Pendekatan sistem transportasi
9.3 Pendekatan sistem transportasi
9.3.1 Umum
Untuk mendapatkan pengertian yang lebih mendalam dan beberapa alternatif pemecahan masalah yang terbaik, transportasi dalam arti luas harus dikaji dalam bentuk kajian sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling terkait. Sistem tersebut dikenal dengan sistem transportasi secara menyeluruh (makro) yang dapat dipecahkan menjadi beberapa sistem transportasi yang lebih kecil (mikro) yang masing-masing saling terkait dan saling mempengaruhi seperti terlihat pada gambar 9.1. Sistem transportasi mikro tersebut adalah:
• Sistem Kebutuhan akan Transportasi (KT) •
Sistem Prasarana Transportasi (PT) •
Sistem Rekayasa dan Manajemen Lalulintas (RL dan ML) •
Sistem Kelembagaan (KLG)
Sistem transportasi makro
Sistem kelembagaan (KL)
Kebutuhan akan
Prasarana transportasi (KT) transportasi (PT)
Rekayasa dan
manajemen lalulintas
(RL dan ML)
Gambar 9.1
Sistem transportasi makro Sumber: Tamin (1991d,1992b, 1993a, 1994b,1995hjk)
Sistem Kebutuhan akan Transportasi (KT) merupakan sistem pola kegiatan tata guna lahan yang terdiri dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan lain-lain. Kegiatan dalam sistem ini membutuhkan pergerakan sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan setiap hari. Pergerakan yang meliputi pergerakan manusia dan/atau barang itu jelas membutuhkan moda (sarana) transportasi dan media (prasarana) tempat moda transportasi tersebut bergerak.
Prasarana transportasi yang diperlukan itu merupakan sistem transportasi mikro yang kedua, yang meliputi sistem jaringan jalan raya dan kereta api, terminal bus dan stasiun kereta api, serta bandara dan pelabuhan laut. Peranan sistem jaringan transportasi sebagai prasarana perkotaan mempunyai dua tujuan utama:
500 Ofyar Z Tamin, Perencanaan dan pemodelan transportasi
• sebagai alat untuk mengarahkan pembangunan perkotaan; •
sebagai prasarana bagi pergerakan orang dan barang yang timbul akibat adanya kegiatan di daerah perkotaan tersebut.
Interaksi antara sistem Kebutuhan akan Transportasi dan sistem Prasarana Transportasi ini akan menghasilkan pergerakan manusia dan/atau barang dalam bentuk pergerakan kendaraan dan/atau orang (pejalan kaki). Sistem pergerakan yang aman, cepat, nyaman, murah, handal, dan sesuai dengan lingkungannya dapat tercipta jika sistem pergerakan tersebut diatur oleh sistem Rekayasa dan Manajemen Lalulintas yang baik.
Kemacetan yang sering terjadi di kota besar di Indonesia biasanya disebabkan oleh kebutuhan akan transportasi yang lebih besar dibandingkan dengan prasarana transportasi yang tersedia tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Sistem Kebutuhan akan Transportasi (KT), Prasarana Transportasi (PT), Rekayasa dan Manajemen Lalulintas (RL dan ML) saling mempengaruhi seperti terlihat pada gambar 9.1.
Perubahan sistem KT jelas mempengaruhi sistem PT melalui perubahan pada tingkat pelayanan pada sistem pergerakan. Begitu juga, perubahan sistem PT dapat mempengaruhi sistem KT melalui peningkatan mobilitas dan aksesibilitas sistem pergerakan. Selain itu, sistem RL dan ML berperanan penting dalam menampung sistem pergerakan agar tercipta sistem pergerakan yang aman, cepat, nyaman, murah, handal, dan sesuai dengan lingkungan, yang akhirnya juga pasti mempengaruhi sistem KT dan PT. Ketiga sistem transportasi mikro ini saling berinteraksi satu dengan yang lainnya yang terkait dalam suatu sistem transportasi makro.
