Contoh sederhana model interaksi

2.7 Contoh sederhana model interaksi

2.7.1 Pendahuluan

Berikut ini diterangkan cara membuat model sistem. Kita akan membuat model yang mengaitkan sistem tata guna lahan (kegiatan), sistem prasarana transportasi (jaringan), dan sistem pergerakan lalulintas (pergerakan). Model akan dibuat secara sangat sederhana dengan melibatkan hanya dua zona saja. Tujuan pembentukan model adalah:

a untuk memahami cara kerja sistem transportasi yang merupakan tujuan utama pembentukan model;

b untuk meramalkan perubahan arus lalulintas bila dilakukan perubahan pada sistem tata guna lahan dan/atau sistem prasarana transportasi. (Catatan: terdapat beberapa model yang dapat meramalkan perubahan sistem tata guna lahan yang disebabkan oleh perubahan sistem prasarana transportasi, misalnya model Lowry, tetapi biasanya para perencana transportasi lebih tertarik pada masalah perubahan arus lalulintas sebagai akibat perubahan sistem tata guna lahan dan/atau sistem prasarana transportasi).

Dalam model transportasi ini, tiga peubah terukur utama yang akan digunakan adalah: (a) sistem tata guna lahan, misalnya jumlah penduduk, lapangan kerja, pendapatan, dan karakteristik pemilikan kendaraan; (b) sistem prasarana transportasi, misalnya waktu tempuh dan biaya perjalanan; dan (c) sistem

70 Ofyar Z Tamin, Perencanaan dan pemodelan transportasi 70 Ofyar Z Tamin, Perencanaan dan pemodelan transportasi

Lalulintas adalah peubah tidak bebas, kecuali pada saat perhitungan waktu tempuh lalulintas menjadi peubah bebas. Tata guna lahan adalah peubah bebas karena intensitasnya bervariasi untuk setiap lahan yang berbeda dan juga berubah sebagai fungsi waktu. Sistem prasarana transportasi adalah peubah bebas karena kualitas dan kuantitasnya bervariasi secara geografis dan juga berubah sebagai fungsi waktu, misalnya, adanya pembangunan jalan baru dan peningkatan pelayanan angkutan umum.

Setiap peubah diidentifikasikan dengan notasi sebagai berikut: L = sistem tata guna lahan, Q = sistem arus lalulintas, dan T = kinerja sistem prasarana transportasi. Beberapa notasi lainnya yang dibutuhkan adalah:

L A = tata guna lahan di zona A P A = bangkitan pergerakan dari zona A

A B = tarikan pergerakan ke zona B

Q AB(1) = arus lalulintas dari zona A ke zona B yang menggunakan rute 1

T Q AB(1) = waktu tempuh lalulintas dari zona A ke zona B yang menggunakan rute

1 pada kondisi arus = Q

T 0 = waktu tempuh pada kondisi arus bebas = 0

C = kapasitas

a = indeks tingkat pelayanan Tahapan yang harus dilakukan dalam penerapan konsep interaksi sistem tata guna

lahan − sistem arus lalulintas − sistem prasarana transportasi adalah sebagai berikut.

Bangkitan pergerakan adalah fungsi tata guna lahan. Jumlah bangkitan pergerakan yang dihasilkan oleh suatu zona berbanding lurus dengan tipe dan intensitas tata guna lahan di zona tersebut:

2.7.1.1 Bangkitan pergerakan

P A = f () L A

(2.48) Hal yang sama juga berlaku bagi tarikan pergerakan:

A B = f () L B

2.7.1.2 Sebaran pergerakan Besarnya pergerakan dari zona A ke zona B merupakan fungsi dari tipe dan intensitas tata guna lahan di zona A dan zona B

Pendekatan perencanaan transportasi

( P A dan A B ) dan besarnya faktor kemudahan pencapaian (aksesibilitas) zona tujuan (B) dari zona asal A ( T Q AB ) yang dapat dinyatakan dalam persamaan (2.50):

k= konstanta penyeimbang sebaran pergerakan

Pemilihan moda transportasi antara zona A ke zona B didasarkan pada perbandingan antara berbagai karakteristik operasional moda transportasi yang tersedia (misalnya waktu tempuh, tarif, waktu tunggu, dan lain-lain). Begitu juga halnya rute − pemilihan rute didasarkan pada perbandingan karakteristik operasional setiap alternatif rute untuk setiap moda transportasi yang tersedia.

