Lokasi Muzdalifah Mabit di Muzdalifah 1. Pengertian

188 Ketiga jamarat itu berbentuk batu atau tugu yang berada di tengah-tengah suatu area yang dibatasi dengan pagar setinggi pinggang orang dewasa. Ketentuan pelemparan afdhalnya adalah bila batu kerikil itu mengenai tugu atau batu tersebut, namun setidaknya masuk ke dalam batas pagar. Sedangkan posisi jamaah haji yang melempar itu melingkari tugu itu, sehingga dimungkinkan untuk melempar dari arah mana saja ke tengah-tengah tepat mengenai tugu itu. Sepanjang 14 abad lamanya ritual itu berlangsung aman- aman saja. Namun di abad ini, jumlah umat Islam yang datang menjalankan ibadah haji mengalami ledakan yang tidak terbendung. Lebih dari 2 juta jamaah haji melakukan pelemparan batu kerikil di hari yang sama, dengan objek yang sama, yaitu ketiga-tiganya. Dan dua juta orang yang melempar bersamaaan dengan posisi pelemparan dari segala arah ke arah tengah-tengah itu menjadi berbayaha, insiden terkena lemparan batu nyasar sulit dihindari. Sudah jutaan manusia yang terluka, baik luka kecil atau luka serius yang jadi korban sepanjang perjalanan sejarah. Oleh karena itu di masa sekarang ini, tugu yang dijadikan objek itu diganti bentuknya menjadi objek yang menyerupai tembok yang memanjang. Orang-orang tidak lagi melempar dari segala arah, tetapi hanya bisa dari sebelah kanan atau kiri. Jamaah yang melempar dari kanan, meski melempar dengan kuat, batunya tidak akan melewati tembok itu dan tidak akan mengenai jamaah haji yang disebelah kiri. Demikian juga sebaliknya, jamaah yang disebelah kiri tembok, kalau pun melempar dengan keras, batunya tidak akan melewati tembok mengenai kepala jamaah haji yang berada di sebelah kanan tembok. Selain itu arah arus jamaah yang 2 juta itu tidak akan 189 mengalami hambatan, karena tembok itu memanjang beberapa meter, sehingga pada jamaah bisa sambil terus bergerak sambil melempar tujuh kali di tiap-tiap jamarat. Pemerintah Saudi Arabia juga membuat tempat pelemparan itu menjadi tiga lantai, sehingga konsentrasi jamaah haji bisa dipecah tiga, tidak menumpuk di satu lantai.

3. Batu Kerikil dan Jumlahnya

Jumhur ulama dari mazhab Al-Malikiyah, Asy-syafi’iyah dan Al-Hanabilah menegaskan bahwa benda yang boleh digunakan untuk melempar adalah batu kerikil yang ukurannya kecil. Bukan batu koral sebesar kepalan tangan, apalagi batu kali yang biasa digunakan untuk bikin pondasi. Mereka juga tidak membolehkan untuk melempar benda- benda seperti batu permata, emas, perak, perunggu, besi, kayu, tanah liat, debu, dan lainnya. 49 Sedangkan mazhab Al-Hanafiyah membolehkan bila yang dipakai adalah benda-benda yang asalnya dari tanah, seperti batu koral, tanah liat, dan sejenisnya. Ketentuannya jamaah haji harus melempar ketiga jamarat itu selama tiga hari berturut-turut, yaitu pada tanggal 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. Namun khusus di hari pertama, yaitu tanggal 10 Dzulhijjah, yang dilempar hanya satu saja, yaitu jumrah aqabah. Sedangkan pada hari-hari berikutnya, yang dilempar adalah ketiga-tiganya. Ketentuan yang lain adalah bahwa pada setiap jumrah , baik jumrah ula, jumrah wustha dan jumrah aqabah, masing- masing harus dilempar dengan tujuh kerikil. Tgl ula wustha aqabah Jumlah 10 7 butir - - 7 butir 11 7 butir 7 butir 7 butir 21 butir 49 Ibnu Qudamah, Al-Mughni, jilid 3 hal. 426