Model kebutuhan-langsung

6.7 Model kebutuhan-langsung

6.7.1 Pendahuluan

Metodologi pemodelan yang berurutan mensyaratkan adanya penaksiran submodel dengan baik. Salah satu pendekatan adalah dengan mengembangkan model yang menggabungkan model bangkitan pergerakan, sebaran pergerakan, dan pemilihan moda. Hal ini sangat menarik karena dapat menghindari proses yang harus berurutan. Contohnya, model gravity selalu mempunyai masalah dalam total nilai O i

dan D d yang tidak cocok dan masalah yang dihasilkan oleh pergerakan intrazonal. Model kebutuhan-langsung, karena ketiga submodelnya tersebut diestimasi secara simultan, akan tidak mempunyai masalah tersebut.

Model kebutuhan-langsung terdiri dari dua jenis: langsung dan langsung-kuasi. Jenis langsung mempunyai satu persamaan yang mengaitkan antara kebutuhan akan pergerakan langsung dengan moda, atribut pergerakan, dan individu. Jenis langsung-kuasi menggunakan bentuk pemisah antara pemilihan moda dan total kebutuhan akan pergerakan. Model kebutuhan-langsung sangat erat kaitannya dengan model umum ekonometrik dan peneliti telah banyak meneliti hal ini.

6.7.2 Model abstrak dan model kebutuhan-langsung

Bentuk pertama model ini mempunyai fungsi perkalian. Model ASRC (Kraft, 1968) menaksir kebutuhan sebagai fungsi perkalian dari peubah aktivitas dan sosio- ekonomi untuk setiap pasangan zona dan atribut tingkat pelayanan dari setiap moda transportasi yang melayaninya:

( ( id m ) )

(6.39) P adalah populasi, I adalah pendapatan, dan c adalah waktu atau biaya tempuh dari

idk = φ ( P P d ) k 1 ( I I ) k k i i d 2 ∏ t

id km ) ( c km

zona i ke zona d dengan moda k, serta θ , α , dan φ adalah parameter model. Bentuk yang kompleks itu dapat ditulis kembali dalam bentuk sederhana yang menggunakan beberapa peubah gabungan berikut ini (Manheim, 1979):

Dengan perubahan ini persamaan (6.39) menjadi:

(6.40) dan transformasi ini memudahkan memperkirakan parameter model. Sebagai

T idk = φ k Y ik Z dk ∏ L

idm

contoh, φ k adalah parameter skala yang tergantung pada tujuan pergerakan. θ k1 dan

250 Ofyar Z Tamin, Perencanaan dan pemodelan transportasi

θ k 2 adalah elastisitas kebutuhan terhadap populasi dan pendapatan. Kita perkirakan

1 kedua peubah ini mempunyai tanda positif (+). 2 α km dan α km adalah elastisitas kebutuhan terhadap waktu dan biaya perjalanan; dalam hal ini elastisitas langsung

(k = m) harus bertanda negatif, sedangkan elastisitas silang harus bertanda positif.

Model ini sangat menarik secara prinsip karena dapat mengolah proses bangkitan, sebaran pergerakan, dan pemilihan moda secara simultan termasuk atribut moda yang saling bersaing, tingkat pelayanan yang bervariasi, dan peubah aktivitas lainnya. Masalah utama adalah sangat banyaknya parameter yang diperlukan. Domencich et al (1968) menawarkan bentuk lain yang terdiri dari fungsi linear dan eksponensial, selain fungsi perkalian.

