Diagnosis TB Paru pada ODHA

25 Keterangan: a. Tanda-tanda kegawatan yaitu bila dijumpai salah satu dari tanda-tanda berikut: frekuensi pernapasan 30 kalimenit, demam 39 C, denyut nadi 120 kalimenit, tidak dapat berjalan tanpa bantuan. b. BTA Positif = sekurang-kurangnya 1 sediaan hasilnya positif; BTA Negatif = bila 2 sediaan hasilnya negatif. c. Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol = PPK. d. Termasuk penentuan stadium klinis clinical staging, pemeriksaan jumlah CD4 bila tersedia fasilitas dan rujukan untuk layanan HIV. e. Pemeriksaan-pemeriksaan dalam kotak tersebut harus dikerjakan secara bersamaan bila memungkinkan supaya jumlah kunjungan dapat dikurangi sehingga mempercepat penegakan diagnosis. f. Pemberian antibiotik jangan golongan luorokuinolon untuk mengatasi bakteri tipikal dan atipikal. g. Pneumonia Pneumocystis jirovecii = PCP. h. Anjurkan untuk kembali diperiksa bila gejala-gejala timbul lagi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada alur diagnosis TB pada ODHA rawat jalan adalah sebagai berikut: Kunjungan pertama: • Pemeriksaan mikroskopis dahak harus dikerjakan pada kunjungan pertama. Jika hasil pemeriksaan dahak BTA positif maka pengobatan TB dapat diberikan kepada pasien tersebut. Kunjungan kedua: • Jika hasil pemeriksaan dahak BTA negatif maka pada kunjungan kedua perlu dilakukan pemeriksaan lain, misalnya foto toraks, ulangi pemeriksaan mikroskopis dahak, lakukan pemeriksaan biakan dahak dan pemeriksaan klinis oleh dokter. Pemeriksaan pada kunjungan kedua ini sebaiknya dilakukan pada hari kedua dari kunjungan pasien di Fasyankes tersebut. Hasil pemeriksaan dari kunjungan kedua ini sangat penting untuk memutuskan apakah pasien tersebut perlu mendapat pengobatan TB atau tidak. Penentuan stadium klinis HIV harus dikerjakan dan pemberian PPK harus diberikan sesuai pedoman nasional. Kunjungan ketiga: • dilakukan secepat mungkin setelah ada hasil pemeriksaan pada kunjungan kedua. Pasien yang hasil pemeriksaannya mendukung TB misalnya gambaran foto toraks mendukung TB perlu diberi OAT. Pasien dengan hasil yang tidak mendukung TB perlu mendapat antibiotik spektrum luas jangan menggunakan golongan luorokuinolon untuk mengobati infeksi bakteri lain atau pengobatan untuk PCP. Juga perlu dilakukan penentuan stadium klinis HIV dan PPK harus diberikan sesuai pedoman nasional. Kunjungan keempat: • Pada kunjungan ke empat ini haruslah diperhatikan bagaimana respons pasien pada pemberian pengobatan dari kunjungan ketiga. Untuk pasien yang mempunyai respons yang baik cepat terhadap pengobatan PCP atau pengobatan dengan antibiotik, lanjutkan pengobatannya untuk menyingkirkan terdapatnya juga TB 26 superimposed tuberculosis. Bagi pasien yang mempunyai respons yang kurang baik atau tidak baik pada pengobatan PCP atau pengobatan pneumonia karena bakteri lainnya, perlu dilakukan pemeriksaan ulang untuk TB baik secara klinis maupun pemeriksaan dahak. Pasien dengan sakit berat dan batuk lebih 2 minggu disertai tanda kegawatan a Dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap Tidak mungkin untuk segera dirujuk Antibiotik suntikan untuk infeksi bakteri b,d Sputum BTA dan kultur b Foto toraks b Antibiotik suntikan untuk infeksi bakteri b,d Dipertimbangkan pengobatan untuk PCP e Sputum BTA dan kultur b Bukan TB Diobati TB Periksa ulang h Tidak ada perbaikan Perbaikan setelah 3-5 hari Periksa ulang untuk penyakit-penyakit lain yg berhubungan dgn HIV Tidak mendukung TB BTA positif g BTA negatif g Mulai pengobatan TB Selesaikan antibiotik Rujuk ke unit layanan Mendukung TB Gambar 3. Alur Diagnosis TB Paru pada ODHA dengan Sakit Berat Keterangan: a. Tanda-tanda kegawatan yaitu bila dijumpai salah satu dari tanda-tanda berikut: frekuensi pernapasan 30 kalimenit, demam 39 C, denyut nadi 120 kalimenit, tidak dapat berjalan bila tdk dibantu. b. Pemeriksaan-pemeriksaan dalam kotak tersebut harus dikerjakan secara bersamaan bila memungkinkan untuk mengurangi jumlah kunjungan sehingga dapat mempercepat penegakan diagnosis. c. Untuk daerah dengan angka prevalens HIV pada orang dewasa 1 atau prevalens HIV di antara pasien TB 5, pasien suspek TB yang belum diketahui status HIV-nya maka perlu ditawarkan untuk 27 tes HIV. Untuk pasien suspek TB yang telah diketahui status HIV-nya maka tidak lagi dilakukan tes HIV. d. Pemberian antibiotik jangan golongan luorokuinolon untuk mengatasi bakteri tipikal dan atipikal. e. Pneumonia Pneumocystis jirovecii = PCP. f. Bila tidak tersedia test HIV atau status HIV tidak diketahui misalnya pasien menolak untuk diperiksa penentuan tingkat klinis HIV tergantung kebijakan nasional. g. BTA Positif = sekurang-kurangnya 1 sediaan hasilnya positif; BTA Negatif = bila 2 sediaan hasilnya negatif. h. Periksa kembali untuk TB termasuk pemeriksaan BTA dan penilaian klinis. Jika di Puskesmas dijumpai ODHA yang menderita sakit berat mempunyai salah satu dari tanda bahaya maka pasien tersebut harus segera dirujuk ke Fasyankes yang mempunyai sarana lebih lengkap. Jika rujukan tidak dapat segera dilaksanakan, upaya berikut harus dilakukan: Segera berikan antibiotik spektrum luas suntikan selama 3 – 5 hari untuk mengatasi infeksi bakteri • kemudian lakukan pemeriksaan mikroskopis dahak BTA. Bila diagnosis TB ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopis dahak BTA positif, mulailah • pengobatan TB dengan pemberian OAT. Pengobatan dengan antibiotik tetap terus dilanjutkan sampai selesai. Bila hasil pemeriksaan dahak BTA negatif maka harus diperhatikan bagaimana respons pemberian • antibiotik suntikan setelah pengobatan 3 – 5 hari. Jika tidak ada perbaikan maka pengobatan TB dapat dimulai dengan pertimbangan dokter, misalnya kemungkinan terdapatnya TB ekstraparu. Penentuan stadium klinis HIV harus dilakukan dan selanjutnya pasien perlu dirujuk ke Fasyankes yang lebih lengkap untuk penegakan diagnosis TB maupun untuk layanan HIV. Bila tetap tidak memungkinkan untuk dirujuk maka pengobatan TB diteruskan sampai selesai. Bila rujukan ke Fasyankes yang lebih lengkap memungkinkan maka unit penerima rujukan harus • memberikan tatalaksana pasien tersebut sebagai pasien gawat darurat dan semua pemeriksaan harus segera dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan untuk mendiagnosis TB.