2.7.1.3 Pemilihan moda transportasi dan rute

Besarnya pergerakan yang menggunakan rute tertentu akan menentukan besarnya waktu tempuh antarzona pada rute tersebut (lihat gambar 2.7 dan 2.9). Secara konsep, jika terdapat beberapa alternatif rute, kondisi keseimbangan seperti yang dinyatakan oleh Wardrop (1952) berasumsi bahwa arus lalulintas akan mengatur dirinya sendiri sehingga besarnya waktu tempuh untuk semua alternatif rute yang tersedia adalah sama.

Dengan kata lain, pada kondisi keseimbangan tidak ada seorang pun yang mampu memilih rute yang lebih baik karena semua alternatif rute yang tersedia mempunyai waktu tempuh yang sama dan minimal. Jika terdapat dua alternatif rute (1 dan 2) antara zona A dan B, maka kondisi keseimbangan tercapai jika:

T Q AB(1) = T Q AB(2)

2.7.2 Contoh penerapan sederhana

Berikut ini dikemukakan contoh perhitungan sederhana untuk memperlihatkan bagaimana sistem tata guna lahan − sistem pergerakan lalulintas − sistem prasarana transportasi saling berinteraksi dalam satu sistem kesatuan.

Misalkan terdapat dua buah zona (zona A dan zona B) − zona A adalah zona permukiman dan zona B adalah zona lapangan kerja. Populasi zona A adalah 35.000 orang, sedangkan jumlah lapangan kerja yang tersedia sebanyak 12.000. Persentase usia kerja di zona A = 90% (hanya 90% dari total populasi yang bekerja). Zona A dan zona B dihubungkan oleh dua buah rute (rute 1 dan 2) yang karakteristiknya adalah sebagai berikut:

Rute Panjang (km) T

o (menit)

Indeks tingkat

Kapasitas

pelayanan (a)

(kendaraan/jam)

Sebaran pergerakan dianggap mengikuti hukum gravity sebagai berikut:

72 Ofyar Z Tamin, Perencanaan dan pemodelan transportasi

Sementara itu, hubungan antara waktu tempuh dengan volume arus lalulintas diasumsikan mengikuti rumus Davidson (persamaan 2.14).

Pertanyaan:

1 Jika hanya rute 1 yang beroperasi, berapa arus lalulintas yang bergerak dari zona A ke zona B?

2 Jika hanya rute 2 yang beroperasi, berapa arus lalulintas yang bergerak dari zona A ke zona B?

3a Jika rute 1 dan rute 2 bersama-sama beroperasi, berapa arus lalulintas yang bergerak dari zona A ke zona B pada setiap rute?

b Terangkan rute mana yang lebih tinggi kemampuannya dalam mengalirkan arus lalulintas?

4a Andaikanlah dibangun lagi rute 3 dengan karakteristik sebagai berikut:

Rute Panjang (km) T

o (menit)

Indeks tingkat

Kapasitas

pelayanan (a)

(kendaraan/jam)

Jika rute 1, rute 2, dan rute 3 sama-sama beroperasi, berapa arus lalulintas yang bergerak dari zona A ke zona B pada setiap rute?

b Andaikanlah rute 3 sudah ada, berikan komentar apakah perlu membangun rute

1 dan/atau rute 2?

