191
melepar batu. Dalam hal ini tangan yang dimaksud adalah tangan kanan, kecuali seseorang yang punya udzur syar’i
tententu, dibolehkan melempar dengan tangan kiri. Tidak perlu dalam melempar jumrah itu jamaah haji
menggunakan alat alat bantu seperti ketepel, atau dengan menggunakan busur seperti melempar anak panah.
Disebutkan bahwa beliau SAW ketika melempar, sampai terlihat ketiaknya yang putih.
c. Yang Dilempar Adalah Kerikil
Umumnya para ulama mengharuskan pemelparan itu dengan menggunakan batu kecil atau kita biasa sebut dengan
kerikil. Mereka umumnya tidak merekomendir bila yang dilempar itu seperti sandal, patung, sepatu atau botol
minuman kemasan. Ukuran kerikil itu sendiri tidak boleh yang terlalu besar,
agar seandainya jatuh di kepala orang, tidak akan melukai secara berbahaya.
Para ulama umumnya menyatakan bahwa batu-batu didapat ketika sedang bermalam di Muzdalifah, karena
Muzdalifah memang terdiri dari pasir dan batu. Di luar hari- hari haji, sejauh mata memandang, yang kita lihat hanya
hamparan pasir dan batu kerikil saja. Namun mereka tidak mengharuskan batu-batu itu harus
didapat dari Muzdalifah. Boleh saja batu-batu itu didapat dari mana saja, yang penting bukan dari bekas orang
melempar jamarat. Maksudnya, agar jamaah tidak menggunakan batu
kerikil yang telah digunakan orang untuk melempar jamarat, sebagaimana yang disebutkan oleh mazhab Al-Hanabilah.
d. Bertakbir Saat Melempar
Disunnahkan bagi jamaah haji untuk melafadzkan takbir pada setiap lemparan. Dalilnya antara lain adalah hadits
berikut ini :
192
ﹶﺃﻧﻪ
ﺭ ﻣ
ﻰ ﹸﻛ
ﱠﻞ ﺟ
ﻤ ﺮٍﺓ
ِﺑ ﺴ
ﺒِﻊ ﺣ
ﺼ ﻴ
ٍﺕﺎ ﻳ
ﹶﻜِّﺒ ﺮ
ﹸﻛﱠﻠ ﻤﺎ
ﺭ ﻣ
ﻰ ِﺑ
ﺤ ﺼ
ٍﺓﺎ
Dari Ibnu Umra radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW melempar tiap jumrah dengan tujuh kerikil, sambil membaca
takbil setiap kali melempar satu kerikil. HR. Bukhari
Dan kalau mau, bisa saja lafar takbir itu dibaca lengkap dengan tambahannya, seperti lafadz berikut ini :
ُﷲﺍ ﹾﻛﺃ
ﺒﺮ ٌﷲﺍ
ﹶﺃ ﹾﻛﺒ
ﺮ ُﷲﺍ
ﹾﻛﺃ ﺒﺮ
ﹶﻛِﺒ ﻴﹰﺍﺮ
ﻭ ﹶﳊﺍ
ﻤ ﺪ
ِﻟﱠﻠِﻪ ﹶﻛِﺜ
ﻴﹰﺍﺮ ﻭ
ﺳﺒ ﺤ
ﹶﻥﺎ ِﷲﺍ
ﺑﹾﻜ ﺮﹰﺓ
ﻭ ﹶﺃ
ِﺻ ﻴ
ﹰﻼ ﻵ
ِﺇﹶﻟ ﻪ
ِﺇﱠﻻ ُﷲﺍ
ﻭ ﺣ
ﺪﻩ ﹶﻻ
ﺷ ِﺮﻳ
ﻚ ﹶﻟﻪ
. ﹶﻟﻪ
ﹸﳌﺍ ﹾﻠ
ﻚ ﻭ
ﹶﻟﻪ ﹶﳊﺍ
ﻤ ﺪ
ﻳ ﺤ
ِﻴﻲ ﻭ
ﻳِﻤ ﺖﻴ
ﻭ ﻫ
ﻮ ﻋ
ﻰﻠ ﹸﻛ
