Konseling dan Tes HIV

66 Pasien TB dengan faktor risiko ditawarkan untuk konseling dan tes HIV oleh petugas TB atau • dirujuk ke unit Konseling dan Tes HIV. Beberapa Prinsip Layanan Konseling dan Tes HIV: 1. Sukarela dalam melaksanakan tes HIV. Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien, tanpa paksaan dan tanpa tekanan.

2. Saling membangun kepercayaan dan menjaga konidensialitas.

3. Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat semua klienpasien. Semua informasi yang disampaikan klien harus dijaga kerahasiaannya oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak diperkenankan didiskusikan di luar konteks kunjungan klien. Semua informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Konidensialitas dapat dibagi sesuai kebutuhan klienpasien.

4. Mempertahankan hubungan relasi yang efektif.

5. KonselorPetugas Medis mendorong klienpasien untuk kembali mengambil hasil tes dan mengikuti konseling pasca tes untuk mengurangi perilaku berisiko. Di dalam Konseling dan Tes HIV dibicarakan juga respon dan perasaan klien ketika menerima hasil tes pada sesi tahapan penerimaan hasil tes positif. Tahapan Pelayanan Konseling dan Tes HIV dalam KTS 1. Konseling Pra Tes Konseling pra tes bertujuan membantu klien menyiapkan diri untuk pemeriksaan laboratorium, memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi HIV dan memfasilitasi diskusi tentang cara menyesuaikan diri dengan status HIV. Di dalam Konseling pra tes seorang konselor harus dapat membuat keseimbangan antara pemberian informasi, penilaian risiko dan merespons kebutuhan emosi klien. Kebutuhan emosi yang menonjol adalah rasa takut melakukan tes HIV karena berbagai alasan termasuk perlakuan diskriminasi dan stigmatisasi masyarakat dan keluarga. Bersama antara konselor dengan orang yang sedang mempertimbangkan untuk melakukan tes, cari tahu apakah orang: a kemungkinan memiliki infeksi HIV, b pengetahuan mengenai HIV, c kemampuan untuk menghadapi dengan positif dari hasil tes. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam konseling pra tes : 1 Periksa ulang nomor kode klien dalam formulir 2 Perkenalan dan arahan. 3 Membangun kepercayaan klien pada konselor yang merupakan dasar utama bagi terjaganya konidensialitas sehingga terjalin hubungan baik dan terbina sikap saling memahami. 4 Alasan kunjungan dan klariikasi tentang fakta dan mitos tentang HIV. 5 Penilaian risiko untuk membantu klien mengetahui faktor risiko dan menyiapkan diri untuk pemeriksaan darah. 6 Memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi HIV dan memfasilitasi 67 diskusi tentang cara menyesuaikan diri dengan status HIV. 7 Di dalam konseling pra tes HIV seorang konselor harus dapat membuat keseimbangan antara pemberian informasi, penilaian risiko dan merespons kebutuhan emosi klien. 8 Melakukan penilaian sistem dukungan. 9 Klien memberikan persetujuan tertulisnya Informed Concent sebelum dilakukan tes HIV. Jelaskan juga mengenai konidensialitas berbagi untuk kepentingan kesehatan klien.

2. Penilaian risiko

Penilaian risiko klinis bertujuan untuk melakukan umpan balik risiko klinis, melakukan diskusi terkait dengan topik yang sensitif serta menilai risiko dalam masa jendela window periode. Dalam penilaian risiko konselor mengajukan pertanyaan yang eksplisit tentang berbagai kegiatan klien yang memiliki risiko akan terjadinya penularan HIV. Beberapa alasan mengapa perlu penilaian risiko klinis: 1 Mendorong peningkatan kewaspadaan akan infeksi menular seksual dan HIV. 2 Memberi kesempatan untuk konseling dan edukasi. 3 Pemeriksaan kesehatan lain yang diperlukan. 4 Umpan balik diberikan kepada klien agar klien memahami bahwa aktivitasnya berisiko. 5 Implikasi terapi. a assessment dari risiko memiliki infeksi HIV berganti-ganti pasangan dalam melakukan hubungan seks. • berhubungan seks dengan pekerja seks komersial. • untuk laki-laki, berhubungan seks dengan sesama laki-laki. • menindik dengan jarum yang tidak steril, tato. • transfusi darah yang pernah dilakukan sebelumnya. • penggunaan obat dengan cara suntik. • pasangan seksualsuami atau istri merupakan orang dengan risiko. • b assessment pengetahuan tentang HIV apa saja yang malibatkan tes dan arti dari tes tersebut? • bagaimana transmisi HIV terjadi? • apa yang dimaksud dengan perilaku berisiko tinggi? • c assessment untuk menghadapi dengan positif hasil tes reaksi yang diharapkan dari seseorang yang melakukan tes siapakah yang akan menyediakan dukungan emosional? dampak dari hasil tes yang positif pada: 68 hubungan social. • isu sosial, seperti pekerjaan. • kesehatan di masa yang akan datang. •

3. Konidensialitas

Persetujuan untuk mengungkapkan status HIV seorang individu kepada pihak ketiga seperti institusi rujukan, petugas kesehatan yang secara tidak langsung melakukan perawatan kepada klien yang terinfeksi dan pasangannya harus senantiasa diperhatikan. Persetujuan dituliskan dan dicantumkan dalam catatan medik. Konselor dan petugas kesehatan yang menginisiasi tes mengkomunikasikan secara jelas perluasan konidensialitas yang ditawarkan kepada klien. Penjelasan rinci seperti ini dilakukan dalam konseling pra tes atau sebelum saat penandatanganan persetujuan pemeriksaan tes HIV. Berbagi konidensialitas, artinya rahasia diperluas kepada petugas kesehatan yang akan membantu pemulihan kesehatan klien. Konidensialitas juga dapat dibuka jika diharuskan oleh hukum statutory yang jelas. Contohnya ketika kepolisian membutuhkan pengungkapan status untuk perlindungan kepada korban perkosaan. Korban perkosaan dapat segera dirujuk ke layanan pengobatan untuk mendapatkan ART agar terlindung dari infeksi HIV.

4. Tes Dan Diagnosis HIV

Hubungan antara HIV dan TB perlu disosialisasikan kepada anggota masyarakat sehingga pasien TB dapat waspada terhadap kemungkinan ko-infeksi HIV. Penting untuk menawarkan konseling dan tes HIV terhadap pasien TB. Keuntungan dari konseling dan tes HIV yang dicapai adalah: a. pasien bisa mendapatkan kesempatan mengetahui status HIV mereka. b. diagnosis yang lebih baik dan manajemen dari penyakit terkait HIV. c. penghindaran pemakaian obat yang diasosiasikan dengan risiko tinggi dari efek samping obat tersebut. d. meningkatkan pemakaian kondom dan menurunkan transmisi HIV. e. kemungkinan penggunaan kemoproilaksis dengan kotrimoksasol untuk mencegah infeksi oportunistik dan mengurangi angka mortalitas. f. kemungkinan penggunaan ART untuk pengobatan HIV. g. kesempatan untuk berkonsultasi dengan pasien dan anggota keluarga mengenai infeksi HIV dan mengenai perkiraan kondisi. h. kesempatan untuk memberi saran kepada pasien dan anggota keluarganya mengenai cara yang tepat untuk mencegah transmisi HIV lebih jauh. Dianjurkan untuk melaksanakan konseling dan tes HIV pada hari yang sama menggunakan tes cepat. Hal ini juga penting untuk menjaga kerahasiaan klien.