Bentuk lain diusulkan untuk pemakaian pada North East Corridor Study di Amerika Serikat yang dikenal dengan model McLynn (lihat Manheim 1979) mempunyai bentuk seperti:

( t id ) ( C id )

T idk = φ k ( P P 1 i d ) ( I i I ) d 2 m 1 m 2  ∑ ( t id ) m ( C ) m

 Untuk memahami fungsi tersebut, pertimbangkan penyederhanaan berikut ini:

t id ) ( C id )

id

misalkan hanya terdapat dua moda (1 dan 2) dan ψ = 0. Hilangkan tikalas i dan d

dan definisikan beberapa peubah gabungan berikut ini:

id = Y = ( P P ) 1 ( I I i 2 d i d )

Jadi, kita dapat menuliskan persamaan untuk moda 1 dan 2 sebagai berikut: T 1 = YL 1 /( L 1 + L 2 ) dan T 2 = YL 2 /( L 1 + L 2 ) Sekarang, jumlah pergerakan T =T 1 +T 2 = Y sehingga pangsa bagi setiap moda

dan dapat digambarkan sebagai gambar 6.12. Gambar 6.12a memperlihatkan keragaman proporsi setiap moda dengan nisbah

antara tingkat pelayanannya, yang berarti bahwa jika kita tingkatkan tarif moda 2 tanpa mengurangi pangsa penumpangnya, kita harus melakukan sesuatu agar tingkat

pelayanan L 2 tetap konstan. Gambar 6.12b memperlihatkan bahwa agar hal tersebut terjadi, kita harus mengubah t 2 (tentu tanpa melakukan apa-apa dengan moda 1).

Kembali pada masalah bentuk umum (6.41), dengan mudah terlihat bahwa parameternya secara umum mempunyai makna yang sama, tetapi jumlahnya jauh sedikit jika dibandingkan dengan model SARC. Hanya terdapat satu parameter ( ψ ), yang dipakai untuk mewakili total potensi pergerakan dari setiap moda. Dalam hal ini, bentuk sebelumnya dalam model tersebut mengontrol proses pemilihan moda di antara moda yang ada.

Model pemilihan moda 251

T 2 T 1 +T 2

T 1 +T 2 Gambar 6.12

Model McLynn: (a) Kurva pemilihan moda dan (b) Kurva isocost

Pada beberapa kasus khusus, model ini mungkin tidak mempunyai dasar teori yang kuat. Jika ψ = 0, bagian akhir akan hilang. Jika ψ = 1, bagian akhir dan bagian pembagi pada (6.41) hilang sehingga persamaan tersebut menjadi:

i d ( I i I d ) ( t id ) ( C id ) yang secara efektif menyatakan apa yang terjadi jika suatu moda tidak

idk

mempengaruhi moda lain. Nyatanya, hanya jika 0 <ψ< 1 sajalan model tersebut

berfungsi baik (contoh: nilai kalibrasi ψ terbaik pada kajian tersebut adalah 0,77

(Mclynn and Woronka, 1969). Contoh 6.4 Pertimbangkan fungsi:

12 = 10 . 000 t 12 c 12 q 12

dengan waktu t dalam jam, tarif c dalam dolar dan pelayanan q dalam pergerakan

per hari. Nilai parameter yang dihasilkan adalah α = − 2, β = − 1 dan µ = 0,8

(perhatikan bahwa tandanya sesuai dengan intuisi). Operator ingin meningkatkan tarif sebesar 20%; perubahan apa yang harus dilakukan pada tingkat pelayanan agar pangsa penumpang tetap?

− 2 − 1 Definisikan L 0,8

12 =L=t c q . Kita ketahui bahwa jika L tetap konstan, volume T 12 tidak akan berubah. Kita juga tahu bahwa elastisitas E (L,x) dari tingkat pelayanan

terhadap setiap atribut x (waktu, biaya, dan frekuensi) adalah − 2, − 1 dan 0,8. Sekarang, jika hanya c yang berubah, kita dapatkan L = k/c dengan k konstan sehingga peningkatan c sebesar 20% berarti tingkat pelayanan baru L’ = k/1,2c atau L/L’ = 0,833 yang berarti penurunan L sebesar 16,67%.

