5
pengelolaan yang tumpang-tindih bahkan saling menghambat. Di samping itu, stakeholders atau pelaku kelembagaan dari kabupatenprovinsi otonomi
terkait mempunyai kepentingan masing-masing dalam pengelolaan perikanan.
5 Kawasan Selat Bali merupakan perbatasan tiga kabupaten dan dua provinsi. Kondisi ini cenderung mempersulit pengelolaan, apalagi di era otonomi
daerah dimana setiap kabupaten dan provinsi mempunyai kewenangan masing-masing. Kondisi pengelolaan tersebut langka dan belum ada sistem
pengelolaan yang tepat untuk mendukungnya. Model pengelolaan yang mengakomodasikan kondisi tersebut tentu sangat diharapkan sehingga
posisi perbatasan tidak menjadi penghambat pengelolaan pasar, pengelolaan SDI, kegiatan penangkapan, industri pengolahan serta tujuan
pembangunan nasional di bidang perikanan.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan : 1 Menentukan tingkat kesejahteraan nelayan di kawasan Selat Bali
2 Melakukan pendugaan produksi ikan potensial di kawasan Selat Bali 3 Menentukan tingkat kelayakan usaha perikanan yang mendukung
kesejahteraan nelayan 4 Menyusun strategi kelembagaan pengelolaan sumberdaya ikan lestari
berbasis otonomi daerah 5 Membangun model pengelolaan kawasan yang menjamin keberlanjutan
pembangunan perikanan.
6
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk : a membantu pemerintah dalam mengembangkan strategi kelembagaan dan pola pengelolaan
kawasan yang menjamin keberlanjutan pembangunan perikanan di Selat Bali maupun lokasi lainnya; b membantu pengembangan ilmu pengetahuan di bidang
perikanan terutama terkait pengelolaan perikanan berbasis kawasan; c menjadi referensi bagi penelitian berikutnya di bidang perikanan dan kelautan; d menjadi
masukan bagi pengembangan masyarakat nelayan dan pelaku usaha perikanan; dan e berguna bagi pengembangan pengetahuan diri mahasiswa dengan berbagai
konsep pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.
1.5 Justifikasi Kerangka Penelitian
Menurut Arimoto et al. 1999 ledakan populasi penduduk di abad 21 akan terjadi, dimana tahun 2020 diperkirakan 8 milyar dan di tahun 2050 melonjak
menjadi 10 milyar. Konsekuensi jumlah penduduk yang demikian besar adalah meningkatnya kebutuhan hidup yang mengarah pada eksploitasi berlebihan
sumberdaya alam termasuk potensi perikanan. Di samping itu, populasi penduduk yang meningkat, kompleksnya kebutuhan hidup dan cara pemenuhannya juga
menimbulkan permasalahan tersendiri dalam pengelolaan sumberdaya alam. Pemanfaatan berlebihan, fluktuasi produksi, pola pengelolaan usaha serta pola
interaksi komponen pengelolaan dapat memperkeruh kegiatan pengelolaan yang ada, bila tidak dikelola dengan baik. Hal ini terjadi dalam pengelolaan perikanan
tangkap di kawasan Selat Bali. Oleh karena itu, maka pelaksanaan penelitian ini diarahkan pada pengembangan model yang menjamin keberlanjutan pengelolaan
perikanan, perbaikan kesejahteraan pelaku perikanan, serta pencapaian tujuan pembangunan nasional tanpa menimbulkan destruksi terhadap komponen dan
potensi kawasan. Pengembangan analisis SEM structural equation modeling yang dipadu dengan analisis AHP Analitycal Hierarchy Process, forecasting, dan analisa
indikator kesejahteraan diyakini dapat mewujudkan maksud tersebut.
7
Forecasting Kesejahteraan
Nelayan Kegiatan Pengelolaan Perikanan Tangkap di Kawasan Selat Bali
Tingkat Kesejahteraan
Interaksi Komponen
Kawasan
Analisis Indikator
Kesejahteraan BPS, 1991
Analisis NPV,IRR,ROI,
BC ratio Usaha Layak
Dikembangkan Outcome Model
Pengelolaan Perikanan Tangkap Berkelanjutan
mencakup : SDI yang lestari
Pasar yang terjamin, Pengelolaan usaha
penangkapan yang layak
industri pengolahan yang efisien
kewenangan otonomi yang efektif,
Kesejahteraan yang meningkat dan
pembangunan perikanan yang
berkelanjutan Model Pengelolaan
Perikananan Tangkap di Kawasan Selat Bali
Potensi SDI
Usaha Penangkapan
Industri Pengolahan
Pasar Produk
Permasalahan Dalam Pengelolaan
Perikanan Tangkap di Selat Bali :
a. Overfishing
perairan Selat Bali dan produksi
perikanan fluktuatif
b. Kelayakan usaha belum diketahui
pasti dan kelembagaan
pengelolaan perikanan belum
berjalan efektif
c. Pengelolaan perikanan belum
didasarkan pola interaksi
komponen kawasan dan
sering terganggu kewenangan tiap
daerah
Gambar 1 Kerangka pemikiran
Lembaga Perikanan
Strategi Kelembagaan
Analisis SEM Analisis :
Simple Moving Average,Moving
Average Berbobot,
Exponential Smoothing
Analisis AHP
8 Kawasan Selat Bali merupakan kawasan perairan sangat penting bagi
pemerintah otonomi dari 3 kabupaten Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Jembrana, dan Kabupaten Buleleng dan 2 provinsi Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali.
Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi 2010 dan Dinas PKL Kabupaten Jembrana 2009, sekitar 80 kegiatan ekonomi Kabupaten Banyuwangi bergerak di bidang
perikanan Selat Bali dengan basis di Muncar, dan sektor perikanan dan kelautan penyumbang terbesar PAD Kabupaten Jembaran 27,45. DKP Jawa Timur 2009
dan DKP Bali 2009 menyatakan bahwa kawasan perikanan Selat Bali menjadi basis perikanan unggulan bagi daerah, disamping karena kegiatan penangkapan
berkembang dengan baik, juga karena di lokasi banyak terdapat industri, usaha pengolahan skala RT, usaha pendukung, dan melibatkan banyak masyarakat pesisir
yang telibat. Industriusaha pengolahan dengan basis perikanan di kawasan Selat Bali mencapai 5015 unit, dan produk olahan Jawa Timur asal Selat Bali mencapai
31.656.357 kg tahun 2008. Potensi sumberdaya ikan SDI yang unik terutama dari jenis lemuru merupakan
penyebab utama dari kegiatan perikanan berkembang di lokasi. Perkembangan kegiatan perikanan ini kemudian dikuti oleh berkembangnya kegiatan ekonomi lain,
diantaranyapasar produk, pasar bahan pendukung, industri pengolahan, dan jaringan pemasaran hasil. Hal ini dapat dilihat dari kerangka pemikiran penelitian ini Gambar 1.
Fakta data dan informasi ilmiah sudah tersedia secara baik dan relatif cukup di kawasan Selat Bali. Namun, hingga saat ini belum ada model pengelolaan perikanan
kawasan yang applicable dan workable secara holistik yang memadukan kegiatan produksipemanfaatan potensi sumberdaya ikan dengan aspek kesejahteraan nelayan,
kegiatan ekonomi berbasis perikanan, pencapaian tujuan pembangunan nasional. Terkait dengan ini dipandang perlu agar model yang dikembangkan dapat
mengakomodasikan secara terpadu kegiatan pengelolaan yang ada yang didukung oleh pelaksanaan kewenangan otonomi daerah tanpa merusak potensi sumberdaya
ikan, ekosistem dan lingkungan sekitarnya. Pengembangan modelanalisis forecasting Simple Moving Average, Moving Average Berbobot, Exponential Smoothing Moving
Average dapat mengetahui pola dan trend produksipemanfaatan potensi sumberdaya ikan yang ada, analisis indikator kesejahteraan dapat tingkat kesejahteraan yang ada
saat ini, analisis Analisis NPV, IRR, ROI, BC ratio dapat mengetahui tingkat kelayakan usaha perikanan yang ada, serta analisis model kompleks menggunakan SEM dapat
9 mengembangkan pola perbaikan kesejahteraan, pencapaian tujuan pembangunan,
serta pola pelaksanaan otonomi daerah dan interaksi komponen dan susbistem perikanan lainnya. Kemampuan model dalam analisis detail dan menyeluruh ini
merupakan keunggulan model dalam memanfaatkan data dan informasi faktual untuk mengembangkan pola-pola pengelolaan yang tepat guna mendukung pembangunan
perikanan berkelanjutan di kawasan Selat Bali. Selama ini sudah banyak penelitian di kawasan Selat Bali, namun belum
melihat secara menyeluruh keterkaitan komponen sistem perikanan yang ada. Penelitian Tinungki 2005 misalnya, lebih banyak mengkaji tentang stock assessment
ikan lemuru, penelitian Martinus, et al. 2004 mengkaji tentang daerah penyebaran ikan lemuru, dan penelitian Wudiyanto 2001 tentang sebaran ikan lemuru
menggunakan metode akustik. Penelitian Budiharja, et al. 1990, fokus pada estimasi pertumbuhan dan kematian ikan, dan penelitian Dwiponggo 1972 juga fokus terhadap
kecepatan pertumbuhan lemuru S. Longiceps. Secara umum penelitian-penelitian tersebut banyak terkait dengan sumberdaya ikan, sedangkan penelitian ini akan melihat
keterkaitan semua komponen sistem perikanan yang ada di kawasan. Ada lima komponen besar subsistem yang saling terkait dan diduga
mempunyai korelasi kuat pada pergerakan sistem pengelolaan perikanan, yaitu subsistem penangkapan ikan subsistem pasar, subsistem industri pengolahan,
subsistem sumberdaya ikan, dan subsistem pemerintah daerah. Dalam pemikiran peneliti, model yang dikembangkan nantinya dapat menemukan interaksi yang
siginifikan diantara komponen besar subsistem perikanan tersebut berdasarkan analisis terhadap indikator dan kriteria yang dipersyaratkan, sehingga dapat ditentukan
tindakan pengelolaan yang tepat. Secara operasional, model ini diharapkan dapat menemukan pola pengelolaan kawasan yang menjamin efektifitas pelaksanaan
kebijakan perikanan, mendukung perekonomian nasional dan kesejahteraan nelayan, menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan ekosistemnya, memberi arah interaksi
harmonis kelembagaan, dan lainnya. Seperti disebutkan sebelumnya, kawasan perairan Selat Bali melibatkan dua provinsi dan tiga kabupaten dalam pengelolaannya.
Oleh karena itu, setiap daerah terkait harus memperoleh manfaat secara sosial dan ekonomi, memberi arahan bagi pengembangan kebijakan perikanan di daerah dan
sekaligus secara bersama bertanggung jawab atas keberlanjutan sumberdaya perikanan di kawasan.
10
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Potensi Perikanan Selat Bali 2.1.1 Potensi Lestari Perikanan Selat Bali