Monitoring lain Monitoring Pasien dalam Terapi Antiretroviral a. Monitoring klinis

90 Tabel 23. Gejala dan Penanganan IRIS Gejala Penanganan Demam Pemberian Ibuprofen Batuk yang memburuk dan sesak napas Pemberian Prednison Nyeri kepala hebat, Paralisis Curiga terjadi meningitis, lakukan pungsi lumbal Pembesaran kelenjar limfe Teruskan pemberian OAT dan ART Distensi Abdominal Pemberian Prednison, bila sangat parah maka dipertimbangkan penghentian ART

2. Pemantauan Pemulihan jumlah sel CD4

Dengan dimulainya ART, sebagian besar pasien akan menunjukkan peningkatan jumlah sel CD4 dan akan berlanjut bertahun-tahun dengan terapi yang efektif. Kadang keadaan tersebut tidak terjadi terutama pada pasien dengan jumlah sel CD4 yang sangat rendah pada saat mulai terapi. Meskipun demikian, pasien dengan jumlah sel CD4 yang sangat rendah tetap dapat mencapai pemulihan imun yang bagus tetapi kadang memerlukan waktu yang lebih lama. Pada pasien yang tidak pernah mencapai jumlah sel CD4 100 selmm3 dan atau pasien yang pernah mencapai jumlah sel CD4 yang tinggi tetapi kemudian turun secara progresif turun lebih dari ½ nilai tertinggi atau kembali ke jumlah awal sel CD4 tanpa ada penyakitkondisi medis lain maka perlu dicurigai terdapatnya keadaan gagal imunologis. Data jumlah CD4 saat mulai ART dan perkembangan CD4 yang dievaluasi tiap 6 bulan sangat diperlukan untuk menentukan terdapatnya kegagalan imunologis. Pada sebagian kecil pasien dengan stadium lanjut dan jumlah CD4 yang rendah pada saat mulai ART, jumlah CD4 tidak meningkat atau sedikit turun meski terjadi perbaikan klinis. 91 Tabel 24. Pemantauan klinis dan laboratorium yang dianjurkan selama pemberian paduan ARV Lini Pertama Evaluasi M inggu k e 2 M inggu k e 4 M inggu k e 8 M inggu k e 12 M inggu k e 24 S etiap 6 bulan Jika diperlukan tergantung gejala Klinis Evaluasi klinis √ √ √ √ √ √ Berat badan √ √ √ √ √ √ Penggunaan obat lain √ √ √ √ √ √ Cek kepatuhan adherence √ √ √ √ √ √ Laboratorium Tes antibodi HIV [a] CD4 √ √ Hb [b] √ √ √ √ Tes kehamilan [c][d] VDRLRPR √ Kimia darah √ Asam laktat serum √ Viral load RNA[e] √ Keterangan: [a] Hasil tes HIV + yang tercatat meskipun sudah lama sudah cukup untuk dasar memulai terapi ARV. Bila tidak ada dokumen tertulis, dianjurkan untuk dilakukan tes HIV sebelum memulai terapi ARV. [b] Bagi pasien yang mendapat AZT: perlu di periksa kadar hemoglobin sebelum terapi AZT dan pada minggu ke 4, 8 dan 12, dan bila diperlukan misal ada tanda dan gejala anemia atau terdapatnya obat lain yang bisa menyebabkan anemia. [c] Lakukan tes kehamilan sebelum memberikan EFV pada ODHA perempuan usia subur. Bila hasil tes positif dan kehamilan pada trimester pertama maka jangan diberi EFV. [d] Bila hasil tes kehamilan positif pada perempuan yang sudah terlanjur mendapatkan EFV maka segera ganti dengan paduan yang tidak mengandung EFV. [e] Pengukuran viral load HIV RNA tidak dianjurkan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk memulai terapi ARV atau sebagai alat pemantau respons pengobatan pada saat tersebut. Dapat dipertimbangkan sebagai diagnosis dini terdapatnya kegagalan terapi atau menilai terdapatnya ketidaksesuaian antara hasil CD4 dan keadaan klinis dari pasien yang diduga mengalami kegagalan terapi ARV. 92

E. PENGOBATAN PASIEN KO-INFEKSI TB MDR DAN HIV

Kegiatan kolaborasi TB-HIV yang dilaksanakan di Indonesia diterapkan juga pada kegiatan Programmatic Management Drug-resistance Tuberculosis PMDT untuk memberikan layanan pengobatan pada pasien ko-infeksi TB MDR dan HIV. Adaptasi kegiatan kolaborasi TB-HIV dalam kerangka kerja PMDT di Indonesia dapat diwujudkan ke dalam kerangka kerja sebagai berikut : a Upaya memperkuat kolaborasi TB-HIV harus dilakukan terlebih dahulu sebelum memulai penanganan ko-infeksi TB MDR dan HIV. b Melaksanakan kegiatan Provider initiative testing and counseling PITC pada semua suspek TB MDR yang status HIV-nya belum diketahui. c Penggunaan standar alur dari WHO untuk menetapkan diagnosis TB pada pasien HIV. d Pemeriksaan dahak dengan rapid test untuk TB bila tersedia. e Melakukan uji kepekaan Drug Susceptibility TestingDST M.tuberculosis terhadap pasien ko- infeksi TB HIV yang hasil pemeriksaan rapid test menunjukkan hasil positif TB. f Melakukan kegiatan surveilens resistensi terhadap OAT yang melibatkan pula populasi pasien dengan HIV positif. g Pemberian ART sesegera mungkin setelah OAT TB MDR bisa ditoleransi sekitar 2- 8 minggu. h Mempertimbangkan pemberian pengobatan standar TB MDR bagi pasien HIV yang hasil uji kepekaan M.tuberculosis dengan metode rapid test menunjukkan resistensi tanpa menunggu konirmasi metode konvensional. i Pemberian PPK. j Pengobatan Proilaksis Kotrimoksasol sangat direkomendasikan untuk diberikan kepada pasien HIV dengan TB aktif sebagai bagian dari manajemen komprehensif pasien HIV. Belum ada laporan mengenai interaksi antara kotrimoksasol dengan OAT yang dipakai dalam pengobatan TB MDR. Tetapi dapat dipastikan akan muncul overlapping toksisitas antara ART, PPK dan OAT TB MDR sehingga monitoring efek yang tidak diinginkan adverse drug reaction harus mendapat perhatian khusus. k Untuk menangani pasien ko-infeksi TB MDR dan HIV maka Tim Ahli Klinis TAK sejak awal harus melibatkan ahli yang memahami manajemen pasien HIV terutama pada manajemen efek samping, monitoring kondisi pasien dan penilaian respons pengobatan. l Pemberian dukungan kepada pasien ko-infeksi TB MDR dan HIV mengikuti skema serta mekanisme yang sudah berjalan di program HIV. m Upaya PPI TB yang terpadu dan efektif harus dilaksanakan baik di sarana pelayanan TB MDR maupun di sarana pelayanan HIV. n Keterlibatan semua pemangku kepentingan stakeholder dalam jejaring pengendalian TB MDR dan HIV. Internal Fasyankes • : Unit PMDT tidak dapat bekerja sendiri untuk penanganan pasien TB MDRHIV ataupun pasien TB MDR yang dicurigai HIV. Harus ada kerja sama yang baik antara unit PMDT dan Unit HIV.