FAKTOR RISIKO HIV PADA PASIEN TB

64 Pemeriksaan darah lengkap yang menunjukkan terdapatnya infeksi HIV adalah anemia, leucopenia atau thrombocytopenia yang tidak terjelaskan penyebabnya Diagnosis pasti infeksi HIV didapatkan dari hasil tes HIV 3 metode yang positif.

C. KONSELING DAN TES HIV KTS dan KTIPK

1. Konseling dan Tes HIV

Dalam proses Konseling dan Tes HIV dapat dilakukan melalui dua pendekatan,yaitu: a. Pendekatan tes HIV dan konseling atas inisiasi petugas kesehatan KTIPKProvider Initiated Testing and Counseling = PITC. b. Pendekatan konseling dan tes HIV atas inisiasi klien atau yang disebut konseling dan tes HIV sukarela KTS-Voluntary Counselling and TestingClient Initiated Counseling and Testing = CICT. Tes HIV dan konseling atas inisiatif petugas kesehatan KTIPK – PITC = Provider-Initiated Testing and Counseling. Konseling dan tes HIV atas inisiasi petugas kesehatan merupakan kebijakan Pemerintah untuk dilaksanakan di layanan kesehatan yang berarti semua petugas kesehatan menginisiasi tes HIV setidaknya pada ibu hamil, pasien TB, pasien yang menunjukkan gejala dan tanda klinis diduga terinfeksi HIV lihat tabel 10, pasien kelompok berisiko penasun, PS-pekerja seks dan LSL – lelaki seks dengan lelaki, pasien IMS dan seluruh pasangan seksualnya. Kegiatan memberikan anjuran dan pemeriksaan tes HIV perlu disesuaikan dengan prinsip bahwa pasien sudah mendapatkan informasi yang cukup dan menyetujui untuk tes HIV dan semua pihak menjaga konidensial prinsip 3C – counseling, consent, conidentiallity. Konseling dan tes HIV pada dasarnya merupakan tes sukarela. Pada pasien TB konseling dan tes HIV dapat dilakukan dengan pendekatan KTIPK maupun KTS. Konseling dan tes HIV atas inisiasi petugas kesehatan merupakan layanan yang terintegrasi di Fasyankes. Konseling dan tes HIV atas inisiasi petugas kesehatan dilakukan oleh tenaga kesehatan ketika pasien datang berobat ke Fasyankes dan terindikasi terkait infeksi HIV. Apabila dijumpai pasien TB yang menunjukkan terdapatnya gejala yang mengarah ke AIDS seperti di atas maka petugas kesehatan di unit TB menginisiasi tes dan dilanjutkan dengan konseling HIV kepada pasien tersebut sebagai bagian dari tatalaksana klinis. Inisiasi tes HIV oleh petugas kesehatan harus selalu didasarkan atas kepentingan kesehatan dan pengobatan pasien. Untuk itu perlu memberikan informasi yang cukup sehingga pasien mengerti dan mampu mengambil keputusan menjalani tes HIV secara sukarela. Selain itu juga perlu diinformasikan bahwa konidensialitas terjaga, terhubung dengan rujukan ke Pelayanan Dukungan dan Perawatan yang memadai. Tujuan utama KTIPK adalah agar petugas kesehatan dapat membuat keputusan 65 klinis danatau menentukan pelayanan medis secara khusus yang tidak mungkin dilaksanakan tanpa mengetahui status HIV seseorang. Konseling dan tes HIV atas inisiasi petugas kesehatan dilaksanakan tidak dengan cara mandatori atau wajib. Prinsip 3C informed consent, conidentiality, counseling dan 2 R reporting and recording tetap harus diterapkan dalam pelaksanaannya. Langkah KTIPK di unit DOTS meliputi: 1. Pemberian KIE mengenai kaitan TB dengan HIV. 2. Memeriksa tanda-tanda infeksi oportunistik lain pada kasus TB. 3. Identiikasi faktor risiko yang tampak, misalnya jejas suntikan, tindik berlebihan dan tato permanen. 4. Pemberian informasi dan motivasi pasien TB yang berisiko HIV untuk menjalani tes. 5. Rujukan pasien TB ke layanan tes HIV dengan menggunakan formulir rujukan. 6. Pemberian informasi tentang hasil tes HIV kepada pasien TB dan tindak lanjutnya. 7. Pengisian format pencatatan rekam medis, register, dll pada setiap akhir layanan. 8. Kompilasi data pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV. Pendekatan konseling dan tes HIV atas inisiasi klien atau yang disebut konseling dan tes HIV sukarela Konseling dan Tes HIV-Voluntary Counselling and Testing Client Initiated Counseling and Testing = CICT. Konseling dan Tes HIV atas inisiasi klien KTS merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV AIDS berkelanjutan. Konseling dan testing HIV sukarela adalah suatu prosedur diskusi pembelajaran antara konselor dan klien untuk memahami HIV AIDS beserta risiko dan konsekuensi terhadap diri, pasangan dan keluarga serta orang di sekitarnya. Tujuan utamanya adalah perubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat dan lebih aman. Strategi Konseling dan tes HIV pada pasien TB: a. Di wilayah dengan epidemi HIV yang meluas Seluruh pasien TB di unit DOTS dilakukan konseling dan tes HIV secara rutin. • Di seluruh Fasyankes di daerah dengan prevalensi HIV pada pasien TB 5, Konseling dan Tes • HIV harus ditawarkan secara rutin pada semua pasien TB. Konseling dan tes HIV dapat dilaksanakan setiap saat selama pengobatan TB sehingga jika • ada pasien yang pada awalnya menolak tes HIV maka dapat ditawarkan kembali setelah penyuluhanpenjelasan. b. Di wilayah dengan epidemi HIV yang rendah dan terkonsentrasi Dilakukan penilaian faktor risiko menggunakan formulir skrining kuesioner pada setiap • pasien TB.