Tuberkulosis Kulit MANIFESTASI PENYAKIT TB PADA ANAK TERINFEKSI HIV

49 PETUNJUK PRAKTIS Pada TB tulang diberikan RHZE selama 2 bulan pertama, dilanjutkan RH sampai 12 bulan. Pasien TB anak yang terinfeksi HIV mempunyai kecenderungan relaps yang lebih besar dibanding anak yang tidak terinfeksi. Untuk mengatasi hal ini maka pengobatan TB anak terinfeksi HIV diberikan lebih lama yaitu minimal 9 bulan sedangkan pada TB milier, meningitis TB dan TB tulang selama 12 bulan. Mortalitas TB pada anak terinfeksi HIV lebih besar dibanding anak yang tidak terinfeksi karena tingginya ko-infeksi oleh patogen lain, absorpsi dan penetrasi OAT terhadap organ yang terkena pada anak terinfeksi HIV jelek, misdiagnosis, kepatuhan kurang, malnutrisi berat dan imunosupresi berat.

2. Dosis PETUNJUK PRAKTIS

Dosis OAT yaitu INH 10 mgKgBBhari maksimal 300 mg, Rifampisin 15 mgKgBBhari maksimal 600 mg, PZA 35 mgKgBBhari maksimal 2000 mg, Etambutol 20 mgKgBBhari maksimal 1250 mg dan Streptomisin 20 mgKgBBhari maksimal 1000 mg. Pada meningitis TB, TB milier dengan distress pernapasan, efusi pleura dan efusi perikardial diberikan tambahan kortikosteroid berupa prednison 1 mgkgBBhari dibagi 3 dosis selama 6 minggu, selanjutnya di-tapering-of selama 6 minggu.

3. Pemberian OAT pada anak terinfeksi HIV

Tuberkulosis sering didiagnosis sebelum status HIV seorang anak diketahui. Pemberian OAT pada anak terinfeksi HIV yang akan atau sedang mendapat ARV harus memperhatikan interaksi antar obat karena pemberian bersama-sama kedua obat ini dapat menyebabkan pengobatan menjadi tidak optimal serta meningkatkan risiko toksisitas. Apabila Rifampisin berinteraksi dengan beberapa Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor NNRTI maka kadar plasma NNRTI turun sebesar 20 – 60; sedangkan Protease inhibitor PI mmengakibatkan kadar plasma PI akan turun sebesar 80 atau lebih. Rifampisin dapat diberikan bersama-sama dengan semua jenis nucleoside reverse transcriptase inhibitor NRTI. Rekomendasi pemberian OAT bersama ARV adalah 2 jenis NRTI dikombinasi dengan efavirenz EFV. Dosis OAT tidak memerlukan penyesuaian karena tidak dipengaruhi oleh ARV. Pemberian ARV dapat dimulai bila anak telah mendapat OAT selama minimal 2-8 minggu selama syarat untuk pemberian ARV telah terpenuhi. PETUNJUK PRAKTIS Pemberian Rifampisin bersama antiretroviral PI dan NNRTI menurunkan kadar kedua ARV tersebut dalam darah dan menurunkan ambang toksik Rifampisin. 50

4. Pemantauan dan Evaluasi Pemberian OAT pada anak terinfeksi HIV

Masalah yang sering dihadapi pada pengobatan TB anak terinfeksi HIV adalah respons pengobatan yang kurang baik dan angka relaps yang tinggi. Bila respons klinis dan radiologi kurang maka pemberian OAT dapat dilanjutkan sampai 9-12 bulan selanjutnya penyebab kegagalan pengobatan harus dievaluasi. Evaluasi respons klinis dan radiologi yang kurang setelah pemberian OAT 6 bulan meliputi kepatuhan minum obat, absorpsi obat yang kurang, resistensi obat dan kemungkinan diagnosis TB salah. PETUNJUK PRAKTIS Bila respons klinis dan radiologi kurang maka OAT boleh diberikan sampai 12 bulan selanjutnya evaluasi kepatuhan, absorbsi obat, resistensi dan diagnosis TB. Anti retroviral dan OAT sering menunjukkan gejala toksisitas yang sama sehingga sulit diidentiikasi obat mana yang menjadi penyebab toksisitas tersebut. Efek samping OAT lebih sering ditemukan pada pasien yang terinfeksi HIV. Efek samping OAT paling sering ditemukan pada 2 bulan pertama pengobatan. Meskipun pemberian INH pada anak jarang menimbulkan neuropati namun pemberian INH pada anak terinfeksi HIV dan mendapat ARV disarankan untuk ditambahkan piridoksin vitamin B6. Rash merupakan efek samping pemberian OAT yang cukup sering ditemukan, umumnya ringan sehingga tidak perlu menghentikan pengobatan. Beberapa obat yang dapat menimbulkan rash antara lain kotrimoksazol, nevirapin, EFV dan abacavir. Bila rash hebat maka OAT harus dihentikan dulu, selanjutnya bila rash sudah hilang OAT dapat dimulai dengan cara desensitisasi. Efek lain OAT misalnya pada gastrointestinal mual, muntah dan diare umumnya tidak memerlukan penghentian obat. Apabila terdapat efek hepatotoksik gangguan fungsi hati yaitu SGOTSGPT meningkat lebih dari 5X nilai normal tertinggi tanpa disertai ikterus; bilirubin total 1,5 mgdL tanpa disertai ikterus; gejala ikterus dengan Uji fungsi hati normal maka INH, Rifampisin dan PZA dihentikan kemudian diberikan Etambutol dan Streptomisin. Streptomisin dan Etambutol diberikan tidak lebih dari 2 bulan, sambil dipantau fungsi hati; apabila fungsi hati sudah normal, maka regimen pengobatan kembali ke INH, Rifampisin dan PZA. Apabila gejala gangguan fungsi hati tersebut berulang, perlu ditinjau ulang apakah OAT dan ARV dapat diberikan bersama-sama atau tidak. Sedangkan apabila dalam 2 bulan pemberian Etambutol dan Streptomisin ternyata fungsi hati masih tetap tinggi 5x batas normal tertinggi, maka sebaiknya pasien dirujuk. PETUNJUK PRAKTIS Pemantauan efek hepatotoksik pemberian OAT dan ARV dilakukan melalui pemeriksaan rutin SGOT dan SGPT setiap 1 bulan sekali. Obat Anti TB dihentikan bila SGOTSGPT meningkat lebih dari 5x nilai normal tertinggi atau kadar bilirubin 1,5 mgdL tanpa gejala ikterus serta bila terdapat gejala ikterus dengan tes fungsi hati normal. Untuk menghindari terjadinya tumpang tindih efek samping OAT dan ARV maka bila memungkinkan pemberian ARV ditunda sampai anak mendapat OAT 2 bulan tetapi apabila HIV sangat parah yaitu bila