Shalat Wajib : Harus Berdiri dan Menghadap Kiblat Tempat Shalat Di Pesawat
285
diberi gelar itu suka atau tidak suka. Sebagaimana firman Allah SWT:
ﺎﹶﻟﻭ ﺍﻭﺰﺑﺎﻨﺗ
ِﺏﺎﹶﻘﹾﻟﹶﺄﹾﻟﺎِﺑ ﺲﹾﺌِﺑ
ﻢﺳﺎِﻟﺍ ﻕﻮﺴﹸﻔﹾﻟﺍ
ﺪﻌﺑ ِﻥﺎﳝِﺈﹾﻟﺍ
ﻦﻣﻭ ﻢﹶﻟ
ﺐﺘﻳ ﻚِﺌﹶﻟﻭﹸﺄﹶﻓ
ﻢﻫ ﹶﻥﻮﻤِﻟﺎﱠﻈﻟﺍ
Jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah yang buruk sesudah iman
dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.QS. Al-Hujurat: 11
Titik tekan larangan ini ada pada gelar yang menjadi bahan ejekan. Seperti mengejek seseorang dengan panggilan
nama hewan, di mana di balik gelar nama hewan itu tercermin ejekan. Sedangkan gelar dengan nama hewan yang
mencerminkan pujian, hukumnya boleh. Seperti kita memberi gelar kepada seorang ahli pidato
dengan sebutan macan podium. Gelar ini meski menggunakan nama hewan, tetapi kesan yang didapat
adalah kehebatan sesorang di dalam berpidato atau berorasi. Nilanya positif dan hukumnya boleh.
Kaitannya dengan gelar haji, pada hakikatnya gelar haji itu bukan gelar yang mengandung ejekan. Sehingga tidak ada
yang salah dengan gelar itu bila memang sudah menjadi kelaziman di suatu tempat. Namun gelar haji memang bukan
hal yang secara syari ditetapkan, melainkan gelar yang muncul di suatu zaman tertentu dan di suatu kelompok
masyarakat tertentu. Gelar seperti ini secara hukum tidak terlarang.
Sedangkan dari sisi riya atau atau tidak, semua terpulang kepada niat dari orang yang memakai gelar itu. Kalau dia
sengaja menggunakannya agar dipuji orang lain, atau biar kelihatan sebagai orang yang beriman dan bertaqwa,
sementara hakikatnya justru berlawanan, maka pemakaian
286
gelar ini bertentangan dengan akhlaq Islam. Dan kasus seperti ini sudah banyak terjadi. Sebutannya
pak haji tapi kerjaannya sungguh memalukan, entah memeras rakyat, atau melakukan banyak maksiat terang-
terangan di muka umat atau hal-hal yang kurang terpuji lainnya. Maka gelar haji itu bukan masuk bab riya
melainkan bab penipuan kepada publik. Tetapi ada kalannya gelar haji itu punya nilai positif dan
bermanfaat serta tidak masuk kategori riya yang dimaksud. Salah satu contoh kasusnya adalah pergi hajinya seorang
kepala suku di suku pedalaman, yang nilai-nilai keIslamannya masih menjadi banyak pertanyaan banyak
pihak karena banyak bercampur dengan khurafat. Ketika kepala suku ini diajak pergi haji, terbukalah atasnya
wawasan Islam dengan lebih luas dan lebih baik. Fikrah yang menyimpang selama ini menjadi semakin lurus. Maka
sepulang dari pergi haji, gelar haji pun dilekatkan pada namanya. Dan rakyatnya akan semakin mendapatkan
pencerahan dari kepala suku yang kini sudah bergelar haji. Bahkan akan merangsang mereka untuk pergi haji dan
mendekatkan diri dengan nilai-nilai Islam. Tentu saja, tujuan pergi haji itu salah satunya untuk membuka wawasan yang
lebih luas tentang nilai-nilai agama Islam. Jadi tidak selamanya gelar haji itu mengandung makna
negatif semacam riya dan sebagainya. Tetapi boleh jadi juga mengandung nilai-nilai positif seperti nilai dakwah dan
pelurusan fikrah. Adalah kurang bijaksana bila kita langsung menggeneralisir setiap masalah dengan satu sikap. Semua
perlu didudukkan perkaranya secara baik-baik. Lagi pula sebagai muslim, kita diwajibkan Allah SWT
untuk selalu berhusnudzdzan kepada sesama muslim. Sebab boleh jadi seseorang bergelar haji bukan karena
kehendaknya, tetapi karena kehendak masyarakat. Seorang ustadz muda yang banyak ilmunya namun masih
287
kurang dikenal atau malah kurang diperhitungkan oleh umatnya, tidak mengapa bila kita cantumkan gelar haji di
depan namanya, bila memang sudah pernah pergi haji. Sebab di kalangan masyarakat tertentu, ustadz yang sudah pernah
pergi haji akan berbeda penerimaannya dengan yang belum pernah pergi haji. Apa boleh buat, memang demikian cetak
biru yang terlanjur berakar di tengah masyarakat. Tentunya gelar haji ini sama sekali tidak berguna untuk
dipakai di dalam kelompok masyarakat yang lain.
289
Bab 21 : Haji Antara Idealitas Realitas
Ikhtishar A. Peran Ibadah Haji Secara Ideal
1. Penyebaran Dakwah Islam 2. Gerakan Perlawanan Kolonialisme