﻌْﺸﻤﻟا . Sesungguhnya yang disebut dengan masy’aril haram itu adalah nama sebuah gunung, atau tepatnya bukit di bagian akhir dari Muzdalifah. Nama gunung itu aslinya adalah quzah حَﺰُﻗ . Kemudian dinamakan dengan masy’aril haram, karena makna masy’ar adalah tempat syiar-syiar agama ditegakkan. Dan disebutkan haram karena di tempat itu diharamkan untuk berburu dan sebagainya. Sehingga kadang tempat itu juga disebut dengan sebutan Dzul-hurmah ﺔﻣﺮﺤﻟا وذ . Namun yang benar bahwa masy’aril haram adalah bagian dari Muzdalifah. Artinya, Muzdalifah bukan hanya masy’aril haram, Muzdalifah lebih luas dan lebih besar dari masy’aril haram. Sehingga bila jamaah haji bermalam bukan di posisi masy’aril haram, tetapi masih di dalam wilayah Muzdalifah, sudah dianggap sah dan tidak perlu membayar dam. Muzdalifah terkadang juga disebut dengan istilah al- jam’u ﻊﻤﺠﻟا yang berarti kumpulan. Maksudnya karena seluruh jamaah haji di tahun itu pada malam itu berkumpul 180 disana seluruhnya. 2. Hukum Bermalam a. Wajib Haji Para ulama umumnya mengatakan bahwa bermalam di Muzdalifah ini termasuk wajib haji, dan bukan termasuk rukun. Termasuk yang berpendapat seperti ini di antaranya mazhab As-Syafi’iyah dan mazhab Al-Hanabilah. 46 Dalilnya adalah sabda Nabi SAW : ﺞﺤﹾﻟﺍ ﻡﻮﻳ ﹶﺔﹶﻓﺮﻋ ﻦﻣ َﺀﺎﺟ ﻞﺒﹶﻗ ِﺢﺒﺼﻟﺍ ﻦِﻣ ِﺔﹶﻠﻴﹶﻟ ٍﻊﻤﺟ ﻢﺘﹶﻓ ﻪﺠﺣ Haji itu adalah wuquf di Arafah. Siapa yang datang sebelum shubuh pada malam mabit di Muzdalifah, maka sudah sempurna haji yang dilakukan. HR. Abu Daud dan At- Tirmizy Maka konsekuensinya bila seorang jamaah haji tidak melakukannya, ibadah hajinya tetap sah namun dia diwajibkan untuk membayar dam, yaitu menyembelih seekor kambing.

b. Sunnah

Mazhab Al-Malikiyah mengatakan bahwa bermalam di Muzdalifah itu hukumnya sunnah, atau dalam istilah resmi mereka, hukumnya mandub. Dan hanya dengan mampir sebentar saja sudah dianggap cukup. 47 Sedangkan mazhab Al-Hanafiyah menyebutkan bahwa hukumnya sunnah muakkadah, dan bukan rukun atau wajib haji. Buat jamaah haji disunnahkan untuk bermalam sampai terbit fajar. 48 46 Al-Imam An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, jilid 8 hal. 123-150 47 Al-Qawanin Al-Fiqhiyah, hal. 132 48 Badai’ush-Shanai’, jilid 2 hal. 136