Pendekatan sistem untuk perencanaan transportasi
2.2 Pendekatan sistem untuk perencanaan transportasi
Pendekatan sistem adalah pendekatan umum untuk suatu perencanaan atau teknik dengan menganalisis semua faktor yang berhubungan dengan permasalahan yang ada. Contohnya, kemacetan lokal yang disebabkan oleh penyempitan lebar jalan dapat dipecahkan dengan melakukan perbaikan secara lokal. Akan tetapi, hal ini mungkin menyebabkan permasalahan berikutnya yang timbul di tempat lain.
Pendekatan sistem akan dapat mengaitkan permasalahan yang ada, misalnya apakah permasalahan tersebut disebabkan karena terlalu banyaknya lalulintas di daerah tersebut? Jika memang demikian, pertanyaan berikutnya adalah mengapa lalulintas tersebut terlalu banyak? Jawabannya mungkin karena terlalu banyak kantor yang sangat berdekatan letaknya, atau mungkin juga karena ruang gerak yang sangat sempit bagi pergerakan lalulintas. Pemecahannya dapat berupa manajemen lalulintas secara lokal, pembangunan jalan baru, peningkatan pelayanan angkutan umum, atau perencanaan tata guna lahan yang baru. Pendekatan sistem mencoba menghasilkan pemecahan yang ‘terbaik’ dari beberapa alternatif pemecahan yang ada, tentunya dengan batasan tertentu (waktu dan biaya).
2.2.1 Pengertian sistem
Sistem adalah gabungan beberapa komponen atau objek yang saling berkaitan. Dalam setiap organisasi sistem, perubahan pada satu komponen dapat menyebabkan perubahan pada komponen lainnya. Dalam sistem mekanis, komponen berhubungan secara ‘mekanis’, misalnya komponen dalam mesin mobil. Dalam sistem ‘tidak- mekanis’, misalnya dalam interaksi sistem tata guna lahan dengan sistem jaringan transportasi, komponen yang ada tidak dapat berhubungan secara mekanis, akan tetapi perubahan pada salah satu komponen (sistem ‘kegiatan’) dapat menyebabkan perubahan pada komponen lainnya (sistem ‘jaringan’ dan sistem ‘pergerakan’). Pada dasarnya, prinsip sistem ‘mekanis’ sama saja dengan sistem ‘tidak-mekanis’.
Gambar 2.1 memperlihatkan beberapa komponen penting yang saling berhubungan dalam perencanaan transportasi, yang biasanya dikenal dengan proses perencanaan. Tampak bahwa proses perencanaan sebenarnya merupakan proses berdaur dan tidak pernah berhenti. Perubahan dalam suatu komponen pasti mengakibatkan perubahan pada komponen lainnya. Tahap awal proses perencanaan adalah perumusan atau kristalisasi sasaran, tujuan, dan target, termasuk mengidentifikasi permasalahan dan kendala yang ada.
Proses selanjutnya adalah mengumpulkan data untuk melihat kondisi yang ada dan hal ini sangat diperlukan untuk mengembangkan metode kuantitatif yang akan dipilih yang tentu harus sesuai dengan sistem yang ada. Proses peramalan sangat dibutuhkan untuk melihat perkiraan situasi pada masa mendatang dan merumuskan beberapa alternatif pemecahan masalah, termasuk standar perencanaan yang diteruskan dengan proses pemilihan alternatif terbaik. Untuk itu diperlukan suatu metode atau teknik penilaian yang cocok dalam proses pemilihan alternatif terbaik tersebut.
26 Ofyar Z Tamin, Perencanaan dan pemodelan transportasi
Sasaran, tujuan, dan
target
Rumusan sasaran, tujuan,
dan target
Pemantauan dan
evaluasi Data
Perencanaan
Data
rencana Data
Pelaksanaan Penilaian
Alternatif terbaik
Data
Perancangan
Gambar 2.1 Proses perencanaan Sumber: Tamin (1988a)
Setelah alternatif terbaik didapatkan, dilakukan proses perancangan yang diteruskan dengan proses pelaksanaan. Setelah proses pelaksanaan, perlu dilakukan proses pengawasan dan evaluasi untuk melihat apakah tujuan perencanaan yang telah dirumuskan pada tahap awal telah tercapai. Jika tidak, mungkin perlu diubah rumusan tujuan dan sasaran yang ada yang secara otomatis pasti mempengaruhi proses perencanaan berikutnya. Proses daur tersebut terus berlangsung dan tidak pernah berhenti.