Untuk menjamin terwujudnya suatu sistem pergerakan yang aman, nyaman, lancar, murah, dan sesuai dengan lingkungannya, terdapat satu sistem mikro lainnya yang perlu diperhatikan yaitu Sistem Kelembagaan (KL) yang terdiri beberapa individu, kelompok, lembaga, instansi pemerintah serta swasta yang terlibat dalam masing- masing sistem mikro tersebut. Di Indonesia sistem kelembagaan (instansi) yang berkaitan dengan masalah transportasi adalah:
• Sistem Kegiatan: BAPPENAS, BAPPEDA, BANGDA, PEMDA
• Sistem Jaringan: Departemen Perhubungan (Darat, Laut, Udara), Bina Marga
• Sistem Pergerakan: DLLAJ, Organda, Polantas, masyarakat
Bappenas, Bappeda, Bangda, dan Pemda berperanan sangat penting dalam menentukan sistem KT melalui kebijakan, baik wilayah, regional maupun sektoral. Kebijakan sistem PT secara umum ditentukan oleh Departemen Perhubungan, baik darat, laut, maupun udara serta Departemen PU melalui Direktorat Jenderal Bina
Masalah transportasi di negara sedang berkembang
Marga. Sistem RL dan ML ditentukan oleh DLLAJ, Dephub, Polantas, masyarakat sebagai pemakai jalan dan lain-lain.
Kebijakan yang diambil tentunya dapat dilaksanakan dengan baik melalui penerapan peraturan yang secara tidak langsung juga memerlukan sistem penegakan hukum yang baik. Jadi, secara umum dapat disebutkan bahwa pemerintah, swasta dan masyarakat seluruhnya dapat berperan mengatasi masalah dalam sistem transportasi perkotaan ini, terutama dalam hal mengatasi kemacetan. Keterkaitan antara kebijaksanaan Sistem KT dengan Sistem PT pada berbagai tingkat dapat diperlihatkan pada gambar 9.2.
RTRW Nasional Sistem Transportasi Nasional (Sistranas)
Sistem Transportasi Regional RTRW Propinsi
Propinsi
RTRW Kabupaten/Kodya
Sistem Transportasi Regional
Kabupaten/Kodya
RTRW Kawasan Sistem Transportasi Kawasan
Gambar 9.2 Keterkaitan RTRW dan sistem prasarana tansportasi pada berbagai tingkat
RTRWN sebagai pedoman perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah nasional menjabarkan bahwa struktur dan pola ruang nasional harus mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antarwilayah serta keserasian antarsektor seperti misalnya: kawasan pariwisata, pertanian pangan dan perkebunan, industri, pertambangan serta pertahanan keamanan atau perbatasan. Dasar hukum bagi pemerintah dalam membuat kebijakan dalam penataan ruang adalah UU nomor 24 tahun 1992 tentang penataan ruang.
RTRWN ini diharapkan menjadi payung dan acuan bagi setiap propinsi dalam mengembangkan tata ruang dalam skala yang lebih kecil yang dikenal dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP). RTRWP menjadi acuan bagi rencana tata ruang yang lebih kecil yaitu skala kabupaten atau kotamadya (RTRWK), dimana selanjutnya RTRWK menjadi acuan bagi rencana tata ruang kawasan yang lebih kecil. Pembangunan daerah pada dasarnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dimana pembangunan daerah merupakan upaya pencapaian sasaran nasional di daerah sesuai masalah, potensi, aspirasi, dan prioritas masyarakat daerah.
Kegiatan yang tercipta dari kebijakan penataan ruang yang tertuang dalam RTRWN sudah barang tentu akan menimbulkan adanya pergerakan regional secara nasional.
