Efek samping OAT Efek samping ringan

84 Namun, jangan lakukan desensitisasi pada pasien TB dengan HIV positif sebab mempunyai risiko besar terjadi keracunan yang berat. Desensitisasi tidak dianjurkan dilakukan di Puskesmas. Efek samping utama Streptomisin adalah: Kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Kerusakan • alat keseimbangan biasanya terjadi pada 2 bulan pertama dengan gejala telinga berdenging tinitus, pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap kehilangan keseimbangan dan tuli. Risiko ini lebih meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak saraf pendengaran janin. Reaksi hipersensitivitas kadang terjadi, berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai dengan • sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Hentikan pengobatan dan segera rujuk pasien ke RS spesialistik. Pada pasien yang menerima pengobatan ko-infeksi TB-HIV, penanganan efek samping obat dijelaskan pada tabel di bawah ini: Tabel 21. Tatalaksana Efek Samping Obat pada pasien dengan pengobatan ko-infeksi TB-HIV Tanda Gejala Tatalaksana Anoreksia, mual dan nyeri perut Telan obat setelah makan. Jika paduan obat ARV mengandung ZDV, jelaskan kepada pasien bahwa gejala ini akan hilang sendiri. Atasi keluhan secara simptomatis. Tablet INH dapat diberikan malam sebelum tidur. Makanan yang dianjurkan adalah makanan lunak, porsi kecil dan frekuensinya sering. Nyeri sendi Beri analgetik, misalnya aspirin atau parasetamol. Rasa kesemutan pada kaki Efek ini jeIas dijumpai bila INH diberi bersama ddI atau d4T, substitusi ddl atau d4T sesuai pedoman. Berikan tambahan tablet vitamin B6 piridoksin 100 mg per hari. Jika tidak berhasil, gunakan amitriptilin atau rujuk ke RS spesialistik. Kencing warna kemerahan oranye Jelaskan pada pasien bahwa itu adalah warna obat, jadi tidak berbahaya. 85 Tanda Gejala Tatalaksana Sakit kepala Beri analgetik misalnya aspirin atau parasetamol. Periksa tanda-tanda meningitis. Bila dalam pengobatan dengan ZDV atau EFV, jelaskan bahwa ini biasa terjadi dan biasanya hilang sendiri. Berikan EFV pada malam hari. Jika sakit kepala menetap lebih dari 2 minggu atau memburuk, pasien dirujuk. Diare Beri oralit atau cairan pengganti dan ikuti petunjuk penanganan diare. Yakinkan pada pasien bahwa kalau disebabkan oleh obat ARV itu akan membaik setelah beberapa minggu. Pantau dalam 2 minggu, kalau belum membaik, pasien dirujuk Kelelahan Pikirkan anemi terutama bila paduan obat mengandung ZDV. Periksa hemoglobin. Kelelahan biasanya berlangsung selama 4 – 6 minggu setelah ZDV dimulai. Jika berat atau berlanjut lebih dari 4-6 minggu, pasien dirujuk. Tegang, mimpi-buruk Ini mungkin disebabkan oleh EFV. Lakukan konseling dan dukungan biasanya efek samping berakhir kurang dari 3 minggu. Rujuk pasien jika depresi berat, usaha bunuh diri atau psikosis. Masa sulit pertama biasanya dapat diatasi dengan amitriptilin pada malam hari. Kuku kebiruan kehitaman Yakinkan pasien bahwa hal ini biasa terjadi pada pengobatan dengan AZT. Perubahan dalam distribusi lemak Diskusikan dengan pasien, apakah dia dapat menerima kenyataan ini, karena hal ini tidak bisa disembuhkan. Ini merupakan salah satu efek samping dari d4T. Oleh sebab itu, jika tidak terjadi efek samping setelah 2 tahun pengobatan d4T, lakukan substitusi d4T dengan TDF Gatal atau ruam kulit Jika menyeluruh atau mengelupas, stop obat TB dan obat ARV dan pasien dirujuk. Jika dalam pengobatan dengan NVP, periksa dengan teliti: apakah lesi nya kering kemungkinan alergi atau basah kemungkinan Steven Johnson Syndrom. Mintalah pendapat ahli Gangguan pendengaran keseimbangan Hentikan streptomisin, kalau perlu rujuk ke unit DOTS TB. Ikterus Lakukan pemeriksaan fungsi hati, hentikan OAT dan obat ARV. Mintalah pendapat ahli atau pasien dirujuk 86 Tanda Gejala Tatalaksana Ikterus dan nyeri perut Hentikan OAT dan obat ARV dan periksa fungsi hati bila tersedia sarana. Mintalah pendapat ahli atau pasien dirujuk. Nyeri perut mungkin karena pankreatitis disebabkan oleh ddI atau d4T. Muntah berulang Periksa penyebab muntah, lakukan pemeriksaan fungsi hati. Kalau terjadi hepatotoksik, hentikan OAT dan obat ARV, mintalah pendapat ahli atau pasien dirujuk. Penglihatan berkurang Hentikan etambutol, mintalah pendapat ahli atau pasien dirujuk Demam Periksa penyebab demam, mungkin karena efek samping obat, IO atau infeksi baru atau IRISSPI. Beri parasetamol dan mintalah pendapat ahli atau pasien dirujuk. Pucat, anemi Ukur kadar hemoglobin dan singkirkan IO. Bila pucat sekali atau kadar Hb sangat rendah 8 grdL; 7grdL pada ibu hamil, pasien dirujuk dan stop ZDVdiganti d4T. Batuk atau kesulitan bernapas Mungkin SPI atau suatu IO. Mintalah pendapat ahli. Limfadenopati Mungkin SPI atau suatu IO. Mintalah pendapat ahli. Catatan: SPI adalah singkatan dari Sindroma Pulih Imun Immune Reconstitution Inlamatory Syndrom = IRIS Contoh tersering dari manifestasi SPI adalah herpes zoster atau TB, yang segera terjadi setelah 9 dimulai obat ARV Mintalah pendapat ahli atau rujuk pasien untuk penanganannya. 9