2.2.2 Sistem transportasi makro
Untuk lebih memahami dan mendapatkan alternatif pemecahan masalah yang terbaik, perlu dilakukan pendekatan secara sistem − sistem transportasi dijelaskan dalam bentuk sistem transportasi makro yang terdiri dari beberapa sistem transportasi mikro. Sistem transportasi secara menyeluruh (makro) dapat dipecahkan menjadi beberapa sistem yang lebih kecil (mikro) yang masing-masing saling terkait dan saling mempengaruhi seperti terlihat pada gambar 2.2.
Pendekatan perencanaan transportasi Pendekatan perencanaan transportasi
Sistem pergerakan
Gambar 2.2
Sistem kelembagaan
Sistem transportasi makro Sumber: Tamin (1992b, 1993a, 1994b, 1995hjk)
Sistem transportasi mikro tersebut terdiri dari:
a sistem kegiatan
b sistem jaringan prasarana transportasi
c sistem pergerakan lalulintas
d sistem kelembagaan Seperti kita ketahui, pergerakan lalulintas timbul karena adanya proses pemenuhan
kebutuhan. Kita perlu bergerak karena kebutuhan kita tidak bisa dipenuhi di tempat kita berada. Setiap tata guna lahan atau sistem kegiatan (sistem mikro yang pertama) mempunyai jenis kegiatan tertentu yang akan membangkitkan pergerakan dan akan menarik pergerakan dalam proses pemenuhan kebutuhan.
Sistem tersebut merupakan sistem pola kegiatan tata guna lahan yang terdiri dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan lain-lain. Kegiatan yang timbul dalam sistem ini membutuhkan pergerakan sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan setiap hari yang tidak dapat dipenuhi oleh tata guna lahan tersebut. Besarnya pergerakan sangat berkaitan erat dengan jenis dan intensitas kegiatan yang dilakukan.
Pergerakan yang berupa pergerakan manusia dan/atau barang tersebut jelas membutuhkan moda transportasi (sarana) dan media (prasarana) tempat moda transportasi tersebut bergerak. Prasarana transportasi yang diperlukan merupakan sistem mikro yang kedua yang biasa dikenal dengan sistem jaringan yang meliputi sistem jaringan jalan raya, kereta api, terminal bus dan kereta api, bandara, dan pelabuhan laut.
Interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan ini menghasilkan pergerakan manusia dan/atau barang dalam bentuk pergerakan kendaraan dan/atau orang (pejalan kaki). Suatu sistem mikro yang ketiga atau sistem pergerakan yang aman, cepat, nyaman, murah, handal, dan sesuai dengan lingkungannya dapat tercipta jika pergerakan tersebut diatur oleh sistem rekayasa dan manajemen lalulintas yang
28 Ofyar Z Tamin, Perencanaan dan pemodelan transportasi 28 Ofyar Z Tamin, Perencanaan dan pemodelan transportasi
Sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan akan saling mempengaruhi seperti terlihat pada gambar 2.2. Perubahan pada sistem kegiatan jelas akan mempengaruhi sistem jaringan melalui perubahan pada tingkat pelayanan pada sistem pergerakan. Begitu juga perubahan pada sistem jaringan akan dapat mempengaruhi sistem kegiatan melalui peningkatan mobilitas dan aksesibilitas dari sistem pergerakan tersebut.
Selain itu, sistem pergerakan memegang peranan penting dalam menampung pergerakan agar tercipta pergerakan yang lancar yang akhirnya juga pasti mempengaruhi kembali sistem kegiatan dan sistem jaringan yang ada dalam bentuk aksesibilitas dan mobilitas. Ketiga sistem mikro ini saling berinteraksi dalam sistem transportasi makro.
Sesuai dengan GBHN 1993, dalam usaha untuk menjamin terwujudnya sistem pergerakan yang aman, nyaman, lancar, murah, handal, dan sesuai dengan lingkungannya, maka dalam sistem transportasi makro terdapat sistem mikro tambahan lainnya yang disebut sistem kelembagaan yang meliputi individu, kelompok, lembaga, dan instansi pemerintah serta swasta yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam setiap sistem mikro tersebut. Di Indonesia, sistem kelembagaan yang berkaitan dengan masalah transportasi secara umum adalah sebagai berikut.