2. Diagnosis TB Ekstraparu pada ODHA

Diagnosis pasti TB ekstraparu sulit ditegakkan karena harus didasarkan pada hasil pemeriksaan klinis, bakteriologi dan atau histologi spesimen yang didapat dari lesi. Tuberkulosis ekstraparu yang sering ditemukan diantaranya adalah TB Kelenjar limfe, TB Susunan saraf pusat, TB Abdomen, TB Pleura dan TB Perikard. Pemeriksaan spesimen untuk penegakan diagnosis TB ekstraparu dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, pemeriksaan biakan maupun histopatologi. Hasil biakan spesimen yang diperoleh dari TB ekstraparu jarang memberikan hasil positif. Untuk kasus yang hasil biakannya negatif atau kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diagnosis TB ekstraparu hanya dilakukan secara presumtif berdasarkan bukti klinis yang kuat atau dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab lain. 28 Untuk pasien yang dicurigai TB ekstraparu yang pengobatan TB-nya sudah dimulai tanpa konirmasi bakteriologi atau histopatologi diagnosis secara presumtif, respons klinis dari pengobatan tersebut harus dinilai setelah 1 bulan. Jika tidak terjadi perbaikan maka harus dilakukan penilaian klinis ulang dan harus dipikirkan alternatif diagnosis lainnya.