5 Andaikanlah terdapat perubahan sistem tata guna lahan dalam bentuk peningkatan jumlah populasi menjadi 40.000 (dengan persentase usia kerja tetap 90%) dan lapangan kerja meningkat menjadi 20.000. Terangkan dampak pengaruh peningkatan kebutuhan pergerakan ini dengan kinerja sistem prasarana transportasi yang ada?

Jawaban:

Perhitungan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara analitis dan grafis.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat persamaan kebutuhan transportasi dengan menggunakan persamaan (2.52). Dengan memasukkan data populasi, persentase usia kerja, dan lapangan kerja, persamaan kebutuhan transportasi (2.53) − (2.54) bisa didapat sebagai berikut:

2.7.2.1 Cara analitis

Pendekatan perencanaan transportasi

Persamaan prasarana transportasi (2.55) − (2.57) untuk setiap rute didapatkan dengan menggunakan persamaan (2.14).

3 . 000 − 0 , 6 . Q AB(1)

T Q AB ( 1 ) = 25 .

3 . 000 − Q AB ( 1 )

untuk rute 1 (2.55)

untuk rute 2 (2.56)

untuk rute 3 (2.57)

• Bila hanya rute 1 yang beroperasi Dengan memasukkan persamaan (2.55) ke persamaan (2.54), didapat persamaan (2.58):

15 2 Q

AB − 453 . 000 Q AB + 1 . 134 . 000 . 000 = 0 (2.58)

Dengan menyelesaikan persamaan kuadrat (2.58), didapat jumlah pergerakan lalulintas yang akan menggunakan rute 1, yaitu sebesar 2.755 kendaraan/jam dengan waktu tempuh 137,23 menit.

• Bila hanya rute 2 yang beroperasi Dengan memasukkan persamaan (2.56) ke persamaan (2.54), didapat persamaan (2.59):

756 . 000 . 000 − 378 . 000 Q AB = 80 . 000 Q AB (2.59)

Dengan menyelesaikan persamaan (2.59), didapat jumlah pergerakan lalulintas yang akan menggunakan rute 2, yaitu sebesar 1.651 kendaraan/jam dengan waktu tempuh 229 menit.

• Bila hanya rute 3 yang beroperasi Dengan memasukkan persamaan (2.57) ke persamaan (2.54), didapat persamaan (2.60):

15 2 Q

AB − 458 . 000 Q AB + 1 . 512 . 000 . 000 = 0 (2.60)

Dengan menyelesaikan persamaan (2.60), didapat jumlah pergerakan lalulintas yang akan menggunakan rute 3, yaitu sebesar 3.766 kendaraan/jam dengan waktu tempuh 100,38 menit.

Bila rute 1 dan rute 2 sama-sama beroperasi (1+2) Jika kedua rute terse- but sama-sama beroperasi, dibutuhkan 2 syarat batas yang harus dipenuhi:

Syarat batas (1): Q AB = Q AB ( 1 ) + Q AB ( 2 )

Syarat batas (2): T Q AB(1) = T Q AB(2)

kondisi keseimbangan Wardrop (2.62)

74 Ofyar Z Tamin, Perencanaan dan pemodelan transportasi

Dengan syarat batas (2) seperti yang dinyatakan dalam persamaan (2.62), bisa didapatkan persamaan (2.63) berikut.

(2.63) Dengan memasukkan syarat batas (1), yaitu persamaan (2.61) ke persamaan

50 . 000 Q AB ( 1 ) + 75 Q AB(1) Q AB(2) − 75 . 000 Q AB(2) = 90 . 000 . 000

(2.54), persamaan (2.54) dapat ditulis kembali menjadi persamaan (2.64).

Dengan memasukkan persamaan (2.64) ke dalam persamaan (2.56) untuk rute

2, dihasilkan persamaan (2.65) berikut.

(2.65) Dengan memasukkan persamaan (2.65) ke persamaan (2.63), diperoleh

Q AB(1) = 9 . 450 − 5 , 725 Q AB(2)

persamaan (2.66) berikut.