502 Ofyar Z Tamin, Perencanaan dan pemodelan transportasi
Dalam hal ini tidak dapat disangkal lagi bahwa peran dan fungsi Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) sangatlah dibutuhkan untuk mengakomodir pergerakan yang dihasilkan oleh interaksi antarkegiatan tersebut.
Sesuai dengan kondisi geografis Indonesia, perumusan Sistranas sudah barang tentu harus memperlihatkan adanya keterkaitan antarmoda secara terpadu untuk meningkatkan keterkaitan wilayah pada skala nasional. Dasar hukum bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan strategi pengembangan sistem jaringan jalan adalah UU Nomor 13 tahun 1980 tentang jalan sedangkan bagi pengambilan kebijakan sistem pergerakan lalulintas diatur dalam UU Nomor 14 tahun 1992 tentang lalulintas angkutan jalan.
Sebaliknya keseluruhan pembangunan di daerah merupakan satu kesatuan pembangunan nasional, dengan demikian keduanya harus dilaksanakan secara serasi serta diarahkan agar dapat berlangsung secara berdaya guna dan berhasil guna di seluruh tingkat administrasi daerah. Dalam kaitan dengan sistem transportasi regional, perencanaan sistem transportasi regional tersebut harus diarahkan dalam usaha mendukung RTRWP dan tetap berada di bawah payung kebijakan pengembangan Sistranas. Oleh karena itu, dalam mengkaji sistem transportasi regional diperlukan analisis potensi wilayah, yang meliputi: kawasan industri, pertanian dan perkebunan, kehutanan, perikanan, pertambangan, sumber daya mineral, pariwisata, dan perdagangan yang tertuang dalam RTRWP.
Sistem transportasi regional propinsi diharapkan akan menjadi payung dan acuan bagi setiap kabupaten dan kotamadya dalam mengembangkan sistem transportasi regional dalam skala yang lebih kecil yaitu skala kabupaten/kotamadya dengan tetap mengacu pada kebijakan penataan tata ruang yang tercakup dalam RTRWK. Selanjutnya, sistem transportasi regional kabupaten/kotamadya tersebut menjadi acuan bagi sistem yang lebih kecil yaitu sistem transportasi kawasan yang juga diharuskan mengacu pada rencana tata ruang kawasan.
9.3.2 Keterkaitan tata ruang dengan transportasi
Kebijakan tata ruang sangat erat kaitannya dengan kebijakan transportasi. Ruang merupakan kegiatan yang ‘ditempatkan’ di atas lahan kota, sedangkan transportasi merupakan sistem jaringan yang secara fisik menghubungkan satu ruang kegiatan dengan ruang kegiatan lainnya. Antara ruang kegiatan dan transportasi terjadi hubungan yang disebut siklus penggunaan ruang transportasi.
Bila akses transportasi ke suatu ruang kegiatan (persil lahan) diperbaiki, ruang kegiatan tersebut akan menjadi lebih menarik, dan biasanya menjadi lebih berkembang. Dengan berkembangnya ruang kegiatan tersebut, meningkat pula kebutuhan akan transportasi. Peningkatan ini kemudian menyebabkan kelebihan beban pada transportasi, yang harus ditanggulangi, dan siklus akan terulang kembali bila aksesibilitas diperbaiki.
Seperti halnya penjelasan di atas, struktur kota yang tersebar memanjang dari pusat ke pinggiran atau acak secara meluas ke segala penjuru kota menyebabkan tidak memadainya perkembangan prasarana jalan dan angkutan umum untuk melayani masyarakat.
Masalah transportasi di negara sedang berkembang
Persoalan menjadi semakin rumit karena selain disebabkan oleh hal yang telah diuraikan di atas, juga oleh terbatasnya lahan di pusat kegiatan perkotaan sehingga pelebaran dan penambahan ruas jalan baru sulit dilakukan. Sementara itu, pola perjalanan yang terjadi, yang sesuai dengan pola perkembangan, lokasi kegiatannya tetap terkonsentrasi pada kawasan yang sama.