3. Desensitisasi pengobatan TB-HIV

Jarang sekali pasien bereaksi hipersensitif terhadap dua OAT yang terkuat, yaitu INH dan Rifampisin. Kedua obat ini merupakan obat dasar pengobatan jangka pendek. Jika pasien HIV negatif menunjukkan reaksi tetapi bukan reaksi berat terhadap isoniazid atau rifampisin maka dapat dilakukan desensitisasi pasien terhadap obat tersebut. Namun, perlu pertimbangan khusus untuk desensitisasi pada pasien TB-HIV karena berisiko tinggi untuk terjadi efek samping serius. Oleh karena itu, desensitisasi harus dilakukan di fasyankes rawat inap di RS yang mempunyai fasilitas penanganan gawat darurat. 87 Cara desensitisasi berikut mungkin dapat digunakan. Mulai desensitisasi dengan memberi obat sebesar sepersepuluh dosis normal. Kemudian tingkatkan sepersepuluh dosis setiap hari, sampai mencapai dosis penuh pada hari ke sepuluh. Setelah selesai desensitisasi, berikan obat tersebut sebagai bagian dari paduan pengobatan biasa. Bila mungkin, selama desensitisasi berikan pasien tersebut dua macam OAT yang belum pernah didapatnya. Hal ini untuk mengurangi risiko terjadi resistensi obat selama desensitisasi.

D. MEMANTAU KEMAJUAN PENGOBATAN TB-HIV PADA ORANG DEWASA

1. Monitoring Pasien dalam Terapi Antiretroviral a. Monitoring klinis

Frekuensi monitoring klinis tergantung dari respons ART. Sebagai batasan minimal, monitoring klinis perlu dilakukan pada minggu 2, 4, 8, 12 dan 24 minggu sejak memulai ART dan kemudian setiap 6 bulan bila pasien telah mencapai keadaan stabil. Setiap kunjungan dilakukan penilaian klinis termasuk tanda dan gejala efek samping obat atau gagal terapi dan frekuensi infeksi infeksi bakterial, kandidiasis dan atau IO lainnya ditambah konseling untuk membantu pasien memahami ART dan dukungan kepatuhan.