AB ( 2 ) + 219 . 500 Q AB ( 2 ) − 382 . 500 . 000 = 0 (2.66) Dengan menyelesaikan persamaan kuadrat (2.66), didapat jumlah pergerakan

85 2 , 875 Q

lalulintas yang menggunakan rute 1, yaitu sebesar 1.189 kendaraan/jam dan rute 2 sebesar 2.641 kendaraan/jam sehingga total pergerakan antara zona A dan zona B adalah 3.830 kendaraan/jam dengan waktu tempuh 99,675 menit.

• Bila rute 1, rute 2, dan rute 3 sama-sama beroperasi (1+2+3) Jika ketiga rute sama-sama beroperasi, dibutuhkan 2 syarat batas yang harus dipenuhi:

Syarat batas (1): Q = Q AB(1) + Q AB(2) + Q AB(3)

dan (2.67)

Syarat batas (2): T Q AB = T Q AB ( 1 ) = T Q AB ( 2 ) = T Q AB ( 3 )

Dari syarat T Q AB ( 1 ) = T Q AB ( 2 ) diperoleh:

50 . 000 Q AB(1) + 15 Q AB(1) Q AB(2) − 75 . 000 Q AB(2) = 90 . 000 . 000

Dari syarat T Q AB ( 2 ) = T Q AB ( 3 ) diperoleh:

4 . 000 Q AB(2) − 0 , 75 Q AB(2) Q AB(3) − 2 . 500 Q AB(3) = 8 . 000 . 000

Dari syarat T Q AB = T Q AB ( 3 ) diperoleh:

(2.71) Dengan memasukkan persamaan (2.71) ke persamaan (2.70), diperoleh

Q AB(3) = 9 . 450 − 5 , 725 Q AB(2) − Q AB(1)

persamaan (2.72) berikut:

4 2 , 29375 Q

AB(2) + 0 , 75 Q AB(1) Q AB(2) + 2 . 500 Q AB(1) + 11 . 225 Q AB(2) = 15 . 625 . 000 (2.72)

Pendekatan perencanaan transportasi

Dari persamaan (2.69) dan (2.72) diperoleh:

AB(2) + 299 . 500 Q AB(2) − 222 . 500 . 000 = 0 (2.73) Dengan menyelesaikan persamaan (2.73), didapat jumlah pergerakan lalulintas

85 2 , 875 Q

yang akan menggunakan rute 2, yaitu sebesar 629 kendaraan/jam. Dengan memasukkan nilai Q AB(2) = 629 ke persamaan (2.70), diperoleh

Q AB(3) = 3 . 539 kendaraan/jam. Dengan memasukkan nilai Q AB(2) = 629 dan Q AB(3) = 3 . 539 ke persamaan (2.71), diperoleh nilai Q AB(1) = 2 . 308 kendaraan/jam sehingga total jumlah kendaraan untuk semua rute Q AB = 6 . 476

kendaraan/jam dengan waktu tempuh T AB = 58,37 menit.

Seluruh hasil perhitungan nilai arus dan waktu tempuhnya untuk setiap rute direkapitulasi dalam tabel 2.25.

Tabel 2.25 Rekapitulasi besar arus pada setiap rute dan waktu tempuhnya

Arus dan waktu

Q AB ( 1 ) Q AB ( 2 ) Q AB ( 3 ) Q AB Titik T AB keseimbangan

tempuh (kend.

(menit) (lihat gambar per jam) per jam) per jam) per jam)

1* hanya rute 1 yang beroperasi 2* hanya rute 2 yang beroperasi 3* hanya rute 3 yang beroperasi 1+2* rute 1 dan 2 sama-sama beroperasi 1+2+3* rute 1,2, dan 3 sama-sama beroperasi Sumber: Hasil analisis

• Bila terjadi perubahan parameter sistem tata guna lahan Bila terjadi pe- rubahan jumlah populasi dari 35.000 menjadi 40.000 dan jumlah lapangan kerja dari 12.000 menjadi 20.000 dengan persentase usia kerja yang tidak berubah (tetap 90%), maka persamaan kebutuhan transportasi akan berubah menjadi persamaan (2.74) berikut.