Dalam hal ini, operator harus mengatur perubahan pada waktu tempuh, frekuensi pelayanan, atau keduanya. Sekarang, dari definisi elastisitas, kita dapatkan:

252 Ofyar Z Tamin, Perencanaan dan pemodelan transportasi

Jadi, jika kita inginkan (q) ∆ L sama dengan −∆ L , kita membutuhkan:

2 ∆ t /t = 0,8 ∆ q /q − 0,20

Ini adalah persamaan garis lurus dari solusi yang ada seperti terlihat pada gambar

Gambar 6.13

Solusi dari contoh 6.4 Salah satu kajian seperti ini (Quandt and Baumol, 1966) mengusulkan

penambahan moda fiktif yang bentuk fungsinya dapat ditulis:

idm = φ 0 ∏ ik dk ) ∏ C idh ∏ ( C idm / C idhb )

dengan φ , α , dan β adalah parameter yang hendak dikalibrasi; indeks h digunakan untuk mengindikasikan atribut biaya (misalnya waktu tempuh, tarif, atau jarak antarkendaraan). A ik adalah atribut setiap zona i (misalnya populasi atau

pendapatan); C idhm adalah nilai atribut biaya h untuk moda m antara zona i dan d ,

serta C idhb adalah atribut h terbaik antara dua zona tersebut (misalnya tingkat termurah).

6.7.3 Model simultan

Model simultan adalah salah satu alternatif pendekatan dari pemodelan 4-tahap yang harus dilakukan secara berurutan. Tidak seperti pendekatan berurutan, pada model simultan keempat submodel tersebut digabungkan menjadi satu model. Model simultan secara tidak langsung menampilkan keseimbangan antara tujuan perjalanan, moda, serta rute yang tersedia dalam jaringan transportasi. Model simultan

menghasilkan perkiraan jumlah perjalanan antarpasangan zona asal − tujuan yang menggunakan moda tertentu dan melalui rute tertentu.

Pada dasarnya model simultan secara eksplisit memasukkan tiga submodel yaitu model bangkitan pergerakan, model sebaran pergerakan, dan model pemilihan moda. Model tersebut memperhitungkan jumlah perjalanan antarpasangan zona menurut moda-moda yang ada, tetapi tidak memberikan indikasi mengenai rute yang dipilih. Pendekatan ini secara implisit berasumsi bahwa pada setiap pasangan zona asal − tujuan hanya tersedia satu rute untuk setiap moda.

Model pemilihan moda 253

Asumsi ini cukup realistis untuk diterapkan untuk transportasi antarkota karena antara kota-kota yang letaknya relatif berjauhan jarang tersedia lebih dari satu rute untuk setiap moda yang beroperasi. Model ini telah diterapkan di Indonesia, baik untuk penumpang (Sjafruddin, 1992) maupun untuk barang (Sjafruddin et al, 1998).

Model simultan pada dasarnya merupakan pengembangan dari model gravity, dengan memasukkan model sebaran moda dalam persamaannya, yang secara umum dirumuskan sebagai berikut:

T idm = k . f(.) . g(.) . h(.) (6.43) T idm adalah jumlah perjalanan antara zona i dan d yang menggunakan moda m, k suatu

konstanta, f (.) adalah fungsi karakteristik sosio-ekonomi, g(.) adalah fungsi hambatan

perjalanan, dan h (.) adalah fungsi sebaran moda.

Ditinjau dari perlakuan terhadap moda, model di atas bisa dikembangkan secara ‘moda-abstrak’ atau ‘moda-spesifik’. Yang dimaksud dengan pengertian model ‘moda- abstrak’ di sini adalah moda transportasi yang dianalisis dinilai melalui atribut pelayanannya, seperti waktu tempuh, ongkos, dan sebagainya, dan tidak dinilai melalui ‘nama’ moda. Jadi, kalibrasi model tersebut hanya menghasilkan satu set parameter yang berlaku untuk semua moda yang ditinjau. Di lain pihak, model ‘moda-spesifik’ menghasilkan satu set parameter untuk setiap moda.

Sjafruddin et al (1998) melaporkan hasil penelitian Hibah Bersaing V yang telah dilakukan di Laboratorium Rekayasa Lalulintas, Jurusan Teknik Sipil, ITB. Model simultan telah digunakan untuk memodel kebutuhan akan pergerakan angkutan barang regional di Pulau Jawa. Beberapa kesimpulannya dikemukakan berikut ini.

