52
Gastrointestinal
Efek gastrointestinal akibat OAT yang paling banyak ditemukan adalah mual, muntah, dehidrasi dan imbalans elektrolit. Efek samping gastrointestinal umumnya tidak memerlukan penghentian
obat. Efek gastrointestinal sering merupakan gejala awal efek hepatotoksisitas sehingga diperlukan pemantauan klinis yang baik. Bila gejalanya ringan sampai sedang maka dapat diatasi dengan cara
minum OAT bersamaan dengan makanan atau diminum segera sebelum tidur atau memberikan anti emetik. Bila gejala gartritis menonjol maka dapat diberikan antasid atau proton pump inhibitor PPI
walaupun antasid akan mengurangi absorpsi rifampisin sebesar 20-40. Antasid atau PPI sebaiknya diberikan 2 jam sebelum atau sesudah makan OAT.
6. Immune reconstitution inlammatory syndrome IRIS
Pemberian ART fase awal menyebabkan penekanan replikasi virus HIV secara cepat 90 virus dalam 1-2 minggu sehingga terjadi pemulihan sistem imun, peningkatan CD4 yang besar pada fase inisial
yang dilanjutkan dengan penurunan jumlah virus. Immune reconstitution inlammatory syndrome merupakan kumpulan gejala atau manifestasi klinis akibat respons imun yang meningkat secara
cepat terhadap berbagai infeksi maupun antigen non infeksius setelah pemberian ARV fase inisial. Organisme yang paling sering menyebabkan IRIS adalah Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium
avium, Cryptococcus neoformans dan Cytomegalovirus.
Manifestasi klinis IRIS yang utama adalah: a. Munculnya lagi gejala penyakit infeksi yang pernah ada sebelumnya dan telah teratasi infeksinya.
Penyebab terbanyak IRIS adalah TB. b. Munculnya infeksi yang sebelumnya asimtomatik, umumnya disebabkan oleh Mycobacterium
avium, jarang oleh Mycobacterium tuberculosis. c. Penyakit autoimun dan inlamasi seperti Sarkoidosis.
Gejala klinis IRIS bersifat sementara, misalnya demam, limfadenopati yang bertambah, tuberkuloma intraserebral menjadi muncul kembali, efusi pleura, sindrom distress pernapasan, infeksi subklinis
menjadi manifest atau gejala klinis memburuk pada pengobatan TB yang adekuat. Perburukan klinis TB pada pemberian ARV selain disebabkan oleh IRIS, dapat pula disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas
terhadap antigen Mycobacterium tuberculosis yang mati. Hal ini bukan suatu kegagalan pengobatan dan bersifat sementara. Immune reconstitution inlammatory syndrome dapat juga disebabkan oleh
mikobakteria atipik, Pneumocystis jiroveci, Varicella zoster dan virus Herpes simpleks.
Beberapa kriteria yang mendukung diagnosis IRIS pada TB-HIV 3 dari kriteria sebagai berikut: a. Manifestasi klinis atipikal setelah ARV mulai diberikan.
b. Viral load menurun 1 log10 per mL. c. CD4 meningkat.
d. Bukan TB relaps atau resisten OAT. e. Bukan karena ketidakpatuhan minum obat.
53
f. Bukan akibat efek samping obat. g. Bukan karena infeksi lain atau keadaan lain karena HIV.
Immune reconstitution inlammatory syndrome umumnya terjadi pada pemberian OAT bersama-sama ARV selama 2 bulan pertama.
D. PENCEGAHAN TB PADA ANAK TERINFEKSI HIV
1. Pelacakan Kontak
Upaya paling efektif untuk mencegah infeksi TB berulang pada anak adalah “menutup lubang kran tap” dengan cara pengendalian secara epidemiologis, yaitu diagnosis dan pengobatan segera
terhadap kasus TB yang infeksius. Pada anak penggunaan sistem skoring dapat mengurangi keterlambatan diagnosis. Meskipun gejala TB pada anak sangat tidak spesiik namun gejala-gejala
sugestif TB tersebut merupakan alat identiikasi yang cukup akurat pada “kelompok berisiko” misalnya anak yang terinfeksi HIV. Pelacakan kontak TB pada anak terinfeksi HIV sangat bermanfaat untuk
mencegah terjadinya transmisi serta membuka kesempatan untuk pemberian INH proilaksis. Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB maka harus dicari sumber penularan yang menyebabkan
anak tertular TB. Sumber penularan adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan BTA sputum
dan foto toraks pelacakan sentripetal. Bila telah ditemukan sumbernya maka perlu pula dilakukan pelacakan sentrifugal yaitu mencari anak lain di sekitar sumber penularan tersebut yang kemungkinan
juga tertular, yaitu dengan pemeriksaan uji tuberkulin.
Demikian pula jika ditemukan pasien TB dewasa aktif maka anak disekitarnya atau yang kontak erat harus dilakukan pemeriksaan ada tidaknya infeksi maupun penyakit TB.
2. Pengendalian Infeksi
Pengendalian infeksi TB terutama adalah diagnosis kasus TB dan pengobatan yang adekuat, serta mengikuti perkembangan pasien dengan baik tidak terjadi drop-out di tingkat pelayanan kesehatan
manapun. Selain upaya di atas, diperlukan pula perbaikan lingkungan rumah seperti ventilasi pintu dan jendela yang baik dan masuknya sinar matahari ke dalam rumah secara efektif. Pengendalian
transmisi TB di klinik HIV juga perlu diperhatikan karena anak terinfeksi HIV merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap infeksi apapun terutama TB dan apabila mereka sakit TB maka dapat
menjadi sumber penularan selanjutnya.
3. Pemberian INH Proilaksis
Pemberian INH proilaksis dapat mencegah terjadinya sakit TB pada anak terinfeksi HIV. Diagnosis infeksi TB laten pada anak terinfeksi HIV sangat penting karena kelompok ini berisiko besar
mengalami reaktivasi. Meskipun faktor kepatuhan tetap menjadi perhatian besar namun pemberian INH proilaksis pada anak terinfeksi HIV tetap memberikan keuntungan. Isoniazid tidak menimbulkan
drug-drug interactions bila diberikan bersama ART dan tidak pula memerlukan penyesuaian dosis pada pemberian kedua obat tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian INH proilaksis
pada anak terinfeksi HIV dapat menurunkan angka kematian sampai setengahnya.