Konsep biaya gabungan

3.4.4 Konsep biaya gabungan

Penelitian di Belanda menunjukkan bahwa 70% ruas jalan yang dipilih pengendara memiliki jarak dan waktu sebagai atribut utama. Dalam proses pemilihan rute diasumsikan bahwa setiap pengendara akan memilih rute yang meminimumkan kombinasi linear antara jarak dan waktu, yang biasa dikenal dengan biaya gabungan.

Konsep biaya gabungan menggabungkan ketiga komponen utama dalam proses pemilihan rute (jarak, biaya, dan waktu) menjadi satu nilai tertentu yang mempunyai unit satuan biaya atau unit satuan waktu. Biaya gabungan untuk pergerakan angkutan umum dapat dinyatakan dengan persamaan (3.1) berikut.

G cu = φ D + ν T a + ν T w + ν T v + δ

G cu = biaya gabungan untuk pergerakan angkutan umum (dalam satuan rupiah)

D = jarak pergerakan (dalam satuan jarak) T a = waktu berjalan kaki dari dan ke angkutan umum (dalam satuan waktu) T w = waktu menunggu angkutan umum (dalam satuan waktu) T v = waktu selama berada dalam angkutan umum (dalam satuan waktu) φ = tarif per satuan jarak (dalam satuan rupiah) ν = nilai waktu per satuan waktu (dalam satuan rupiah)

δ = biaya tambahan atau biaya komponen lainnya yang tidak terukur (dalam satuan rupiah)

Sementara itu, biaya gabungan untuk pergerakan angkutan pribadi dapat dinyatakan dengan persamaan (3.2).

G cp = ψ D + ν T v + C (3.2)

G cp = biaya gabungan untuk pergerakan angkutan pribadi (dalam satuan rupiah) ψ = biaya operasi kendaraan per satuan jarak (dalam satuan rupiah)

C = biaya parkir (atau tol) Pada umumnya, nilai waktu berjalan kaki dan nilai waktu menunggu mempunyai

nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai waktu selama berada dalam angkutan umum (biasanya dua kalinya).

Dua komponen utama yang sangat dibutuhkan dalam menghitung biaya gabungan adalah Biaya Operasi Kendaraan (BOK) dan Nilai Waktu. Berikut ini dijelaskan kedua komponen tersebut.

96 Ofyar Z Tamin, Perencanaan dan pemodelan transportasi

Perhitungan komponen BOK berikut ini dikembangkan oleh LAPI-ITB (1997) bekerja sama dengan KBK Rekayasa Transportasi, Jurusan Teknik Sipil, ITB melalui proyek kajian ‘Perhitungan Besar Keuntungan Biaya Operasi Kendaraan’ yang didanai oleh PT Jasa Marga, sedangkan komponen bunga modal dikembangkan oleh Bina Marga melalui proyek Road User Costs Model (1991).

3.4.4.1 Biaya operasi kendaraan (BOK)

Komponen BOK pada model ini terdiri dari biaya konsumsi bahan bakar, biaya konsumsi minyak pelumas, biaya pemakaian ban, biaya pemeliharaan, biaya penyusutan, bunga modal, dan biaya asuransi. Meskipun masih banyak komponen lain yang perlu diperhitungkan, komponen tersebut tidak terlalu dominan. Rumus komponen BOK yang digunakan pada model tersebut ditampilkan berikut ini.

Konsumsi bahan bakar (KBB)

KBB = KBB dasar x (1 ± (k k +k l +k r )) (3.3)

KBB dasar kendaraan golongan I = 0,0284 V 2 − 3,0644 V + 141,68

KBB dasar kendaraan golongan IIA = 2,26533 x(KBB dasar golongan I) KBB dasar kendaraan golongan IIB = 2,90805 x(KBB dasar golongan I) k k = faktor koreksi akibat kelandaian k l = faktor koreksi akibat kondisi arus lalulintas k r = faktor koreksi akibat kekasaran jalan

V = kecepatan kendaraan (km/jam)

Tabel 3.2 Faktor koreksi konsumsi bahan bakar dasar kendaraan ( k k )

g< − 5%

Faktor koreksi akibat kelandaian negatif (k k ) − 5%< g < 0%

Faktor koreksi akibat kelandaian positif (k k )

Faktor koreksi akibat kondisi arus lalulintas (k l ) 0,6 < NVK < 0,8

< 3 m/km

Faktor koreksi akibat kekasaran jalan (k r ) > 3 m/km

g = kelandaian NVK = nisbah volume per kapasitas Sumber: LAPI-ITB (1997)

Konsep pemodelan

• Konsumsi minyak pelumas Besarnya konsumsi dasar minyak pelumas (liter/km) sangat tergantung pada kecepatan kendaraan dan jenis kendaraan. Konsumsi dasar ini kemudian dikoreksi lagi menurut tingkat kekasaran jalan.