a. Tuberkulosis Kelenjar limfe

Tuberkulosis kelenjar limfe dicurigai pada pasien dengan pembesaran kelenjar limfe, tidak simetris, kenyal, berdiameter 2 cm, teraba luktuasi atau terbentuk istula dalam beberapa bulan. Pada umumnya menyerang kelenjar limfe di leher dan sulit dibedakan secara klinis dengan penyebab- penyebab lain pembesaran kelenjar limfe, misalnya pembesaran kelenjar limfe terkait HIV, keganasan dan infeksi kelenjar limfe lainnya. Aspirasi dengan jarum halus Fine Needle Aspiration = FNA perlu dilakukan segera saat ditemukan terdapatnya pembesaran kelenjar limfe. Spesimen yang didapat dari aspirasi ini dilakukan pemeriksaan bakteriologi dan sitologi karena mempunyai nilai diagnostik yang tinggi dengan spesiisitas lebih dari 85.

b. Tuberkulosis Perikard, Tuberkulosis Pleura, Tuberkulosis Abdomen

Infeksi TB dapat terjadi pada rongga tubuh yang mengandung cairan serosa seperti: rongga pleura, perikardial atau peritoneal. Hal ini lebih sering terjadi pada orang dewasa dengan HIV positif dibandingkan dengan HIV negatif. Penegakan diagnosis Tanda dan gejala klinis umumnya bersifat sistemik dan lokal. Pada pemeriksaan cairan aspirasi secara mikroskopis jarang ditemukan BTA karena cairan berasal dari reaksi peradangan. Tuberkulosis Perikard • Bentuk TB ini lebih sering dijumpai pada ODHA dibandingkan pada orang dewasa dengan HIV negatif. Umumnya ditemukan gejala-gejala seperti: nyeri dada, sesak napas, batuk dan fatigue. Tanda-tanda kardiovaskular yang ditemukan diantaranya adalah: Takikardia, tekanan darah rendah, pulsus paradoksus, meningkatnya tekanan vena jugular JVP, bunyi jantung jauh dan tanda tanda gagal jantung kanan seperti, hepatomegali, asites, edema tungkai PETUNJUK PRAKTIS Tanda-tanda tersebut sering sulit dinilai. Lakukan pemeriksaan seksama pada setiap pasien dengan edema tungkai atau asites dengan kemungkinan efusi perikard. 29 Perikardiosentesis Perikardiosentesis diperlukan jika terdapat tamponade jantung cardiac tamponade dan harus dilakukan oleh pakardokter spesialis terkait. Tuberkulosis Pleura • Gambaran klinis dapat bersifat sistemik dan lokal nyeri dada; sesak napas; pergeseran trakea, pernapasan dangkal, penurunan pergerakan dada. Pada pemeriksaan isis ditemukan terdapatnya fremitus yang melemah pada palpasi, redup pada perkusi dan penurunan suara pernapasan pada auskultasi. Gambaran foto toraks menunjukkan radiopaque pada satu atau dua sisi. Tuberkulosis pleura biasanya unilateral. Jika tersedia pemeriksaan ultrasonography USG dan terdapat penebalan pleura serta efusi yang terlokalisir dapat dilakukan pengambilan cairan dengan bantuan USG. Untuk membedakan apakah bayangan opaque tersebut cairan atau penebalan pleura atau massa maka dapat dilakukan foto dekubitus lateral. Sifat cairan aspirat TB pleura dapat dilihat pada tabel 8. Diagnosis dan Tatalaksana segera kasus suspek TB Ekstraparu Diagnosis Banding Diagnosis banding efusi pleura eksudat termasuk diantaranya adalah efusi pada pneumonia, keganasan dan abses amuba pada hati. Tuberkulosis Abdomen • Tuberkulosis abdomen dapat bermanifestasi sebagai TB peritoneal atau TB intestinal. Gejala utama TB peritoneal berupa asites disertai pembesaran kelenjar limfe para-aorta dan mesenterik. Gejala TB abdomen umumnya bersifat kronik dan sebagian kecil menimbulkan keadaan akut abdomen. Gejala lain yang dapat ditemukan berupa distensi abdomen, nyeri perut, mual, muntah, diare, konstipasi, perdarahan gastrointestinal haemato-schezia lebih sering dibandingkan dengan hematemesis. Selain gejala TB peritoneal, ditemukan pula gejala sistemik TB. Cara penyebaran TB Abdomen adalah sebagai berikut: a dari KGB yang terdapat di sepanjang mesenterium b melalui darah c secara perkontinuitatum melalui organ terinfeksi yang terdekat d dari TB intestinal pasien TB Paru dapat berkembang menjadi TB Usus karena tertelannya dahak yang infeksius Penegakan diagnosis Pada aspirasi asites, cairan aspirasi biasanya berwarna keruh atau berdarah. Cairan ini merupakan eksudat, biasanya mengandung 300 leukosit per mm3 dan didominasi limfosit. Pemeriksaan foto