Mazhab Asy-Syafi’iyah Mazhab Al-Hanabilah

122 ﻊﹾﻄﹶﻗ ِﺔﹶﻓﺎﺴﻤﹾﻟﺍ ِﺔﻨِﺋﺎﹶﻜﹾﻟﺍ ﻦﻴﺑ ﺎﹶﻔﺼﻟﺍ ِﺓﻭﺮﻤﹾﻟﺍﻭ ﻊﺒﺳ ٍﺕﺍﺮﻣ ﺎﺑﺎﻫﹶﺫ ﺎﺑﺎﻳِﺇﻭ ﺪﻌﺑ ٍﻑﺍﻮﹶﻃ ﻲِﻓ ِﻚﺴﻧ ﺞﺣ ﻭﹶﺃ ٍﺓﺮﻤﻋ Menempuh jarak yang terbentang antara Safa dan Marwah sebanyak tujuh kali pulang pergi setelah melaksanakan ibadah tawaf, dalam rangka manasik haji atau umrah. Dasar dari ibadah sa’i adalah firman Allah SWT di dalam Al-Quran Al-Kariem: ﱠﻥِﺇ ﺎﹶﻔﺼﻟﺍ ﹶﺓﻭﺮﻤﹾﻟﺍﻭ ﻦِﻣ ِﺮِﺋﺎﻌﺷ ِﻪﱠﻠﻟﺍ ﻦﻤﹶﻓ ﺞﺣ ﺖﻴﺒﹾﻟﺍ ِﻭﹶﺃ ﺮﻤﺘﻋﺍ ﹶﻼﹶﻓ ﺡﺎﻨﺟ ِﻪﻴﹶﻠﻋ ﹾﻥﹶﺃ ﻑﻮﱠﻄﻳ ِﺑ ﺎﻤِﻬ Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syiar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui. QS. Al-Baqarah : 158 Selain itu juga ada hadits nabi SAW yang memerintahkan untuk melaksanakan ibadah sa’i dalam berhaji. ﱠﻥﹶﺃ ﻲِﺒﻨﻟﺍ  ﻰﻌﺳ ﻲِﻓ ِﻪﺠﺣ ﻴﺑ ﻦ ﺎﹶﻔﺼﻟﺍ ِﺓﻭﺮﻤﹾﻟﺍﻭ ﻝﺎﹶﻗﻭ : ﺍﻮﻌﺳﺍ ﱠﻥِﺈﹶﻓ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﺐﺘﹶﻛ ﻢﹸﻜﻴﹶﻠﻋ ﻲﻌﺴﻟﺍ Bahwa Nabi SAW melakukan ibadah sa’i pada ibadah haji beliau antara Shafa dan Marwah, dan beliau bersabda,”Lakukanlah ibadah sa’i, karena Allah telah mewajibkannya atas kalian. HR. Ad-Daruquthuny 123 Rukun sa’i adalah berjalan tujuh kali antara Shafa dan Marwah menurut jumhur ulama. Dasarnya adalah apa yang dikerjakan oleh Rasulullah SAW bahwa beliau melaksanakan sa’i tujuh kali. Dan juga didsarkan atas apa yang telah menjadi ijma’ di antara seluruh umat Islam. Bila seseorang belum menjalankan ketujuh putaran itu, maka sa’i itu tidak sah. Dan bila dia telah meninggalkan tempat sa’i, maka dia harus kembali lagi mengerjakannya dari putaran yang pertama. Dan tidak boleh melakukan tahallul bila sa’i belum dikerjakan. Sedangkan menurut Al-Hanafiyah, rukunnya hanya empat kali saja. Bila seseorang telah melewati empat putaran dan tidak meneruskan sa’inya hingga putaran yang ketujuh, dia wajib membayar dam.

G. Al-Halqu wa At-Taqshir

Istilah al-halqu wa at-taqshir ﺮﯿﺼﻘﺘﻟا و ﻖﻠﺤﻟا maknanya adalah menggunduli rambut dan menggunting sebagian rambut. Para ulama diantaranya mazhab Al-Hanafiyah, Al- Malikiyah dan As-Syafi’iyah berpendapat bahwa tindakan itu bagian dari manasik haji, dimana tahallul dari umrah atau dari haji belum terjadi manakala seseorang belum melakukannya. Dasar ibadah ini adalah firman Allah SWT : ﺪِﺠﺴﻤﹾﻟﺍ ﻦﹸﻠﺧﺪﺘﹶﻟ ﻖﺤﹾﻟﺎِﺑ ﺎﻳﺅﺮﻟﺍ ﻪﹶﻟﻮﺳﺭ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﻕﺪﺻ ﺪﹶﻘﹶﻟ ﻥِﺇ ﻡﺍﺮﺤﹾﻟﺍ ﻦﻳِﺮﺼﹶﻘﻣﻭ ﻢﹸﻜﺳﻭﺅﺭ ﲔِﻘﱢﻠﺤﻣ ﲔِﻨِﻣﺁ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﺀﺎﺷ ﹶﻥﻮﹸﻓﺎﺨﺗ ﻻ Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya yaitu bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak