PENGENALAN TANDA KLINIS INFEKSI HIV PADA PASIEN TB

65 klinis danatau menentukan pelayanan medis secara khusus yang tidak mungkin dilaksanakan tanpa mengetahui status HIV seseorang. Konseling dan tes HIV atas inisiasi petugas kesehatan dilaksanakan tidak dengan cara mandatori atau wajib. Prinsip 3C informed consent, conidentiality, counseling dan 2 R reporting and recording tetap harus diterapkan dalam pelaksanaannya. Langkah KTIPK di unit DOTS meliputi: 1. Pemberian KIE mengenai kaitan TB dengan HIV. 2. Memeriksa tanda-tanda infeksi oportunistik lain pada kasus TB. 3. Identiikasi faktor risiko yang tampak, misalnya jejas suntikan, tindik berlebihan dan tato permanen. 4. Pemberian informasi dan motivasi pasien TB yang berisiko HIV untuk menjalani tes. 5. Rujukan pasien TB ke layanan tes HIV dengan menggunakan formulir rujukan. 6. Pemberian informasi tentang hasil tes HIV kepada pasien TB dan tindak lanjutnya. 7. Pengisian format pencatatan rekam medis, register, dll pada setiap akhir layanan. 8. Kompilasi data pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV. Pendekatan konseling dan tes HIV atas inisiasi klien atau yang disebut konseling dan tes HIV sukarela Konseling dan Tes HIV-Voluntary Counselling and Testing Client Initiated Counseling and Testing = CICT. Konseling dan Tes HIV atas inisiasi klien KTS merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat dan sebagai pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV AIDS berkelanjutan. Konseling dan testing HIV sukarela adalah suatu prosedur diskusi pembelajaran antara konselor dan klien untuk memahami HIV AIDS beserta risiko dan konsekuensi terhadap diri, pasangan dan keluarga serta orang di sekitarnya. Tujuan utamanya adalah perubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat dan lebih aman. Strategi Konseling dan tes HIV pada pasien TB: a. Di wilayah dengan epidemi HIV yang meluas Seluruh pasien TB di unit DOTS dilakukan konseling dan tes HIV secara rutin. • Di seluruh Fasyankes di daerah dengan prevalensi HIV pada pasien TB 5, Konseling dan Tes • HIV harus ditawarkan secara rutin pada semua pasien TB. Konseling dan tes HIV dapat dilaksanakan setiap saat selama pengobatan TB sehingga jika • ada pasien yang pada awalnya menolak tes HIV maka dapat ditawarkan kembali setelah penyuluhanpenjelasan. b. Di wilayah dengan epidemi HIV yang rendah dan terkonsentrasi Dilakukan penilaian faktor risiko menggunakan formulir skrining kuesioner pada setiap • pasien TB. 66 Pasien TB dengan faktor risiko ditawarkan untuk konseling dan tes HIV oleh petugas TB atau • dirujuk ke unit Konseling dan Tes HIV. Beberapa Prinsip Layanan Konseling dan Tes HIV: 1. Sukarela dalam melaksanakan tes HIV. Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien, tanpa paksaan dan tanpa tekanan.

2. Saling membangun kepercayaan dan menjaga konidensialitas.

3. Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat semua klienpasien. Semua informasi yang disampaikan klien harus dijaga kerahasiaannya oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak diperkenankan didiskusikan di luar konteks kunjungan klien. Semua informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Konidensialitas dapat dibagi sesuai kebutuhan klienpasien.

4. Mempertahankan hubungan relasi yang efektif.

5. KonselorPetugas Medis mendorong klienpasien untuk kembali mengambil hasil tes dan mengikuti konseling pasca tes untuk mengurangi perilaku berisiko. Di dalam Konseling dan Tes HIV dibicarakan juga respon dan perasaan klien ketika menerima hasil tes pada sesi tahapan penerimaan hasil tes positif. Tahapan Pelayanan Konseling dan Tes HIV dalam KTS 1. Konseling Pra Tes Konseling pra tes bertujuan membantu klien menyiapkan diri untuk pemeriksaan laboratorium, memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi HIV dan memfasilitasi diskusi tentang cara menyesuaikan diri dengan status HIV. Di dalam Konseling pra tes seorang konselor harus dapat membuat keseimbangan antara pemberian informasi, penilaian risiko dan merespons kebutuhan emosi klien. Kebutuhan emosi yang menonjol adalah rasa takut melakukan tes HIV karena berbagai alasan termasuk perlakuan diskriminasi dan stigmatisasi masyarakat dan keluarga. Bersama antara konselor dengan orang yang sedang mempertimbangkan untuk melakukan tes, cari tahu apakah orang: a kemungkinan memiliki infeksi HIV, b pengetahuan mengenai HIV, c kemampuan untuk menghadapi dengan positif dari hasil tes. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam konseling pra tes : 1 Periksa ulang nomor kode klien dalam formulir 2 Perkenalan dan arahan. 3 Membangun kepercayaan klien pada konselor yang merupakan dasar utama bagi terjaganya konidensialitas sehingga terjalin hubungan baik dan terbina sikap saling memahami. 4 Alasan kunjungan dan klariikasi tentang fakta dan mitos tentang HIV. 5 Penilaian risiko untuk membantu klien mengetahui faktor risiko dan menyiapkan diri untuk pemeriksaan darah. 6 Memberikan pengetahuan akan implikasi terinfeksi atau tidak terinfeksi HIV dan memfasilitasi