Pemodelan sistem

3.1 Pemodelan sistem

Pada bab 2 telah dijelaskan kaitan antara sistem tata guna lahan (kegiatan), sistem prasarana transportasi (jaringan), dan sistem arus lalulintas (pergerakan) dengan panjang lebar (kualitatif). Selain itu, pendekatan kuantitatif juga dibutuhkan untuk mendapatkan penjelasan atau gambaran yang lebih jelas serta terukur mengenai kaitan tersebut. Dalam pendekatan secara ‘sistem’, cara tersebut dikenal dengan pemodelan sistem. Model adalah alat bantu atau media yang dapat digunakan untuk mencerminkan dan menyederhanakan suatu realita (dunia sebenarnya) secara terukur; beberapa di antaranya adalah:

• model fisik (model arsitek, model teknik, wayang golek, dan lain-lain); •

model peta dan diagram; •

model statistik dan matematik (fungsi atau persamaan) yang dapat menerangkan secara terukur beberapa aspek fisik, sosial ekonomi, atau model transportasi.

Semua model merupakan penyederhanaan realita untuk mendapatkan tujuan tertentu, yaitu penjelasan dan pengertian yang lebih mendalam serta untuk kepentingan peramalan. Ilmu arsitektur mengenal model maket (bentuk fisik rencana pengembangan wilayah, kota, kawasan, dan lain-lainnya sebagai cerminan realita dalam skala yang lebih kecil).

Kegunaan model maket tersebut adalah untuk dapat memperlihatkan dan menjelaskan perkembangan wilayah tersebut jika konsep pengembangan dilakukan. Dengan demikian, kita dapat mengetahui apa saja yang perlu dilengkapi oleh para perencana atau pengembang dengan hanya melihat dan mempelajari model maket tersebut. Beberapa simulasi skenario dapat dilakukan pada model sehingga dapat dipilih rencana pengembangan yang optimum yang sesuai dengan tujuan awal pembangunan. Dengan kata lain, realita yang ada disederhanakan dan dicerminkan dengan menggunakan model maket.

Ilmu teknik sipil juga mengenal model maket ini, misalnya rencana pembangunan suatu bendungan besar yang dipelajari dulu karakteristiknya di laboratorium dengan membuat bendungan yang sama dengan skala yang jauh lebih kecil. Dengan model tersebut bisa didapatkan gambaran yang lebih jelas dan rinci serta terukur mengenai perilaku bendungan jika dibangun dengan skala sebenarnya. Beberapa uji atau simulasi berbagai kondisi kritis dapat dilakukan sehingga dapat dihasilkan rencana yang paling efisien, aman, atau memenuhi kriteria lain yang disyaratkan. Hal ini dibutuhkan untuk mencegah hal yang tidak diinginkan jika bendungan langsung dibangun. Tambahan lain, di negara Belanda yang terkenal dengan bendungan besar dan kecil, kita bahkan dapat menemukan model maket bendungan dengan skala 1:1.

Di bidang pariwisata, penggunaan model miniatur (bagian dari model fisik) sangat populer dan sangat sering kita dijumpai di beberapa tempat penjualan miniatur objek pariwisata (misalnya miniatur candi Borobudur). Miniatur tersebut sebenarnya merupakan model (replika) candi borobudur dalam skala lebih kecil dan berbentuk 3-dimensi. Dengan demikian, seseorang di kota Banda Aceh tidak perlu mengeluarkan biaya besar untuk jauh-jauh pergi ke Yogyakarta untuk melihat candi tersebut (realita), tetapi dapat membayangkannya dengan hanya mengamati model miniatur tersebut.

Model peta dan diagram menggunakan media garis (lurus dan lengkung), warna, notasi, dan lain-lainnya untuk menggambarkan realita. Misalnya, dalam model kontur ketinggian, dengan hanya menggunakan garis lengkung, kita dapat membayangkan realita dengan hanya melihat model kontur ketinggian itu. Informasi lain yang tidak diperlukan tidak ditampilkan (misalnya tata guna lahan, lokasi jembatan, jalan, jenis tanah, kondisi geologi). Beberapa perencanaan tahap berikutnya dapat dilakukan tanpa perlu melihat lapangan atau lokasi sebenarnya, cukup dengan hanya melihat model kontur itu.

Peta topografi dapat memperlihatkan informasi kemiringan tanah, ketinggian, lokasi sungai dan jembatan, gunung, batas administrasi pemerintahan, dan lain-lain. Peta tata guna lahan dapat memperlihatkan jenis peruntukan lahan suatu wilayah, misalnya daerah industri, permukiman, hutan lindung, perkantoran, dan fasilitas sosial. Akan tetapi, informasi tentang hal lain yang tidak dibutuhkan tidak diperlihatkan dalam model topografi tersebut. Jadi, model itu merupakan penyederhanaan dan cerminan realita.

Selain itu, dengan hanya menggunakan media informasi garis dan angka dalam suatu peta kontur, seseorang (ahli geodesi) dapat langsung membayangkan perkiraan situasi dan kondisi lapangan sebenarnya (realita) tanpa harus pergi ke lapangan; cukup dengan hanya melihat peta kontur tersebut. Foto, sketsa atau peta dapat dikategorikan sebagai model 2-dimensi (sudah barang tentu berskala lebih kecil) karena dapat merepresentasikan realita dengan cara yang lebih sederhana.

Beberapa model dapat mencerminkan realita secara tepat. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin mirip suatu model dengan realitanya, semakin sulit membuat model tersebut (wayang golek lebih mirip dengan manusia dibandingkan dengan wayang kulit, sehingga lebih sulit melaksanakan pertunjukan wayang golek). Model canggih belum tentu merupakan model yang baik − kadang-kadang model sederhana dapat menghasilkan keluaran yang jauh lebih baik dan sesuai untuk tujuan tertentu dengan situasi dan kondisi tertentu pula.