Paduan obat dan lama pengobatan

50

4. Pemantauan dan Evaluasi Pemberian OAT pada anak terinfeksi HIV

Masalah yang sering dihadapi pada pengobatan TB anak terinfeksi HIV adalah respons pengobatan yang kurang baik dan angka relaps yang tinggi. Bila respons klinis dan radiologi kurang maka pemberian OAT dapat dilanjutkan sampai 9-12 bulan selanjutnya penyebab kegagalan pengobatan harus dievaluasi. Evaluasi respons klinis dan radiologi yang kurang setelah pemberian OAT 6 bulan meliputi kepatuhan minum obat, absorpsi obat yang kurang, resistensi obat dan kemungkinan diagnosis TB salah. PETUNJUK PRAKTIS Bila respons klinis dan radiologi kurang maka OAT boleh diberikan sampai 12 bulan selanjutnya evaluasi kepatuhan, absorbsi obat, resistensi dan diagnosis TB. Anti retroviral dan OAT sering menunjukkan gejala toksisitas yang sama sehingga sulit diidentiikasi obat mana yang menjadi penyebab toksisitas tersebut. Efek samping OAT lebih sering ditemukan pada pasien yang terinfeksi HIV. Efek samping OAT paling sering ditemukan pada 2 bulan pertama pengobatan. Meskipun pemberian INH pada anak jarang menimbulkan neuropati namun pemberian INH pada anak terinfeksi HIV dan mendapat ARV disarankan untuk ditambahkan piridoksin vitamin B6. Rash merupakan efek samping pemberian OAT yang cukup sering ditemukan, umumnya ringan sehingga tidak perlu menghentikan pengobatan. Beberapa obat yang dapat menimbulkan rash antara lain kotrimoksazol, nevirapin, EFV dan abacavir. Bila rash hebat maka OAT harus dihentikan dulu, selanjutnya bila rash sudah hilang OAT dapat dimulai dengan cara desensitisasi. Efek lain OAT misalnya pada gastrointestinal mual, muntah dan diare umumnya tidak memerlukan penghentian obat. Apabila terdapat efek hepatotoksik gangguan fungsi hati yaitu SGOTSGPT meningkat lebih dari 5X nilai normal tertinggi tanpa disertai ikterus; bilirubin total 1,5 mgdL tanpa disertai ikterus; gejala ikterus dengan Uji fungsi hati normal maka INH, Rifampisin dan PZA dihentikan kemudian diberikan Etambutol dan Streptomisin. Streptomisin dan Etambutol diberikan tidak lebih dari 2 bulan, sambil dipantau fungsi hati; apabila fungsi hati sudah normal, maka regimen pengobatan kembali ke INH, Rifampisin dan PZA. Apabila gejala gangguan fungsi hati tersebut berulang, perlu ditinjau ulang apakah OAT dan ARV dapat diberikan bersama-sama atau tidak. Sedangkan apabila dalam 2 bulan pemberian Etambutol dan Streptomisin ternyata fungsi hati masih tetap tinggi 5x batas normal tertinggi, maka sebaiknya pasien dirujuk. PETUNJUK PRAKTIS Pemantauan efek hepatotoksik pemberian OAT dan ARV dilakukan melalui pemeriksaan rutin SGOT dan SGPT setiap 1 bulan sekali. Obat Anti TB dihentikan bila SGOTSGPT meningkat lebih dari 5x nilai normal tertinggi atau kadar bilirubin 1,5 mgdL tanpa gejala ikterus serta bila terdapat gejala ikterus dengan tes fungsi hati normal. Untuk menghindari terjadinya tumpang tindih efek samping OAT dan ARV maka bila memungkinkan pemberian ARV ditunda sampai anak mendapat OAT 2 bulan tetapi apabila HIV sangat parah yaitu bila 51 TB disertai penyulit seperti batuk berdarah atau TB meningitis, maka ARV dapat dimulai setelah 2-8 minggu pemberian OAT walaupun kemungkinan terjadinya IRIS lebih besar.

5. Efek samping OAT dan penanganannya

Infeksi HIV menyebabkan peningkatan terjadinya efek samping pada anak yang sedang mendapat OAT terutama efek samping pada kulit dan hepatotoksisitas karena OAT dan kotrimoksasol. Kulit Efek samping pada kulit dapat berupa nekrolisis epidermal toksik yang mengancam kehidupan maupun rash yang tersebar pada wajah, dada dan seluruh tubuh. Bila pasien mengalami gejala rash, gatal dan demam segera setelah makan OAT, menunjukkan terdapatnya reaksi hipersensitivitas. Apabila timbul rash ringan dan tidak ada rasa gatal maka OAT dilanjutkan; apabila disertai sedikit rasa gatal maka diberikan antihistamin. Penyebab gatal yang lain perlu dipertimbangkan misalnya skabies. Bila timbul rash disertai rasa gatal dengan atau tanpa efek samping berat yaitu nekrolisis epidermal toksik atau Steven Johnson syndrome maka semua jenis OAT harus dihentikan sampai klinis membaik. Bila rash sudah hilang maka OAT dapat diberikan lagi mulai dosis paling rendah INH 50 mg, Rifampisin 75 mg dinaikkan secara bertahap sampai mencapai dosis yang sesuai dalam waktu 3 hari. PETUNJUK PRAKTIS Bila ada efek samping rash maka OAT diberhentikan sampai tidak ada gejala. Selanjutnya dimulai lagi dari dosis rendah INH 50 mg dan rifampisin 75 mg ditingkatkan bertahap setiap hari selama 3 hari sampai dosis yang diinginkan. Hepatotoksik Pada anak sakit TB yang terinfeksi HIV maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan Uji fungsi hati sebelum pengobatan dimulai. Selanjutnya pemeriksaan Uji fungsi hati sebaiknya diperiksa rutin setiap bulan. Efek hepatotoksik OAT pada anak terinfeksi HIV lebih sering ditemukan dibanding anak yang tidak terinfeksi HIV. Obat Anti TB lini pertama yang menimbulkan efek hepatotoksisitas adalah INH, Rifampisin dan PZA. Karena ke-3 obat tersebut diberikan sebagai kombinasi maka agak sulit untuk menentukan obat mana yang menjadi penyebab gangguan fungsi hati. Pemberian kembali OAT tersebut setelah hepatotoksisitas hilang, umumnya tidak menimbulkan efek samping seperti sebelumnya. Streptomisin dan Etambutol jarang sekali menimbulkan hepatotoksisitas. Gejala klinis hepatotoksisitas bervariasi mulai dari gangguan fungsi hati ringan sampai kerusakan hati berat yang menyebabkan gagal hati. Gejala konstitusional berupa lemah, mual, muntah, demam, mialgia, artralgia dan sakit perut. Drug- induced hepatitis DIH karena OAT ini harus didiagnosis banding dengan hepatitis virus. Bila ditemukan gejala klinis hepatotoksisitas maka OAT harus dihentikan kecuali bila tetap diperlukan pemberian OAT maka dapat diberikan Streptomisin dan Etambutol. Obat Anti TB dapat diberikan kembali 2 minggu setelah gejala klinis hepatotoksisitas hilang atau Uji fungsi hati normal kembali.