b. Monitoring laboratorium

Direkomendasikan untuk melakukan monitoring CD4 secara rutin setiap 6 bulan atau lebih • sering bila ada indikasi klinis. Angka limfosit total TLC = total lymphocyte count tidak direkomendasikan untuk digunakan memonitor terapi karena perubahan nilai TLC tidak dapat digunakan untuk memprediksi keberhasilan terapi. Untuk pasien yang akan memulai terapi dengan AZT maka perlu dilakukan pengukuran kadar • Hemoglobin Hb sebelum memulai terapi dan pada minggu ke 4, 8 dan 12 sejak mulai terapi atau ada indikasi tanda dan gejala anemia. Pengukuran ALT SGPT dan kimia darah lainnya perlu dilakukan bila ada tanda dan gejala dan • bukan berdasarkan sesuatu yang rutin. Akan tetapi bila menggunakan NVP untuk perempuan dengan CD4 antara 250 – 350 selmm3 maka perlu dilakukan monitoring enzim transaminase pada minggu 2, 4, 8 dan 12 sejak memulai ART bila memungkinkan maka dilanjutkan dengan monitoring berdasarkan gejala klinis. Evaluasi fungsi ginjal perlu dilakukan untuk pasien yang mendapatkan TDF. • Keadaan hiperlaktatemia dan asidosis laktat dapat terjadi pada beberapa pasien yang • mendapatkan NRTI terutama d4T atau ddI. Tidak direkomendasi untuk pemeriksaan kadar asam laktat secara rutin, hanya bila pasien menunjukkan tanda dan gejala yang mengarah pada asidosis laktat. Diharapkan terdapatnya sarana pemeriksaan kadar asam laktat di RS rujukan. 88 Penggunaan • Protease Inhibitor PI dapat mempengaruhi metabolisme glukosa dan lipid. Beberapa ahli menganjurkan monitoring kimia serum secara reguler tetapi lebih diutamakan untuk dilakukan atas dasar tanda dan gejala. Pengukuran • Viral Load VL = HIV RNA sampai sekarang tidak dianjurkan untuk memonitor pasien dalam ART dalam keadaan terbatas fasilitas dan kemampuan pasien. Pemeriksaan HIV DNA perlu dipertimbangkan untuk diagnosis infeksi HIV pada bayi yang terpajan HIV di usia di bawah 18 bulan. Untuk dewasa, pemeriksaan VL digunakan untuk membantu diagnosis gagal terapi. Hasil VL dapat memprediksi gagal terapi lebih awal dibandingkan dengan hanya menggunakan monitoring klinis dan pemeriksaan jumlah CD4.

c. Monitoring lain

Enam bulan sejak memulai ART merupakan masa yang kritis dan penting. Diharapkan dalam masa tersebut akan terjadi perbaikan klinis dan imunologis, kadang terjadi toksisitas obat. Selain itu bisa juga terjadi suatu SPI. Pada keadaan tersebut, pasien seolah-olah mengalami perburukan klinis yang sebetulnya merupakan suatu keadaan pemulihan respons imunitas yang kadang sampai menimbulkan gejala peradanganinlamasi berlebihan. Sindrom Pulih Imun adalah perburukan kondisi klinis sebagai akibat respons inlamasi berlebihan pada saat pemulihan respons imun setelah pemberian terapi antiretroviral. Sindrom pulih imun mempunyai manifestasi dalam bentuk penyakit infeksi maupun non infeksi. Sindrom pulih imun infeksi ini dideinisikan sebagai timbulnya manifestasi klinis atau perburukan infeksi akibat perbaikan respons imun spesiik patogen pada ODHA yang berespons baik terhadap ARV. Manifestasi klinis yang muncul sangat bervariasi dan tergantung dari organisme penyebab. Organisme yang paling sering menyebabkan IRIS adalah M.tuberculosis, M.avium, Cryptococcus neoformans dan Cytomegalovirus. Manifestasi klinis IRIS yang utama adalah: a. Munculnya lagi gejala penyakit infeksi yang pernah ada sebelumnya dan telah teratasi infeksinya, penyebab terbanyak adalah TB. b. Munculnya infeksi yang sebelumnya asimtomatik, umumnya disebabkan oleh M.avium, jarang oleh M.tuberculosis. c. Penyakit autoimun dan inlamasi seperti sarkoidosis. Gejala klinis IRIS bersifat sementara misalnya demam, limfadenopati yang bertambah, tuberkuloma intraserebral menjadi muncul kembali, efusi pleura, sindrom distress pernapasan, infeksi subklinis menjadi manifest atau gejala klinis memburuk pada pengobatan TB yang adekuat. Perburukan klinis TB pada pemberian ARV selain disebabkan oleh IRIS, dapat pula disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap antigen M.tuberculosis yang mati. Hal ini bukan suatu kegagalan pengobatan dan bersifat sementara. IRIS dapat juga disebabkan oleh mikobakteria atipik, PCP, Varicella zoster, virus herpes simplex. Beberapa kriteria yang mendukung diagnosis IRIS pada TB-HIV 3 dari kriteria sebagai berikut: a. Manifestasi klinis atipikal setelah ARV mulai diberikan.