• Faktor sosio-ekonomi yang teridentifikasi cukup signifikan sebagai peubah bebas pembangkit dan penarik pergerakan barang adalah populasi, PDRB, indeks kontribusi sektor industri, serta jumlah surplus (produksi transportasi barang) dan jumlah defisit (tarikan transportasi barang). Sementara itu, atribut pelayanan transportasi yang signifikan adalah waktu perjalanan rata-rata dan ongkos. Peubah tersebut tidak selalu muncul secara bersamaan dalam satu persamaan, namun bisa muncul dalam beberapa variasi model.

• Peubah waktu pergerakan dan biaya angkut barang hampir selalu memberikan hasil yang berlawanan dengan tanda aljabar yang dihasilkan, khususnya untuk moda transportasi udara dan laut. Hal ini memang dapat terjadi, mungkin (1) karena peubah tersebut merupakan fungsi jarak yang berkorelasi negatif terhadap kebutuhan akan transportasi; (2) karena lingkup kajian adalah pulau Jawa sehingga klasifikasi pergerakan tergolong pergerakan jarak pendek dan jarak menengah. Hal ini mengakibatkan moda transportasi udara dan laut menjadi kurang elastis terhadap permintaan.

Kemungkinan lain adalah (3) tarif angkutan barang belum rasional, misalnya kurang sehatnya pemberlakuan tarif, adanya tarif negosiasi, adanya tarif karena fungsi sosial seperti kereta api untuk komoditas tertentu (pasir dan batubara), dan pelaksanaan pemberlakuan tarif yang tidak sesuai dengan ketentuan yang

254 Ofyar Z Tamin, Perencanaan dan pemodelan transportasi 254 Ofyar Z Tamin, Perencanaan dan pemodelan transportasi

• Kalibrasi angkutan jalan memberikan beberapa hasil yang cukup signifikan dan memenuhi kriteria yang masuk akal, namun hasil kalibrasi angkutan bukan- jalan masih dianggap belum cukup signifikan dan beberapa model masih menunjukkan tanda aljabar parameter tertentu yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.

• Penerapan model untuk memperkirakan kebutuhan akan transportasi barang pada masa mendatang perlu memperhatikan keterbatasan yang merupakan konsekuensi dari asumsi dasar yang digunakan dalam pengembangan model, struktur model, dan ketersediaan data yang bisa digunakan untuk kalibrasi model.

• Kalibrasi model telah dilakukan dan hasilnya perlu dikembangkan lebih lanjut, terutama jika bisa diperoleh data yang lebih lengkap dan lebih sesuai dalam menggambarkan karakteristik transportasi barang.

• Hasil kalibrasi model yang terbaik adalah:

1 Moda Jalan

a untuk pergerakan dari dan ke DKI-Jakarta dan Surabaya (kota besar):

b untuk pergerakan dari dan ke Cirebon dan Malang (kota menengah):

c untuk pergerakan dari dan ke DKI-Jakarta, Surabaya, Cirebon dan Malang (gabungan kota besar dan kota menengah):

2 Moda udara

3 Moda laut

4 Moda abstrak

T i ,T d = Volume pergerakan barang dari zona i ke zona d (ton/tahun) P i ,P d = Jumlah penduduk (dalam ribuan jiwa) N i ,N d = PDRB (dalam miliar rupiah)

I i ,I d = PDRB per kapita (dalam ribuan rupiah)

Model pemilihan moda 255

M i ,M d = PDRB sektor industri (dalam miliar rupiah) M i ’, M d ’ = Indeks industri (nisbah PDRB industri/PRDB total) (%) S i ,D d = Surplus/bangkitan pergerakan dari zona i, dan defisit/tarikan

pergerakan dari zona d (ton/tahun)

H id = Waktu pergerakan barang (menit)

C id = Biaya pergerakan barang (rupiah/ton)