Proses yang sama dilakukan dengan persamaan sistem prasarana transportasi (2.55) − (2.57) tetap tidak berubah. Hasil perhitungan besar arus lalulintas dan waktu tempuh untuk setiap kondisi direkapitulasi dalam tabel 2.26. Terlihat bahwa perubahan jumlah populasi dan lapangan kerja sangat berpengaruh pada besar arus lalulintas yang akan melalui setiap alternatif rute dan juga pada waktu tempuhnya. Hal ini membuktikan adanya interaksi antara sistem tata guna lahan dengan sistem pergerakan lalulintas sebagai satu sistem kesatuan.

76 Ofyar Z Tamin, Perencanaan dan pemodelan transportasi

Misalnya, jika hanya rute 1 saja yang beroperasi, pergerakan meningkat dari 2.755 menjadi 2.873 kendaraan/jam. Begitu juga, terjadi peningkatan waktu tempuh yang cukup tajam dari 137,23 menjadi 250,64 menit. Hal ini terjadi karena besarnya arus lalulintas sudah mendekati kapasitas rute 1 (3.000 kendaraan/jam).

Tabel 2.26 Rekapitulasi besar arus pada setiap rute dan waktu tempuhnya dengan adanya perubahan parameter sistem tata guna lahan

Arus dan Q

Titik waktu

AB ( 1 ) Q AB ( 2 ) Q AB ( 3 ) Q AB T

AB tempuh keseimbangan (kend.

(menit) (lihat gambar per jam) per jam) per jam) per jam)

1* hanya rute 1 yang beroperasi 2* hanya rute 2 yang beroperasi 3* hanya rute 3 yang beroperasi 1+2* rute 1 dan 2 sama-sama beroperasi 1+2+3* rute 1,2, dan 3 sama-sama beroperasi Sumber: Hasil analisis

Begitu juga halnya jika hanya rute 2 saja yang beroperasi − terlihat peningkatan arus lalulintas dari 1.561 menjadi 1.800 kendaraan/jam dan peningkatan waktu tempuh yang sangat tajam dari 229 menjadi 400 menit. Hal ini terjadi karena besarnya arus lalulintas sudah mendekati kapasitas rute 2 (2.000 kendaraan/jam). Hal yang sama terjadi pada rute lainnya seperti terlihat pada gambar 2.14.

Perilaku yang sama akan terjadi jika terjadi perubahan dalam parameter sistem prasarana transportasinya, misalnya adanya pelapisan ulang atau perkerasan baru yang menyebabkan terdapat perubahan nilai indeks tingkat pelayanan (a) atau adanya peningkatan kapasitas jalan dalam bentuk pelebaran jalan (C). Perubahan nilai ‘a’ dan/atau ‘C’ ini menyebabkan perubahan besar arus lalulintas yang akan menggunakan setiap alternatif rute dan juga waktu tempuhnya. Hal ini membuktikan adanya interaksi antara sistem prasarana transportasi dengan sistem pergerakan lalulintas.

Dengan demikian, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa perubahan dalam sistem tata guna lahan dan sistem prasarana transportasi akan mempengaruhi besarnya arus lalulintas yang akan menggunakan setiap alternatif rute, termasuk waktu tempuhnya.

Dengan cara grafis, grafik hubungan antara Q AB dan T Q AB dibuat untuk persamaan kebutuhan transportasi (2.31) dan persamaan prasarana transportasi (2.32 −

2.7.2.2 Cara grafis

2.34) seperti terlihat pada gambar 2.14. Hubungan antara Q AB dan T Q AB terlihat pada tabel 2.27.

Pendekatan perencanaan transportasi