Perencanaan transportasi sebagai bentuk campur tangan manusia

1.7 Perencanaan transportasi sebagai bentuk campur tangan manusia

Seperti telah dikemukakan, sarana transportasi adalah salah satu dari sekian macam alat penghubung yang dimaksudkan untuk melawan jarak. Melawan jarak tidak lain adalah menyediakan sistem sarana dan prasarana transportasi, yaitu alat yang bergerak, menyediakan ruang untuk alat angkut tersebut, dan tempat berhentinya (untuk bongkar muat), mengatur kegiatan transportasi, menentukan tempat perhentian, lokasi untuk berproduksi dan mengkonsumsi, serta merencanakan semuanya untuk perkembangan selanjutnya. Pengembangan mengenai perencanaan itu disebut perencanaan transportasi.

Perencanaan transportasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan kota atau perencanaan daerah. Rencana kota atau rencana daerah tanpa mempertimbangkan keadaan dan pola transportasi yang akan terjadi sebagai akibat rencana itu sendiri akan menghasilkan kesemrawutan lalulintas di kemudian hari. Keadaan ini akan membawa akibat berantai cukup panjang dengan meningkatnya jumlah kecelakaan, pelanggaran lalulintas, menurunnya sopan santun berlalulintas, dan lain-lain.

Dalam kaitan antara perencanaan transportasi dan perencanaan kota, maka menetapkan suatu bagian kawasan kota menjadi tempat kegiatan tertentu (misalnya kawasan perumahan mewah Pondok Indah atau kawasan Industri Pulo Gadung di DKI-Jakarta) bukanlah sekadar memilih lokasi. Pada akhirnya, dalam perencanaan tata guna lahan untuk perkotaan harus diperhitungkan lalulintas yang bakal terjadi akibat penetapan lokasi itu sendiri, lalulintas di kawasan itu sendiri, serta lalulintas antara kawasan itu dengan kawasan lain yang sudah ada lebih dahulu.

Perencanaan transportasi itu sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang

tujuannya mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan manusia dan barang bergerak atau berpindah tempat dengan aman dan murah

(Pignataro, 1973). Selain itu, sebenarnya masih ada unsur ‘cepat’; jadi, selain aman dan murah, transportasi juga harus cepat. Bahkan untuk memindahkan manusia, selain cepat, aman, dan murah, sistem transportasi harus pula nyaman.

Perencanaan transportasi ini merupakan proses yang dinamis dan harus tanggap terhadap perubahan tata guna lahan, keadaan ekonomi, dan pola arus lalulintas. Modal yang dikeluarkan untuk menerapkan sistem transportasi sangat besar sehingga mungkin saja terjadi perubahan yang radikal atas tata guna lahan tempat sistem prasarana transportasi dibangun karena pemakai lahan mengharapkan mendapatkan keuntungan atas pembangunan prasarana tersebut.

Perlu dicatat bahwa proses perencanaan transportasi dipengaruhi secara langsung oleh ada tidaknya pengawasan atas pola dan sistem kegiatan manusia, yang biasanya dicerminkan dengan pola tata guna lahan. Misalnya, pada keadaan tanpa pengawasan tata guna lahan, maka jaringan transportasi dengan sendirinya akan menjadi penentu yang kuat bagi peruntukan tata guna lahan tersebut. Jadi, harus direncanakan dengan memperhatikan dampaknya. Hal seperti ini akan terjadi di

22 Ofyar Z Tamin, Perencanaan dan pemodelan transportasi 22 Ofyar Z Tamin, Perencanaan dan pemodelan transportasi

Apa pun asumsi yang dibuat tentang tata guna lahan, perencanaan transportasi akan mengusulkan untuk membuat jalan, jembatan, dan tempat parkir, serta membuat kebijakan dan peraturan yang diperlukan, misalnya tarif, pengendalian perparkiran, dan pembatasan lalulintas. Kekuatan hukum diperlukan bilamana suatu rencana diajukan. Di negara sedang berkembang, para pejabatnya kurang memiliki wewenang untuk memperoleh tanah guna membuat jalan, memungut ongkos parkir, mengadakan larangan beberapa jenis kendaraan yang datang dari jalan pribadi, atau mengawasi masalah perparkiran kendaraan pribadi.

Perencanaan transportasi tanpa pengendalian tata guna lahan adalah mubazir karena perencanaan transportasi pada dasarnya adalah usaha untuk mengantisipasi kebutuhan akan pergerakan di masa mendatang, dan faktor aktivitas yang dicanangkan (dan juga tata guna lahan) merupakan dasar analisisnya.

Jadi, bila tata guna lahan tidak bisa diawasi atau dikendalikan melalui tindakan hukum, maka perencanaan transportasi harus dimulai dari posisi antara yang diinginkan dan yang bisa berjalan wajar tanpa perencanaan. Contohnya adalah proses timbulnya pasar. Kebijakan yang mungkin bisa digunakan untuk mempengaruhi perkembangan tata guna lahan adalah (lihat juga LPM-ITB, 1996, 1997a):

1 memberikan rangsangan berbentuk uang untuk mereka yang dapat menciptakan lapangan kerja di daerah tertentu, dengan cara memberi hadiah atau pengurangan pajak kepada setiap pengusaha;

2 membebankan pajak yang lebih tinggi kepada pengusaha yang membangun daerah lain, selain yang ditunjuk;

3 menurunkan tarif umum untuk listrik, gas, air PAM, dan telepon untuk daerah yang sedang dibangun, dan menaikkan tarif tersebut untuk daerah yang tidak mendapat izin pembangunan lagi;

4 memberikan rangsangan berupa subsidi pembangunan dan penyewaan untuk bangunan industri, ruang perkantoran, dan pertokoan di daerah pembangunan;

5 memperbaiki jalan raya dan pelayanan transportasi yang lebih baik untuk

menunjang daerah yang dibangun;

6 menerapkan pengaturan yang baik untuk merancang akses.