Sistem kegiatan
Bappenas, Bappeda Tingkat I dan II, Bangda, Pemda •
Sistem jaringan
Departemen Perhubungan (Darat, Laut, Udara), Bina Marga •
Sistem pergerakan
DLLAJ, Organda, Polantas, masyarakat Bappenas, Bappeda, Bangda, dan Pemda memegang peranan yang sangat penting
dalam menentukan sistem kegiatan melalui kebijakan baik yang berskala wilayah, regional, maupun sektoral. Kebijakan sistem jaringan secara umum ditentukan oleh Departemen Perhubungan baik darat, laut, maupun udara serta Departemen PU melalui Direktorat Jenderal Bina Marga. Sistem pergerakan ditentukan oleh DLLAJ, Organda, Polantas dan masyarakat sebagai pemakai jalan.
Kebijakan yang diambil tentunya dapat dilaksanakan dengan baik melalui peraturan yang secara tidak langsung juga memerlukan sistem penegakan hukum yang baik pula. Jadi, secara umum dapat dikatakan bahwa pemerintah, swasta, dan masyarakat berperan dalam mengatasi masalah sistem transportasi ini, terutama masalah kemacetan.
Pendekatan perencanaan transportasi
2.2.3 Sistem tata guna lahan − transportasi
Sistem transportasi perkotaan terdiri dari berbagai aktivitas seperti bekerja, sekolah, olahraga, belanja, dan bertamu yang berlangsung di atas sebidang tanah (kantor, pabrik, pertokoan, rumah, dan lain-lain). Potongan lahan ini biasa disebut tata guna lahan. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan perjalanan di antara tata guna lahan tersebut dengan menggunakan sistem jaringan transportasi (misalnya berjalan kaki atau naik bus). Hal ini menimbulkan pergerakan arus manusia, kendaraan, dan barang.
Pergerakan arus manusia, kendaraan, dan barang mengakibatkan berbagai macam interaksi. Terdapat interaksi antara pekerja dan tempat mereka bekerja, antara ibu rumah tangga dan pasar, antara pelajar dan sekolah, dan antara pabrik dan lokasi bahan mentah serta pasar. Beberapa interaksi dapat juga dilakukan dengan telepon atau surat (sangat menarik untuk diketahui bagaimana sistem telekomunikasi yang lebih murah dan lebih canggih dapat mempengaruhi kebutuhan lalulintas di masa mendatang). Akan tetapi, hampir semua interaksi memerlukan perjalanan, dan oleh sebab itu menghasilkan pergerakan arus lalulintas.
Sasaran umum perencanaan transportasi adalah membuat interaksi tersebut menjadi semudah dan seefisien mungkin. Cara perencanaan transportasi untuk mencapai sasaran umum itu antara lain dengan menetapkan kebijakan tentang hal berikut ini.
a Sistem kegiatan Rencana tata guna lahan yang baik (lokasi toko, sekolah, perumahan, pekerjaan, dan lain-lain yang benar) dapat mengurangi kebutuhan akan perjalanan yang panjang sehingga membuat interaksi menjadi lebih mudah. Perencanaan tata guna lahan biasanya memerlukan waktu cukup lama dan tergantung pada badan pengelola yang berwewenang untuk melaksanakan rencana tata guna lahan tersebut.
b Sistem jaringan Hal yang dapat dilakukan misalnya meningkatkan kapa- sitas pelayanan prasarana yang ada: melebarkan jalan, menambah jaringan jalan baru, dan lain-lain.
c Sistem pergerakan Hal yang dapat dilakukan antara lain mengatur teknik dan manajemen lalulintas (jangka pendek), fasilitas angkutan umum yang lebih baik (jangka pendek dan menengah), atau pembangunan jalan (jangka panjang).
Para pembaca yang berminat dan ingin mengetahui lebih lanjut mengenai alternatif pemecahan masalah transportasi di daerah perkotaan disarankan membaca bab 9.
Sebaran geografis antara tata guna lahan (sistem kegiatan) serta kapasitas dan lokasi dari fasilitas transportasi (sistem jaringan) digabungkan untuk mendapatkan arus dan pola pergerakan lalulintas di daerah perkotaan (sistem pergerakan). Besarnya arus dan pola pergerakan lalulintas sebuah kota dapat memberikan umpan-balik untuk menetapkan lokasi tata guna lahan yang tentu membutuhkan prasarana baru pula.
30 Ofyar Z Tamin, Perencanaan dan pemodelan transportasi