Tabel 3.3 Konsumsi dasar minyak pelumas (liter/km)

Kecepatan

Jenis kendaraan

(km/jam)

Golongan I

Golongan IIA

Golongan IIB

Sumber: LAPI-ITB (1997) Tabel 3.4 Faktor koreksi konsumsi minyak pelumas terhadap kondisi kekasaran

permukaan

Nilai kekasaran Faktor koreksi

< 3 m/km 1,00 > 3 m/km

Sumber: LAPI-ITB (1997) •

Biaya pemakaian ban Besarnya biaya pemakaian ban sangat tergantung pada kecepatan kendaraan dan jenis kendaraan.

Kendaraan golongan I

Y = 0,0008848 V – 0,0045333

Kendaraan golongan IIA :

Y = 0,0012356 V – 0,0064667

Kendaraan golongan IIB :

Y = 0,0015553 V – 0,0059333

Y = pemakaian ban per 1.000 km •

Biaya pemeliharaan Komponen biaya pemeliharaan yang paling dominan adalah biaya suku cadang dan upah montir.

a Suku cadang

Golongan I : Y = 0,0000064 V + 0,0005567 Golongan IIA : Y = 0,0000332 V + 0,0020891 Golongan IIB : Y = 0,0000191 V + 0,0015400 Y = biaya pemeliharaan suku cadang 5per 1.000 km

b Montir Golongan I

: Y = 0,00362 V + 0,36267

98 Ofyar Z Tamin, Perencanaan dan pemodelan transportasi

Golongan IIA : Y = 0,02311 V + 1,97733 Golongan IIB : Y = 0,01511 V + 1,21200 Y = jam kerja montir per 1.000 km

• Biaya penyusutan Biaya penyusutan hanya berlaku untuk perhitungan BOK pada jalan tol dan jalan arteri, besarnya berbanding terbalik dengan kecepatan kendaraan.

Golongan I : Y = 1/(2,5 V + 125) Golongan IIA : Y = 1/(9,0 V + 450) Golongan IIB : Y = 1/(6,0 V + 300) Y = biaya penyusutan per 1.000 km (sama dengan 1/2 nilai penyusutan

kendaraan) •

Bunga modal Menurut Road User Costs Model (1991), besarnya biaya bunga modal per kendaraan per 1.000 km ditentukan oleh persamaan (3.4) berikut.

Bunga modal = 0,22% x (harga kendaraan baru) (3.4)

• Biaya asuransi Besarnya biaya asuransi berbanding terbalik dengan kecepatan. Semakin tinggi kecepatan kendaraan, semakin kecil biaya asuransi.

Golongan I : Y = 38/(500 V) Golongan IIA : Y = 6/(2571,42857 V) Golongan IIB : Y = 61/(1714,28571 V) Y = biaya asuransi per 1.000 km

Sampai saat ini, belum didapatkan besaran nilai waktu yang berlaku untuk Indonesia. Tabel 3.5 menampilkan besaran nilai waktu beberapa kajian yang pernah dilakukan.

3.4.4.2 Nilai waktu

Tabel 3.5 Nilai waktu setiap golongan kendaraan

Nilai waktu (Rp/jam/kendaraan) Rujukan Golongan I Golongan IIA Golongan IIB

PT Jasa Marga (1990 − 1996)

Padalarang − Cileunyi (1996)

JIUTR Northern Extension (PCI, 1989)

Surabaya − Mojokerto (JICA, 1991)

Sumber: LAPI-ITB (1997)

Konsep pemodelan

Beberapa modifikasi dilakukan dengan ‘memilih’ nilai waktu yang terbesar antara nilai waktu dasar yang dikoreksi menurut lokasi dengan nilai waktu minimum seperti terlihat pada persamaan (3.5).

Nilai waktu = maksimum {(k x nilai waktu dasar), nilai waktu minimum} (3.5)

k adalah nilai faktor koreksi pada tabel 3.7 dengan asumsi bahwa nilai waktu dasar tersebut hanya berlaku untuk daerah DKI-Jakarta dan sekitarnya. Untuk daerah lainnya harus dilakukan koreksi sesuai dengan PDRB per kapitanya; DKI-Jakarta dan sekitarnya dianggap mempunyai faktor koreksi 1,0.

Tabel 3.7 merangkum beberapa faktor koreksi nilai waktu menurut daerah, sedangkan tabel 3.6 merangkum nilai waktu minimum yang digunakan.

Tabel 3.6 Nilai waktu minimum (Rupiah/jam/kendaraan)

JIUTR No

Jasa Marga

Kabupaten/Kodya

2 selain DKI-Jakarta

Sumber: LAPI-ITB (1997) Tabel 3.7 PDRB atas dasar harga konstan tahun 1995

PDRB per kapita Nilai No

PDRB (juta

(juta rupiah) koreksi

2 Jawa Barat

3 Kodya Bandung

4 Jawa Tengah

5 Kodya Semarang

6 Jawa Timur

7 Kodya Surabaya

8 Sumatera Utara

9 Kodya Medan

Sumber: LAPI-ITB (1997) Dengan demikian, nilai waktu yang berlaku untuk DKI-Jakarta adalah sebesar Rp

12.287 per kendaraan per jam, sedangkan nilai waktu untuk daerah lainnya dapat dihitung dengan mengalikan faktor koreksi dengan nilai waktu yang berlaku untuk DKI-Jakarta.