ِّﻞ ﺷ
ﻲ ٍﺀ
ﹶﻗِﺪ ٍﺮﻳ
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Segala puji yangbanyak tercurah bagi Allah. Maha suci Allah
di pagi dan petang. Tiada tuhan selain Allah, Yang Maha Esa tiada sekutu baginya. Baginya lah kerajaan dan baginya
segala pujian. Dia mematikan dan menghidupkan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
ﻵ ِﺇﹶﻟ
ﻪ ِﺇﱠﻻ
ُﷲﺍ ﻭ
ﹶﻻ ﻧ
ﻌﺒ ﺪ
ِﺇ ﱠﻻ
ِﺇﻳ ﻩﺎ
ﻣ ﺨ
ِﻠ ِﺼ
ﲔ ﹶﻟ
ﻪ ِّﺪﻟﺍ
ﻳﻦ ﻭ
ﹶﻟﻮ ﹶﻛ
ِﺮﻩ ﹶﺎﻜﻟﺍ
ِﻓﺮ ﹶﻥﻭ
Tidak ada tuhan selain Allah. Kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya dengan tulis murni dan agama bagi-Nya, meski
orang-orang kafir membenci.
ﻵ ِﺇﹶﻟ
ﻪ ِﺇﱠﻻ
ُﷲﺍ ﻭ
ﺣ ﺪﻩ
ﺻ ﺪ
ﻕ ﻭ
ﻋ ﺪﻩ
ﻭ ﻧ
ﺼ ﺮ
ﻋﺒ ﺪﻩ
ﻭ ﻫﺰ
ﻡ َﻷﺍ
ﺣ ﺰ
ﺏﺍ ﻭ
ﺣ ﺪﻩ
ﹶﻻ ِﺇﹶﻟ
ﻪ ِﺇﱠﻻ
ُﷲﺍ ﻭ
ُﷲﺍ ﹶﺃ
ﹾﻛﺒ ﺮ
Tidak ada tuhan selain Allah Yang Maha Esa, Yang selalu
193
menepati janji-Nya,
menolong hamba-Nya
dan menghancurkan partai-partai sendirian. Tidak ada tuhan
selain Allah dan Allah Maha Besar
5. Pelanggaran
Pada prinsipnya setiap pelanggaran dari wajib haji dikenakan sanksi dam, yaitu diwajibkan untuk menyembelih
hewan. Sebagaimana hadits Nabi SAW :
ﻣ ﻦ
ﺗﺮ ﻙ
ﻧ ﺴ
ﹰﺎﻜ ﹶﻓ
ﻌﹶﻠﻴ ِﻪ
ﺩﻡ
Siapa yang meninggalkan manasik maka diwajibkan atasnya menyembelih kambing. HR. Al-Baihaqi
Pelanggaran dari melempar jumrah misalnya bila terlambat dari melakukannya hingga lewat dari waktu yang
seharusnya, atau bila kurang dari hitungan jumlah pelemparan. Rinciannya memang para ulama sedikit
berbeda, tapi prinsipnya sama. 1. Mazhab Al-Hanafiyah
Mazhab Al-Hanafiyah menyebutkan bahwa bila seseorang tidak melempar jumrah dari hari Nahr, yaitu
tanggal 10 Dzulhijjah, maka dia diwajibkan untuk mengqadha’ lemparannya itu keesokan harinya, pada
tanggal 11, maka dia wajib menyembelih seekor kambing sebagai denda. Itu berlaku bila sama sekali tidak melempar
jumrah walau sebutir kerikil pun.
50
Namun bila telah lewat tanggal 13 Dzulhijjah, dan dia sama sekali belum melempar jumrah satu butir pun, maka
dia tidak perlu lagi melakukannya, kecuali cukup hanya menyembelih dan membayar dam saja.
Adapun bila seorang jamaah haji sempat melempar jumrah, namun hitungan kerikilnya masih kurang, entah satu
50
Al-Badai’, jilid 2 hal. 138