Pemantauan Pemulihan jumlah sel CD4

92

E. PENGOBATAN PASIEN KO-INFEKSI TB MDR DAN HIV

Kegiatan kolaborasi TB-HIV yang dilaksanakan di Indonesia diterapkan juga pada kegiatan Programmatic Management Drug-resistance Tuberculosis PMDT untuk memberikan layanan pengobatan pada pasien ko-infeksi TB MDR dan HIV. Adaptasi kegiatan kolaborasi TB-HIV dalam kerangka kerja PMDT di Indonesia dapat diwujudkan ke dalam kerangka kerja sebagai berikut : a Upaya memperkuat kolaborasi TB-HIV harus dilakukan terlebih dahulu sebelum memulai penanganan ko-infeksi TB MDR dan HIV. b Melaksanakan kegiatan Provider initiative testing and counseling PITC pada semua suspek TB MDR yang status HIV-nya belum diketahui. c Penggunaan standar alur dari WHO untuk menetapkan diagnosis TB pada pasien HIV. d Pemeriksaan dahak dengan rapid test untuk TB bila tersedia. e Melakukan uji kepekaan Drug Susceptibility TestingDST M.tuberculosis terhadap pasien ko- infeksi TB HIV yang hasil pemeriksaan rapid test menunjukkan hasil positif TB. f Melakukan kegiatan surveilens resistensi terhadap OAT yang melibatkan pula populasi pasien dengan HIV positif. g Pemberian ART sesegera mungkin setelah OAT TB MDR bisa ditoleransi sekitar 2- 8 minggu. h Mempertimbangkan pemberian pengobatan standar TB MDR bagi pasien HIV yang hasil uji kepekaan M.tuberculosis dengan metode rapid test menunjukkan resistensi tanpa menunggu konirmasi metode konvensional. i Pemberian PPK. j Pengobatan Proilaksis Kotrimoksasol sangat direkomendasikan untuk diberikan kepada pasien HIV dengan TB aktif sebagai bagian dari manajemen komprehensif pasien HIV. Belum ada laporan mengenai interaksi antara kotrimoksasol dengan OAT yang dipakai dalam pengobatan TB MDR. Tetapi dapat dipastikan akan muncul overlapping toksisitas antara ART, PPK dan OAT TB MDR sehingga monitoring efek yang tidak diinginkan adverse drug reaction harus mendapat perhatian khusus. k Untuk menangani pasien ko-infeksi TB MDR dan HIV maka Tim Ahli Klinis TAK sejak awal harus melibatkan ahli yang memahami manajemen pasien HIV terutama pada manajemen efek samping, monitoring kondisi pasien dan penilaian respons pengobatan. l Pemberian dukungan kepada pasien ko-infeksi TB MDR dan HIV mengikuti skema serta mekanisme yang sudah berjalan di program HIV. m Upaya PPI TB yang terpadu dan efektif harus dilaksanakan baik di sarana pelayanan TB MDR maupun di sarana pelayanan HIV. n Keterlibatan semua pemangku kepentingan stakeholder dalam jejaring pengendalian TB MDR dan HIV. Internal Fasyankes • : Unit PMDT tidak dapat bekerja sendiri untuk penanganan pasien TB MDRHIV ataupun pasien TB MDR yang dicurigai HIV. Harus ada kerja sama yang baik antara unit PMDT dan Unit HIV. 93 Eksternal Fasyankes • : Badan koordinasi yang selama ini terlibat dalam kolaborasi TB-HIV juga harus diikutsertakan dalam penanganan kasus TB MDRHIV. Keterlibatan dan kemitraan dengan unsur masyarakat dan LSM peduli TB dan HIV juga perlu dikembangkan.

1. Diagnosis ko-infeksi TB MDR dan HIV

a. Tes HIV bagi pasien TB MDR Semua pasien TB MDR terkonirmasi yang status HIV-nya belum diketahui akan ditawari untuk menjalani pemeriksaan HIV sesuai konsep KTIPK. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan besarnya kemungkinan kegagalan pengobatan TB MDR bila ternyata juga mengalami ko-infeksi HIV yang tidak diketahui. b. Uji kepekaan M.tuberculosis bagi ODHA Semua ODHA dengan ko-infeksi TB adalah suspek TB MDR, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan uji kepekaan. \ Gambar 6. Algoritma diagnosis MDR TB pada ODHA Catatan : Bila fasilitas tersedia maka ODHA yang dicurigai menderita TB juga akan menjalani pemeriksaan rapid diagnostic TB misalnya menggunakan GeneXpert. Pemeriksaan tersebut selain mendeteksi terdapatnya M.tuberculosis juga mengetahui resistensi terhadap Rifampisin, bila hasilnya positif M.tuberculosis dan resisten rifampisin maka pasien akan ditatalaksana dengan pengobatan standar TB MDR. 94

2. Persiapan Pengobatan Ko-infeksi TB MDR dan HIV

Evaluasi tambahan yang harus dilakukan sebagai persiapan pengobatan untuk ODHA yang terkonirmasi TB MDR adalah : a Detail mengenai riwayat penyakit TB termasuk terapi yang pernah didapatkan, lama pengobatan dan hasil pengobatan TB. b Detail mengenai riwayat penyakit HIV, termasuk IO yang pernah dialami dan penyakit lain terkait HIV yang pernah dialami. c Data pemeriksaan CD4 terkini dan viral load bila ada. d Riwayat penggunaan ART. e Riwayat rawat inap, tinggal di congregate setting penjara, asrama, barak militer atau kontak dekat dengan pasien TB MDR yang terkonirmasi. f Pemeriksaan isis yang menjadi bagian dari evaluasi awal harus difokuskan pada upaya mencari tanda terdapatnya imunosupresi, melakukan penilaian mengenai status nutrisi dan neurologis pasien serta mencari tanda terdapatnya penyakit TB ekstra paru. Sebelum memulai pengobatan TB MDR pada pasien dengan status HIV positif maka dilakukan pemeriksaan baseline standar dengan ditambahkan pemeriksaan khusus yaitu : Pemeriksaan CD4. • Pemeriksaan • Viral load bila ada fasilitas dan kemampuan ekonomi. Pemeriksaan penapisan siphilis. • Pemeriksaan serologi Hepatitis B dan C. •

3. Pengobatan Ko-infeksi TB MDR dan HIV

Pada dasarnya prinsip pengobatan pasien ko-infeksi TB MDR dan HIV tidak berbeda dengan pengobatan TB MDR pada pasien bukan HIV. Tetapi ada beberapa prinsip dasar yang harus diingat dan diaplikasikan dalam pengobatan kasus TB MDRHIV yaitu : a Semua ODHA dengan gejala TB harus mendapatkan PPK dengan tujuan untuk mencegah infeksi bakteri, PCP, Toksoplasmosis, Pnemonia dan Malaria. b ART bukan alasan untuk menunda pengobatan TB MDR. Pemberian ART sangat penting pada pasien TB MDR dengan HIV positif. Bila ART tak diberikan angka kematian sangat tinggi sekitar 91 – 100 . c Bila ART belum diberikan maka ART harus segera diberikan secepatnya setelah pengobatan TB MDR dapat ditoleransi sekitar 2-8 minggu. d Paduan ART yang direkomendasikan untuk pasien TB MDR adalah ART lini pertama : AZT-3TC-EFV, atau ART lini kedua : TDF-3TC-LPVr.