Masyru’iyah Makalah Haji - Makalah

168 dari putaran yang pertama. Dan tidak boleh melakukan tahallul bila sa’i belum dikerjakan. Sedangkan menurut Al-Hanafiyah, rukunnya hanya empat kali saja. Bila seseorang telah melewati empat putaran dan tidak meneruskan sa’inya hingga putaran yang ketujuh, dia wajib membayar dam.

F. Sunnah Sa’i

Ada beberapa hal yang disunnahkan ketika kita mengerjakan ibadah sa’i, antara lain :

1. Al-Muwalat

Istilah al-muwalat تﻻاﻮﻤﻟا maksudnya bersambung, atau berkesinambungan atau tidak terputus antara satu putaran ke putaran berikutnya dengan jeda yang lama atau panjang. Ketersambungan ini bukan rukun atau kewajiban, sifatnya hanya sunnah, yang apabila ditinggalkan tidak akan merusak sa’i, namun mengurangi pahalanya.

2. Niat

Berniat untuk melakukan sa’i adalah termasuk sunnah menurut jumhur ulama. Sedangkan mazhab Al-Malikiyah menyebutkan bahwa berniat termasuk syarat sa’i. Kalau dikatakan bahwa berniat sa’i itu hukumnya sunnah, maka bila seseorang secara tidak sengaja berjalan antara Shafa dan Marwah tanpa berniat melakukan sa’i, lalu tiba-tiba dia ingin menjadikan langkah-langkahnya yang sudah dilakukan tadi sebagai ibadah sa’i, hukumnya sudah dianggap sah. Dan ini merupakan keluasan syariat Islam. Sebagaimana tidak ada syarat niat ketika wuquf di Arafah.

3. Mengusap Hajar Aswad Sebelumnya

Disunnahkan sebelum memulai sa’i untuk mengusap hajar aswad sebelumnya, setelah mengerjakan shalat sunnah tawaf dua rakaat. Namun kesunnahan ini hanya berlaku 169 manakala mengusap hajar aswad itu dimungkinkan atau tidak ada halangan. Di masa lalu hal seperti itu masih dimungkinkan, karena jumlah jamaah haji tidak terlalu membeludak. Namun di masa sekarang ini, dengan jumlah 3 juta jamaah haji, nyaris mustahil hal itu dilakukan oleh semua orang dalam waktu yang hampir bersamaan. Maka sebagai gantinya, tidak perlu mengusap secara langsung, cukup dengan melambaikan tangan saja dari kejauhan, yaitu dari atas Shafa. 42

4. Suci Dari Hadats

Disunnahkan ketika melakukan sa’i dalam keadaan suci dari hadats, baik hadats kecil atau hadats besar. Dasarnya adalah sabda Nabi SAW : ﻦﻋ ﹶﺔﺸِﺋﺎﻋ ﻲِﺿﺭ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﺎﻬﻨﻋ ﱠﻥﹶﺃ ﻲِﺒﻨﻟﺍ  ﻝﺎﹶﻗ ﺎﻬﹶﻟ ﺎﻤﹶﻟ ِﺖﺿﺎﺣ : ﻲِﻠﻌﹾﻓﺍ ﺎﻤﹶﻛ ﻞﻌﹾﻔﻳ ﺝﺎﺤﹾﻟﺍ ﺮﻴﹶﻏ ﹾﻥﹶﺃ ﹶﻻ ﻲِﻓﻮﹸﻄﺗ ِﺖﻴﺒﹾﻟﺎِﺑ ﻰﺘﺣ ﻱِﺮﻬﹾﻄﺗ Dari Aisyah radhiyallahuanha bahwa Nabi SAW berkata kepadanya ketika mendapat haidh saat haji,”Kerjakan semuanya sebagaimana orang-orang mengerjakan haji, namun jangan lakukan thawaf di Ka’bah hingga kamu suci. HR. Bukhari Hadits ini hanya menyebutkan bahwa bagi wanita yang sedang mendapat haidh tidak boleh melakukan thawaf, namun hadits ini tidak menyebutkan larangan untuk melakukan sa’i. Sehingga sa’i tetap boleh dilakukan oleh orang yang berhadats. 5. Naik ke Atas Bukit Bagi laki-laki disunnahkan untuk naik ke atas bukit Shafa dan Marwah dan saat di atas lalu menghadap ke kiblat, 42 Al-Imam An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, jilid 8 hal. 76